[ARdS] Bagian 2

24 6 8
                                    

Aku dan Herina terlonjak kaget, kemudian menghadap sosok yang jelas memanggil kami, kami tidak kaget karena siapa yang memergoki kami tapi suara Hugo terdengar keras sekali di antara lorong sepi ini.

"Suara lo kecilin anjing!! ketahuan guru mampus kita!" umpatku pada Hugo.

"Tau tuh," tambah Herin.

Sedangkan sang oknum dan antek-anteknya hanya nyengir tak jelas.

"Lagian kalian ke kantin nggak ngajak-ngajak kita, kita kan bespren poreper," kata Hugo mendramatisir ditambah Nana dan Candra yang masang muka melas.

"Najis!" ucapku dan Herina bersamaan sambil berjalan duluan.

"Eh woy tungguin!"

Kami ber-tujuh, Aku, Herina, Janu, Candra, Nana, Hugo, dan Mark berjalan beriringan menyusuri koridor untuk sampai ke kantin.

"Kalian mau kemana? Masih jam pelajaran!"

Damn it!

Kami bertujuh menoleh ke belakang mendapati Arjun yang akan naik tangga di belakang bersama sekretarisnya ㅡLiviaㅡ yang membawa setumpuk proposal? Mungkin.

"Anu-"

"Ikut saya ke ruang osis!" perintahnya, memotong Marko yang akan beralasan.

Lagi-lagi berurusan sama Arjun. Kenapa sih hidupku selalu dikelilingi Arjun?

Aku melangkah pasrah mengikuti Arjun bersama antek-antekku, berbaris seperti anak itik satu persatu mengikuti ketua OSIS menaiki tangga untuk ke ruang OSIS.

"Eh sini gue bantu."

Samar-samar kudengar Nana menawarkan bantuan pada Livia yang memang ada di baris belakang.

Lihat saja pasti akan ditolak dengan ketus seperti Arjun kalau mau di bantu, ah- anak IPA memang seperti itu memandang sebelah mata anak IPS.

"Eh ..., nggak apa-apa?"

Aku melirik kebelakang mendengar balasan Livia.

"Nggak apa-apalah, namanya juga membantu sesama," ucap Nana halus sembari mengambil beberapa tumpuk kertas-kertas itu.

"Makasih ya," balas Livia dengan senyum tulus.

Loh?

Bugh

"Aww!" ringisan itu keluar dari mulutku, saat tak sengaja menubruk punggung Arjun yang berhenti dadakan.

"Jangan berhenti mendadak dong!" Aku mengusap jidat mulusku. Jangan sampai jidatku benjol karena menubruk tulang berjalan seperti Arjun.

"Kamu saja yang tidak memerhatikan jalan," ucapnya lalu membuka pintu ruang osis itu.

Kami bertujuh ..., salah! menjadi bersembilan ditambah ketua osis dan sekretarisnya memasuki ruangan berukuran sekitar 5×8 meter. Cukup luas tapi sangat berantakan, sudah bisa dipastikan kami yang disuruh kesini untuk membersihkan.

Kami berdiri berjajar setelah Nana membantu meletakkan setumpuk kertas yang dibawa Livia, sedangkan Livia duduk dan membuka-buka tumpukan kertas itu.

"Kalian-"

"Bersihkan ruang osis ini sampai rapi, saya nggk mau tau! Dan jangan ulangi kesalahan kalian!" potongku, menirukan gaya bicara Arjun.

Candra dan Janu yang mengapitku terkikik kecil, sedangkan yang lain menahan tawanya termasuk Livia yang sempat ku lirik ikut menahan tawanya, meski kelihatan sibuk dengan proposalnya.

Ada Rasa Di SMA? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang