Happy reading!
“Bikin emosi emang, hidup yang awalnya adem ayem harus berkelahi dengan Ayla yang tiap menit ada saja gebrekannya.”
🪸
"Ayla, dengerin aku baik-baik. Aku bukan tukang yang jaga toko emas, apalagi tembaga. Pikiran kamu kenapa, sih? Kok, bisa-bisanya ngomong kayak gitu?"
Arkan sedikit kesal, oh bukan, sangat kesal sekarang. Bagaimana bisa Ayla menyamakan dirinya dengan orang-orang yang disebut istrinya barusan, padahal jelas-jelas ia seorang pimpinan perusahaan milik keluarga.
Ayla tergagap, tak menyangka respon Arkan akan seperti itu. Cukup berlebihan menurutnya. Kalau memang bukan yang jaga toko emas, kan, bisa langsung bilang nggak. Memang apa salahnya bertanya untuk memastikan. Aneh sekali.
"Cuma nanya perasaan, salah mulu deh. Lagian kalau bukan penjaga toko emas, kenapa minta dipanggil mas? Udah bener manggilnya om aja, malah diprotes. Aneh," ujar Ayla, lalu merebahkan diri dan menarik selimut hingga menutupi hampir seluruh tubuhnya. Hanya kening dan ubun-ubunnya yany terlihat sekarang.
'Pengin tantrum ya, Allah.'
Arkan mengepalkan tinjunya dengan rahang mengeras. Antara emosi dan gemas sendiri dengan manusia di sampingnya ini. Benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran gadis ini. Serius sudah 19 tahun? Kenapa polosnya kebangetan.
Arkan geleng-geleng, menepuk jidat berkali-kali. Pusing. 'Ya Allah, Umi. Anak siapa sih yang Umi jodohin sama Arkan? Kok, gini amat otaknya?'
Arkan mengambil bantal, beranjak menuju sofa dan membaringkan tubuhnya. Letih dan pusing bercampur, sedangkan sumber kepusingannya–Ayla–entah sudah terlelap atau belum, yang penting suaranya sudah tak kedengaran.
***
Pukul setengah lima pagi, Ayla terbangun mendengar masjid berbunyi. Ia mengerjap beberapa kali seraya mengumpulkan nyawa, saat kesadarannya telah penuh. Selimut yang membungkus tubuhnya disingkirkan.
"Om Arkan," gumam Ayla saat pandangan tertuju pada ke sofa di mana Arkan berada. Lelaki itu tampak pulas dengan tidurnya, seolah tidak ada beban sama sekali.
Gadis itu bergegas meraih handuk di cantolan dekat pintu dan berjalan ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian ia keluar dengan wajah yang cukup segar.
Arkan yang terbangun mendengar suara dari kamar mandi hanya mengangkat sedikit wajah. Awalnya agak kaget lihat penampakan perempuan, tetapi selang beberapa detik ia teringat sudah menikah dan itu istrinya. Namun, satu hal menarik perhatian lelaki itu hingga ia kembali manatap sosok di depan kamar mandi dengan mata memicing heran.
"Kamu gak mandi?" tanya Arkan, spontan saja kalimat itu keluar.
"Mandi kok, kenapa sih? Sampai gitu banget natapnya?" Yang ditatap sedemikian rupa tentu saja risih.
"Kenapa bajunya dipake lagi?"
"O ini ... anu, Om ... lupa bawa baju, koper Ayla masih di rumah semua. Nanti minta orang kirimin ke sini. Jadi, baju ini Ayla pake lagi, deh."
"Uhm, nanti kita belanja kalau gitu. Kamu siap-siap salat, saya wudu dulu." Arkan beranjak, sedangkan Ayna hanya berdeham menanggapi perkataan suaminya.
***
"Ar, udah ada rencana gak mau honeymoon ke mana?" tanya sang ibu.
Mereka kini berada di meja makan, menikmati sarapan bersama. Ayla tampak kikuk mendengar pertanyaan mertuanya. Bulan madu? Tidak pernah sekalipun dirinya berpikir ke sana.
Sementara itu, Arkan melirik istrinya yang sedang mengaduk-aduk makanan. Ia sedikit paham, mungkin Ayla takut. Terlebih dengan umur yang terkesan masih sangat muda.
"Belum ada, Mi. Lagian, menurut Arkan gak perlu ada acara honeymoon segala. Kan kerjaan di kantor banyak, entar kalau ditinggal lagi malah makin numpuk."
Alibi yang bagus, seharusnya Arkan menjadi guru bahasa Indonesia, bukan bekerja di kantor.
"Gitu ya, padahal umi udah pengen banget cepet-cepet gendong cucu. Pasti nanti anak kamu imut deh, Ar."
"Beli di swalan aja, Mi. Anak beruang ama panda banyak kok di sana. Kalau nunggu Om Arkannya punya anak kelamaan, lagian mana ada laki-laki lahirin anak," celetuk Ayla membuat Arkan dan ibunya membulatkan mata.
Ayla yang sadar akan ucapannya barusan lekas-lekas membekap mulut sendiri, kemudian geleng-geleng. Awalnya ia pikir mertuanya akan marah, tetapi yang terjadi malah sebaliknya.
"Haha, istri kamu lucu, Ar. Pinter stand up comedy, masukin academy stand up comedy aja bareng Raditya Dika," seloroh wanita paruh baya itu.
Arkan melongo. Astaga, jangan bilang ibunya baru saja ketularan penyakit polos tak tertolong milik istrinya. Mampus! Hidupnya kini berputar bersama dua wanita penuh aksi heroik yang tak terduga.
'Kukira stand up comedy cuma di TV, ternyata rumah ini juga,' batin Arkan nelangsa dengan kenyataan lucu yang barusan menimpa hidupnya. Entah ini berkah atau apa, ia sudah pasrah.
***
Bersambung ....

KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Gadis Polos [END-PROSES REVISI]
General Fiction[DALAM TAHAP REVISI] Menikah, tapi tak terlalu saling mengenal itu bagaimana konsepnya. Sudahlah menikah karena perjodohan, eh, yang dinikahi pun masih umur belasan tahun. Tahukan bagaimana rasanya memiliki pasangan yang masih golongan Gen Z? Ada sa...