02. Gea-nya Tian

29 2 0
                                    

Langit sudah gelap, Tian sedang membuat kopi di dapur.

Tadi, tidak lama setelah Gea tertidur, Gaga datang membawa sebotol bensin yang dipesan bunda. Gaga mengangkat tubuh Gea lalu memindahkannya ke kamar, sementara Tian menuangkan bensin pada tangki motor.

Setelah meletakkan Gea di kamarnya, Gaga menghampiri Tian.

"Gea udah gue pindahin. Lo mau nunggu anaknya bangun atau pulang aja?" Tanya Gaga sambil membantu Tian memasangkan tutup tangki.

Tian menutup botol bekas bensin lalu duduk di lantai.

"Gue pulang aja lah. Tapi Gea tadi bilang mau ada kerja kelompok sore, lo bisa bangunin?"

Gaga mengangguk.

Tian bangkit lalu menyalakan mesin motornya.

"Pulang dulu gue, maaf ga sempet pamit ke bunda. Kayaknya lagi tidur deh" Ujar Tian.

Gaga ikut bangkit.

"Gue mau ketemu ki-" Ucap Gaga menggantung.

Tian menoleh sesaat.

"Kina ya? Rumah sakit udah berkali kali tanya lo. Kina udah sampai di puncak." ujar Tian kemudian kembali duduk.

Gaga menggaruk tengkuknya. "Takut gabisa gue, Ti." Timpalnya.

Tian mengangguk mengerti. Dia juga pernah ada di posisi itu, dia mengerti dengan sangat apa yang dirasakan Gaga.

Tentang rasa takut untuk kehilangan.

"Ti kalau nanti Kina pamit, gue harus cari kemana?" Tanya Gaga, Tian menanggapinya dengan senyum tipis.

Seperti sebuah sengatan listrik, usapan tangan Tian di punggung Gaga menyadarkannya dari lamunan.

"Kalau Kina pamit, lo gak perlu cari kemana mana. Karena Kina ada dimanapun lo berada."

"Gue gak bisa."

"Lo mau bilang gak bisa hidup tanpa Kina disaat Kina sekarang udah sampai limit. Ga, Kina udah berjuang keras, sekarang saatnya dia berhenti berjuang. Lo mau egois sampai mana lagi?"

Hatinya sangat perih. Tidak dapat dipungkiri kalau Gaga sudah cinta setengah mati pada Kina mengingat dia sudah memiliki rencana untuk melamarnya.

Mau tidak mau, cepat atau lambat ia harus mengembalikan apa sudah jadi milik tuhan.

"Tian, gue gak pernah gagal."

"Justru ini bukan kegagalan. Lo berhasil bertahan sejauh ini dengan Kina, lo berhasil bikin Kina jadi orang penting di hidup lo." bantahnya cepat. Kini keduanya terdiam dalam hening yang mencekam.

Kemudian Tian bangkit dan menepuk pelan pundak kokoh Gaga. "Ga, belajar ya. Kasihan Kina kalau lo begini terus."

Setelah menyeduh kopi, Tian duduk di kursi kamarnya yang menghadap jendela. Matanya menangkap kedatangan kedua orangtuanya yang baru saja pulang bekerja.

Ibu Tian bekerja sebagai pengurus keuangan di klinik milik tantenya, sementara ayahnya bekerja sebagai juru masak di salah satu restoran ternama di kota ini.

"Jam delapan ini. Harusnya istri itu sudah di rumah sebelum suami pulang." Sindir sang nenek.

Ibu Tian melirik sebentar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MAZE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang