Kost 1874. Aku menyebutnya seperti itu, karena terdapat tulisan dari semen berbentuk angka 1874.
Cerita yang akan aku tulis ini bukan untuk sebuah iklan rumah kost!
Kita mundur sejenak, setelah lulus SMA aku melamar pada sebuah pabrik cat. Jarak kota asalku dengan kota Malang lumayan dekat, pertama kali datang seorang teman satu kotaku Ica yang setahun lebih dulu bekerja di tempatku bekerja menyarankan untuk mencari kost saja.
Beberapa kenalan menyarankan untuk mendatangi sebuah rumah kost yang berada di pemukiman padat penduduk.
Pertama-tama aku jelasin dulu letak rumah kost 1874 ini, lokasinya berada di tengah-tengah padatnya pemukiman penduduk dengan jalan kecil yang hanya bisa di lewati oleh satu motor.
Rumah kost ini menghadap ke arah barat, dengan lebar sekitar 6 meter dan panjang 8 meter. Memang terlihat sangat kecil untuk ukuran sebuah rumah, namun rumah kost yang aku tempati itu memiliki 4 Lantai.
Bu Wiwin menjelaskan jika harga sewa rumah kost itu hanya 120rb perbulan, harga yang sangat murah sekali menurutku untuk sebuah rumah kost.
Kamar yang akan aku tempati berada di lantai tiga. Lantai satu di gunakan sebagai ruang tamu dan dapur umum di bagian belakang, antara ruang tamu dan dapur hanya di beri pembatas triplek tipis berwarna putih.
Dari pintu masuk rumah kost akan langsung terlihat sebuah tangga kecil seukuran orang dewasa, lebar tangga tersebut hanya sekitar 20cm. Dengan tralis besi sebagai pembatas di pinggirnya.
Kemudian di lantai dua terdapat satu kamar ukuran mini, aku bilang mini karena luas kamar hanya muat untuk satu ranjang tidur. Setiap lantai mempunyai kamar mandi, jadi rumah kost 1874 ini memiliki 4 kamar mandi kecil di sisi kiri tangga. Lantai dua memiliki satu kamar dan ruang kosong yang biasa di gunakan untuk bersantai.
Di lantai tiga ada dua kamar yang ukurannya persis seperti kamar di lantai dua tadi. Jadi di lantai tiga tempat kamar yang aku huni itu sangat sempit. Di lantai empat pun tak jauh berbeda dengan lantai tiga, ada dua kamar dan satu kamar mandi kecil.
Lantai dua dan seterusnya memiliki teras kecil dengan pembatas ukiran dari semen. Teras tersebut juga di gunakan sebagai tempat menjemur baju, karena terbatasnya tempat.
Bangunan rumah kecil berlantai empat itu di tata serapi mungkin, sangat jelas jika bangunan itu baru saja mengalami renovasi.
Selain aku ada dua gadis yang sudah menyewa rumah kost terlebih dahulu. Awalnya memang sedikit ada keraguan dalam benakku, mungkin bangunan rumah kost terlihat bagus namun, ada suatu perasaan aneh yang menjalar pada diriku saat pertama kali melihat rumah dengan bangunan empat lantai tersebut.
Singup! Itu lah yang pertama kali kulihat pada rumah kost 1874 tersebut. Tak bisa ku jelaskan secara terperinci karena ada sesuatu yang tidak ingin ku jelaskan.
Kita mulai ke inti ceritanya. Bagiku cerita ini benar-benar menyeramkan karena aku sendiri yang mengalaminya.
***
Sore itu setelah pulang kerja di hari pertama, badan terasa capek dan letih ingin segera beristirahat.
Pada masa itu belum ada gojek, jadi kalo pulang pergi berangkat kerja harus naik angkot berwarna biru tua.
Sekitar pukul 4 sore aku sudah baru saja turun dari angkot, tinggal menyusuri gang sempit dengan banyaknya motor yang terparkir di kanan kiri jalan lalu belok ke kanan sudah terlihat rumah kost.
"Baru pulang Sa? Kelihatan capek sekali kamu." Sapa seorang gadis bernama Wina.
"Iya Win, maklum baru pertama kali masuk kerja soalnya." Jawabku sambil menyunggingkan senyum ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH KOS 1874
HorrorKadang sebagian orang akan tergiur dengan harga yang relatif murah tanpa memikirkan dampak negatifnya. begitu juga yang di alami oleh seorang gadis bernama Alexsa. gadis perantau asal kota Jember ini harus indekos di sebuah rumah kecil berlantai emp...