Happy Reading!
_____________
"SAMPAI di sini ada yang ingin ditanyakan?""Saya, Kak," ucap seorang perempuan dari barisan depan sembari mengangkat tangan kanannya.
"Iya, silakan."
"Untuk Kakak sendiri yang katakanlah sudah sukses di usia muda, apa Kakak punya patokan untuk mahar pernikahan Kakak nanti? Dan apa mahar yang sedikit akan menjadi masalah buat Kakak melihat perjuangan Kakak sampai di titik ini bukanlah hal yang mudah? Sedangkan di samping itu menikah adalah tujuan yang baik. Terima kasih, Kak. Saya Dania," tutup sang penanya dengan seulas senyum, kemudian kembali duduk di tempatnya.
Marwah yang mendapatkan pertanyaan barusan ikut tersenyum. Pagi ini ia memenuhi undangan sebagai pemateri untuk acara seminar khusus muslimah yang berbicara masalah batasan dalam bergaul dengan lawan jenis. Itu adalah tema yang sangat menarik untuk dibagikan mengingat orang-orang di jaman sekarang ini tidak lagi melihat kedekatan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram sebagai masalah.
"Bagus sekali pertanyaannya, Dania," ujarnya mengapresiasi. "Baiklah, kalau begitu saya akan mencoba menjawab."
"Saya sendiri sejauh ini tidak pernah mematokkan mahar untuk pernikahan saya nanti. Kenapa? Alasan pertama mungkin terlihat agak lucu. Saya tidak tahu berapa mahar yang diminta di daerah saya pada umumnya. Saya kurang peka masalah itu, didukung oleh pekerjaan Abi saya yang mengharuskan kami untuk berpindah-pindah kota. Saya pernah tinggal di Jogja ini sewaktu umur delapan tahun, lalu pindah ke enam kota lainnya setelah itu. Baru kemudian saya menetap lagi di kota ini semenjak dua tahun ke belakang. Dari situ saya memang kurang memperhatikan budaya suatu daerah," jelas Marwah yang mendapat anggukan dari banyak hadirin yang tengah menyimak.
"Kedua, saya tidak mematokkan karena menikah adalah tujuan yang baik seperti yang dikatakan Dania tadi. Kalau ada yang berniat begitu, masa iya harus saya persulit jalannya hanya karena ia punya sedikit? Bahasa lainnya, masih Alhamdulillah ada yang mau berniat serius dengan saya. Toh, masih banyak di luar sana yang beraninya hanya sampai pada titik pacaran."
Hadirin mengangguk-angguk lagi sembari menoleh ke arah kiri dan kanannya, setuju akan apa yang dipaparkan olehnya barusan.
"Yang ketiga, saya masihlah orang biasa. Sukses di usia muda tidak menjamin saya adalah orang yang baik, orang yang salihah, orang yang selalu dekat dengan Allah. Saya bukan penghafal Qur'an, saya bukan ahli surga, dan saya masih punya banyak kekurangan. Saya juga tidak cantik, jejeran prestasi saya juga tidak sebanding dengan orang-orang di luar sana. Siapa saya untuk harus meminta mahar yang tinggi?"
Hadirin spontan menepuk tangan tanpa aba-aba. Sorot mata mereka tampak berbinar tanda kagum akan penjelasan Marwah.
"Aku punya uang lima ratus ribu sekarang ...," seru seorang laki-laki di ujung pintu mengundang perhatian. Hadirin yang ada di sana merasa heran, begitu pun Marwah. Pasalnya seminar ini memang khusus perempuan. Bagaimana bisa laki-laki ini menyempil masuk?
Namun, bagian itu bukanlah yang terpenting. Mereka lebih penasaran lagi mengenai maksud dari perkataannya barusan.
"Lalu?" Marwah bertanya.
"Tadi kamu bilang bahwa kamu tidak mementingkan jumlah mahar sama sekali. Kalau begitu, dengan uang lima ratus ribu yang aku punya ini, aku menginginkan pembuktianmu." Laki-laki berperawakan tinggi itu menjeda kalimatnya untuk beberapa saat, membuat yang lain semakin penasaran akan kalimat selanjutnya.
"Aku Faras, dan maukah kamu menikah denganku?"
*****
mau bilang apa ke Faras?
mau bilang apa ke Marwah?
kenapa kalian bisa ke sini hei?
oke, sampai ketemu di part selanjutnya!
- Serpihan -
Aceh, 15 April 2021Bismillah, semoga cepet kelar ini karya. sebenarnya ada beberapa naskah lainnya yang lagi aku tulis, sampe aku sendiri udah nggak tau karya mana yang sebenarnya karya pertamaku. tapi, doain aja yang ini bisa beneran selesai, ya. jadi karya pertama yang beneran jadi. Aamiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERPIHAN
General Fiction"Coba tebak ... antara satu sampai sepuluh, kegantenganku nomor berapa?" "Tebak? Apaan? Minta pendapat kok malah tebak." "Karena memang udah ada ukuran pastinya." Marwah menatap jengkel untuk ke sekian kali. "Pilihan minus enggak ada? Minus yang pal...