Dream25: Kepada Semua Saksi Masa Lalu

21 11 2
                                    

Aku tahu, aku harus melakukannya.

Gadis itu berbisik pada dirinya sendiri dalam hati.

Inilah tugas yang Schatten percayakan kepadaku.

Dingin angin malam berhembus menyibak rambut hitamnya yang serupa langit malam, mengantarkan pula gemerisik dedaunan yang seolah meyakinkan bahwa gadis itu tidaklah berjuang sendirian.

Sejak tadi melarikan diri demi mencapai titik ritual di hutan, membuat gadis itu tidak teramat memperhatikan mereka yang membuatnya dipacu berlari. Namun kali ini, di mana ia berdiam di atas pijakan kedua kakinya yang tak bergeser, menghadapi langkah-langkah mereka yang mendekat, sosok-sosok siluet yang cukup bisa dilihatnya di antara remang hutan yang tak terlalu rapat pepohonannya itu, kini mulai dikenalinya gurat demi gurat ciri khas profil masing-masing.

Seorang tetangganya yang selalu mengantarnya ke Akademi tiap pagi dengan lambaian tangannya yang memegang alat penyiram bunga.

Seorang guru favorit dari kelas sebelah.

Seorang anak periang yang menjadi salah satu teman dekat adiknya.

Seorang wanita baik hati yang tak pernah sungkan menghadiahinya rangkaian bunga.

Seorang pria petugas sampah yang selalu mampir ke Akademinya tepat ketika jam belajar berakhir.

Mungkin tidak bisa dipercaya, tetapi Naomi benar-benar mengenal semua orang di Farbelwin. Di kotanya yang kecil itu, apa yang tak pernah berubah Naomi lakukan sejak kecil adalah menjadi gadis paling ramah yang senantiasa tersenyum menyapa semua orang. Karena Naomi menyukainya—melihat balasan senyum dari orang-orang yang disapanya dengan ramah, atau menerbitkan kecerahan di wajah-wajah mendung itu dengan senyumnya.

Ah, benar juga. Mungkin sebab itulah Naomi terseret arus kutukan terlupanya mimpi di Kota Farbelwin tanpa sadar. Sebab Naomi hanya senang mengira dirinya telah berhasil membebaskan kebahagiaan di kotanya, semenjak kutukan itu mengakar kian kuat.

Padahal nyatanya, gadis itu hanya membenarkan kepalsuan yang manis.

Mereka semua memanglah orang-orang yang kusayangi. Karena itu—

—meski harus dengan satu-satunya cara yang tidak ingin kulakukan ini, aku akan menyelamatkan mereka!

***

Akhirnya, Naomi melepaskan kedua tangannya. Menggerakkan kuda-kudanya meniti langkah di antara batang-batang pepohonan yang acak, serta mengetatkan jemari pada gagang pisaunya yang berdenyar.

Para warga di depannya itu semua bertangan kosong, namun serangan buas mereka tak bisa diremehkan. Yang paling mengganggu Naomi adalah meskipun tatapan dan keseluruhan dari orang-orang yang dikendalikan kutukan itu hampa—persis mayat hidup—pergerakan mereka semua sama sekali tidak lamban. Cepat, seperti seorang musuh dengan kesadaran penuh. Dan yang lebih penting lagi, tanpa ragu—satu hal yang tidak akan bisa dibalas setara oleh Naomi.

Walau begitu, gadis itu tidak berhenti.

Satu jalur sabetan pisaunya berhasil menumbangkan dua orang sekaligus—masing-masing di lengan dan sisi perut. Tak ada setetes pun darah yang tumpah—Naomi bersyukur akan efek magis di pisaunya itu. Hanya kehilangan kesadaran karena efek pelepasan kutukan, seperti yang dikatakan Schatten.

Kau tidak akan membunuh mereka.

Meskipun begitu, bukankah Naomi tetap saja melukai mereka? Apa para warga kota yang dikendalikan kutukan Bintang Hitam itu tetap bisa merasakan sakit? Ataukah mereka sepenuhnya tidak tahu apa-apa selain terjebak dalam kegelapan tak berujung? Atau jangan-jangan, kesadaran mereka masih tersisa, untuk melihat Naomi yang menyerang mereka semua dengan pisau—

The Dreamless LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang