0.4

3.2K 424 26
                                    

Jujur, Ella menikmati kehidupan sekolah yang sedang dia jalani, terlebih dia suka menonton adegan-adegan novel yang terjadi. Tanpa melibatkan diri, Ella terkadang makan bekal dari Elea seraya menonton.

Namun kali ini Ella agak menyesal datang mengunjungi rooftop, baru saja menginjakkan kaki; Ella sudah mendengar suara tangisan.

Tak mungkin hantu muncul di siang bolong, sudah pasti suara tangisan tersebut datangnya dari seorang manusia. Ella juga semakin meruntuki kebodohannya, rasa penasaran miliknya lebih besar dari pada rasa tidak peduli Ella. Ketika dia semakin dekat, sosok gadis yang menangis sekarang tampak terlihat jelas.

Posisinya masih menunduk, wajahnya tertutup rambut, ya, Ella tak kenal siapa orangnya. Ella duduk agak jauh, dia menyodorkan sapu tangan ke arah si gadis.

Karena perbuatannya, si gadis mendongak, wajah gadis itu masih memerah, air menetes dari mata sembabnya, Ella sedikit kasihan.

Gadis tadi melihat sapu tangan milik Ella, tanpa kata———dia mengambilnya, menghapus air dari wajahnya.

Ella tercenung, wah, kasar sekali, pikirnya. Menunggu tangisannya berhenti, Ella tau siapa gadis yang dia lihat itu, ya, sangat tau dengan jelas. Bagaimana tidak mengetahuinya jika saja setiap saat Ella selalu menonton seluruh adegan dari kejauhan.

Melirik si gadis, Ella beralih menatap langit, nasihat kecil ... tak akan mengubah keseluruhan cerita, kan.

"Lo tau, semakin mengejar seseorang maka semakin jauh pula orang itu, terutama dia laki-laki. Dia akan merasa superioritas, menginjak-injak harga diri lo karena merasa bahwa lo butuh kehadiran dia."

Mungkin karena Ella terkesan sok perhatian, gadis itu melotot, sayangnya hal tersebut sama sekali tak menghentikan Ella untuk berbicara lagi, "Sama aja lo nyakitin diri sendiri. Berharap dia akan balas perasaan lo? Omong kosong, jangan terlalu mengharapkan sesuatu dari manusia."

Kemudian Ella menatap ponselnya, pura-pura tidak melihat tatapan menusuk yang mengarah kepadanya.

Ella ... menyesal. Dia meruntuki kebodohannya karena menasehati si antagonis, ya, buat apa, bahkan berbicara sebanyak itu! Ella menunduk, memaki dirinya sendiri.

"Pokoknya gitu, gue duluan!" Ella melarikan diri.

Nemesis

Beberapa hari kemudian, seolah sudah melupakan kejadian tersebut, selayaknya fatamorgana saja, Ella sudah menghabiskan waktu keseharian tanpa hambatan. Setiap adegan dua pemeran utama juga masih terus berlanjut, tak berniat mengubah juga.

Ella melihat lapangan basket, kosong, berarti sekarang adegan di lapangan telah selesai. Para murid sepertinya tidak berniat bermain di sana juga, Ella menggulung lengan bajunya, dia mengambil bola basket yang tergeletak.

Memantulkan bola tersebut, Ella melompat seraya melemparkan bola ke dalam ring. Bukannya masuk, bola malah menabrak papan ring lalu jatuh ke bawah, Ella menghampiri bola lagi, melakukannya sampai lima kali percobaan.

"Ihh monyet, kok susah amat!" Ella kesal, dia menghentakkan langkahnya, bola kembali terlempar, dan, ya, hasilnya tetap sama. Ella gagal.

Bahu Ella terkulai kecewa, dia tidak menyangka bahwa dirinya sebodoh itu dalam bermain basket. Ketika sibuk meruntuki ketololannya, Ella malah mendengar suara tawa di belakangnya.

Ketika menolehkan kepala ke sisi kiri, Ella melihat seorang pria tinggi berjalan mendekat; kebetulan karena matahari tepat di belakang pria itu——Ella jadi tak bisa melihat wajahnya. Alis Ella mengerut, siapa sih orang yang menertawakannya, bikin semakin kesal.

Nemesis [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang