21 : 05 p.m
Duk ! Duk ! Duk !
Siluet seseorang perempuan tampak melewati pintu kaca dengan sistem otomatis, melangkah memasuki lobi rumah sakit J Ssòpa.
Karena area lobi yang saat ini bisa terbilang cukup ramai, membuat salah satu seorang laki-laki secara tidak sengaja menabrak dirinya.
Perempuan itu menoleh dan berbalik,"Eh, maaf-maaf." Ucapnya sambil sedikit membungkuk.
Walapun bukan dirinya yang menabrak laki-laki itu lebih dulu, tetap saja perempuan bersurai pendek itu merasa bersalah dan meminta maaf.
Laki-laki itu hanya menatapnya dengan tatapan bingung. Ia berniat ingin angkat bicara dan meminta maaf. Namun, perempuan itu sudah lebih dulu berbalik meninggalkannya.
"Dasar aneh." Gumam laki-laki itu dan kemudian juga berbalik pergi.
Kembali kepada sang perempuan yang sekarang tengah menghampiri meja resepsionis. Di sana ia mendapati ada beberapa suster yang berjaga.
"Ruang pasien bernama Ika Tsyren Janng dimana ya, suster?" Tanyanya ramah kepada salah satu suster.
"Maaf, sebelumnya adek ini siapanya pasien?" Tanya suster itu balik.
"Keponakan pasien, suster."
Alih-alih mengangguk suster tersebut langsung mencari nama Ika Tsyren Janng di dalam sebuah buku daftar riwayat pasien rumah sakit ini.
"Baiklah. Lantai tiga, kamar kelas pertama Meganis."
Perempuan itu tersenyum dan mengangguk,"Makasih ya, suster." Ucapnya di balas senyuman dan anggukan pula oleh sang suster.
"Sama-sama." Jawab suster.
Setelah mendapatkan informasi yang di inginkan, ia segera pergi meninggalkan meja resepsionis menuju ke ruangan yang telah suster itu beri tahu.
Melewati beberapa koridor rumah sakit, mencari jalur anak tangga guna dirinya bisa sampai ke lantai tiga tanpa menggunakan lift.
Bukan tangga umum yang biasa di gunakan orang-orang, melainkan tangga darurat. Ada alasan tertentu kenapa ia lebih memilih menggunakan jalur evakuasi tersebut.
Di sela-sela perjalanan menaiki tangga sendirian, ia menyempatkan dirinya untuk singgah di salah satu persimpangan anak tangga.
Perempuan itu menarik salah satu lengan bajunya sedikit ke atas. Terlihat di pergelangan tangannya terdapat sebuah gelang perak di sana.
Melepas gelang perak itu dari tangannya, ia kemudian mengambil salah satu liontin berbentuk bulan sabit pada gelangnya.
"No estés triste, no llores, no te desanimes porque tu camino aún tiene un comienzo." Ucapnya sebelum menggores telapak tangannya menggunakan liontin tersebut.
Tidak di sangka-sangka, ternyata liontin itu ia jadikan sebagai objek untuk melukai telapak tangannya barusan. Alhasil cairan merah pekat keluar begitu saja dari sana.
"A ti te dedico un alma."
"Acepta aceptalo, antes que el cielo abra su pena.."
Tak ! Tak ! Tak ! Tak !
Setelah mengucapkan kata-kata itu, perempuan tersebut langsung menepukan telapak tangannya ke dinding secara berulang sebanyak empat kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Menthana
Mystery / ThrillerDisaat otak manusia mulai berevolusi. Hidup ataupun mati kau akan tahu. "Bisikan yang kalian dengar bukanlah dari mereka yang kalian sebut 'bukan siapa-siapa kami' melainkan.." Writer by @chocra