Kegalauan Zoro

555 48 13
                                    


Sebatas Nakama chapter 3

Galau

1

2

3

Vote !


___________________ ♤○♤___________________


Meskipun dalam kondisi setengah pingsan, namun Zoro masih bisa mendengar tawa renyah dari Sang Arkeolog. Hal itu membuat dadanya kembali berdesir aneh.
"Apa yang terjadi padaku?" Batin Zoro. Jujur saja, ia merasa terganggu dengan perasaan aneh itu.

Zoro adalah orang yang tidak suka menyimpan keragu-raguan. Ia tidak akan berlama-lama larut dalam kebimbangan, dan berpikir untuk segera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.

🌸🌸🌸

Franky, Sanji, dan Zoro kembali ke aktivitas masing-masing. Di mana Franky melanjutkan kegiatannya memeriksa dan memperbaiki sunny go setelah melakukan pelayaran yang luar biasa. Sanji kembali ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Sementara Zoro duduk di dek rumput dengan bersandar di pagar sembari melakukan perawatan pada ketiga katana kesayangannya.

Zoro' POV

Senyuman itu. Mengapa aku tidak bisa mengabaikan senyuman dan tawa dari wanita itu? Menyebalkan sekali!

Aku yakin perasaan ini timbul sejak kejadian di pinggir pantai waktu itu.

Ah.. benar..

Apa yang aku lakukan? Kenapa aku melakukan hal seperti itu?

Waktu itu.., aku bertindak hanya berdasarkan dorongan naluriku. Aku tak tahan mendengar bibirnya terus merapalkan kutukan untuk dirinya sendiri karena merasa lemah. Aku hanya ingin membungkam mulutnya yang berisik dan berhenti menganggap bahwa dirinya adalah beban untuk kru. Jujur saja, tingkahnya itu membuatku sedikit panik, dan yang bisa aku lakukan adalah menciumnya.

Nyatanya apa yang aku lakukan itu cukup efektif membuatnya diam dan jauh lebih tenang.

Bukankah itu sesuatu yang wajar dilakukan oleh seorang teman?

Tapi mengapa semua begitu menggangguku akhir-akhir ini. Aku tak bisa melupakan lembut bibirnya dan rasa nyaman memeluknya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Aku harus mencari tahu. Tapi bagaimana caranya?

Sepertinya aku harus bertanya pada seseorang. Tapi siapa?

Luffy?
Tidak mungkin. Dia jauh lebih bodoh dariku.

Ero-cook?
Yang benar saja! Akan sangat melukai harga diriku jika sampai bertanya padanya.

Nami?
Kira-kira berapa uang yang harus ku bayar untuk berkonsultasi padanya? Aku tak punya uang!

Brook?
Kakek tua mesum itu memang terkadang bisa bersikap layaknya orang dewasa. Tapi tetap saja, dia mesum. Jawabannya pasti sesuatu yang ngawur dan tidak bisa dipertanggung-jawabkan.

Usopp?
Tidak mungkin.

Franky,
apalagi?

Bagaimana dengan Chopper? Dia adalah seorang dokter yang memiliki kompetensi dalam medis. Tapi untuk gejala yang tidak begitu jelas seperti yang aku alami ini, apakah dia juga bisa memahaminya?

Robin?
Semua ini karenanya. Dia adalah orang yang pandai bukan? Dia pasti bisa memprediksi apa yang terjadi padaku. Yah... sepertinya bertanya padanya adalah pilihan terbaik.

Normal Pov

Zoro masih terus membelai katana kesayangannya. Namun pikirannya tidak fokus dengan apa yang sedang ia kerjakan. Pikirannya sibuk menganalisa tentang apa yang belakangan membuat hatinya gelisah.
Tanpa sadar, ia mendesis kesal seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tingkah anehnya mengundang perhatian dari sang dokter kapal.

"Zoro, apa kepalamu sakit? Sini biar kuperiksa." Tanya sang Dokter kapal dengan wajah polosnya.

Zoro melonjak kaget mendengar chopper menginterupsi lamunannya. "Oh.. em.. tidak.. tidak ada apa-apa chopper. Aku baik -baik saja." Kata Zoro berusaha menguasai dirinya sendiri.

"Hm..?" Chopper mengerutkan kening. "Lantas mengapa kau terus-terusan memegangi kepalamu?" Tanyanya lagi.

"Ehm.. ini hanya gatal. Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. " terang Zoro berusaha membuat chopper berhenti mengkhawatirkannya.

"Souka... syukurlah kalau begitu." Tanggap Chopper lalu kembali menumbuk ramuan obat-obatan yang berada di depannya.
Zoro pun menghembuskan nafas lega setelah berhasil lolos dari pertanyaan menuntut sang Dokter kapal.

Tapi..

"Mengapa aku gugup? Mengapa aku harus berbohong? Bukankah seharusnya ini menjadi kesempatan yang bagus untuk berbicara dengan chopper mengenai gejala yang aku alami?" Batin Zoro.

Zoro kembali mendengus kesal. Ia juga berdecih lirih agar tidak mengundang perhatian Chopper.

Sejenak Zoro memikirkan alasan mengapa ia memberikan reaksi spontan seperti itu.

Lalu setelah beberapa saat merenung, zoro akhirnya menyadari sesuatu.

Perihal apa yang ia alami dan ia rasakan memang semestinya tidak diketahui banyak orang. Apalagi tentang bagimana cara zoro menenangkan Robin. Seharusnya cukup dirinya dan Robin saja yang tahu. Dan itu artinya, ia tidak bisa sembarangan bercerita kepada siapapun.

Masih melakukan perawatan pada Emma, Zoro mengedarkan pandangannya keseluruh geladak kapal mencari sosok gadis yang akhir-akhir ini menyita perhatiannya. Netranya menemukan sang gadis tengah berbaring dengan nyaman di kursi santai sembari membaca buku dan menyeruput segelas jus jeruk yang baru saja ia terima dari Sanji.

Siapa sangka bahwa gadis yang sedang dalam perhatian Zoro itu sudah berusia kepala tiga? Lebih tua 9 tahun darinya. Gadis itu memiliki tubuh ideal dengan buah d*** yang cukup besar dan rambut hitam legam yang indah. Jika kau di dekatnya, kau akan mencium aroma bunga yang begitu memabukkan.

"Aduh, apa yang aku pikirkan." Batin Zoro seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia juga merasakan pipinya terbakar dan pedang yountoryunya yang memberontak. Sejak kapan pendekar pedang menjadi mesum seperti itu?

Zoro menghirup napas dalam dan membuangnya perlahan. Apa yang terjadi padanya sudah sangat aneh. Ia tak bisa berlama-lama seperti itu. Ia bertekad untuk segera berbicara dengan Robin.

"Lebih cepat lebih baik." Bisik Zoro pada dirinya sendiri yang melihat kesempatan bahwa Robin sedang sendirian saat ini.

Pendekar pedang beraliran santoryu itu menyarungkan pedangnya yang belum selesai ia bersihkan dan hendak beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri Robin.

Namun tiba-tiba...

"Robin-chwan... makan siang sudah siap." Panggil Sanji dari ambang pintu dapur. Sang koki kapal itu masih mengenakan apron dan sendok sayur ditangan kanannya.

"Ehm.. baiklah. Aku akan membangunkan Nami kalau begitu." Tanggap Robin dan segera beranjak pergi dari kursi santainya menuju kamar.

Di sisi lain, Zoro harus menunda konsultasi dengan Robin. Ia berdecih kesal dan cemberut kecewa. Dengan langkah malas, ia menggerakkan kakinya menuju ruang makan, masih harus menunggu waktu yang tepat untuk berbicara dengan Robin.

Tbc.
31 agustus 2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sebatas Nakama | ZorobinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang