2.🍁

190 68 9
                                    

"Ohh shit"

Jeno terkejut, terdengar jelas suara seorang wanita mengumpat disana.

Tak hanya Jeno, semua orang yang ada di dalam ruangan spontan melihat ke arah sumber suara. Jeno dengan sigap membantu wanita di hadapannya yang hendak berdiri.

"Maaf aku gak sengaja," ujar Jeno sembari memegang lengan wanita yang sempat di tubruknya tadi.

"Iya gapapa-gapapa. Cuma refleks," jawab wanita itu.

Karena sudah berdiri dengan benar, Jeno melepaskan pegangannya. Kini dirinya menatap sang wanita. Tidak secara terang-terangan. Dia menunduk, masih sedikit merasa bersalah.

"Pada ngeliatin apa? Kerja-kerja!" Ujarnya pada para pelayan di sana yang masih menatap ke arah dirinya dan juga Jeno.

Lantas semua orang langsung sigap pada pekerjaannya masing-masing. Tidak ingin di marahi lebih jauh oleh si pemilik kafe.

"Lo yang barusan ngelamar kerja itu?" Tanya Arine, sembari menatap Jeno dari atas sampai bawah dengan mata sinisnya. Iya, Arine nama wanita ini.

Jeno hanya mengangguk kukuh sebagai jawaban. Melihat itu, Arine mengangguk mengerti.

"Gue Arine. Yang punya kafe ini," sambungnya memperkenalkan diri.

"Nama saya Jeno, mbak," sahut Jeno, lantas membalas uluran tangan wanita di hadapannya.

"Ck, panggil aja nama gue. Kita seumuran kok..."

"Keliatannya sih, gitu."

Lagi dan lagi, Jeno mengangguk. Setelah mengatakan itu, Arine pergi dari hadapannya. Masuk ke dalam ruangan yang sempat ia masuki tadi tanpa berbicara lebih padanya.


🍁🍁🍁


pagi-pagi sekali Jeno sudah bangun dari tidurnya. Membereskan rumah, menyiapkan sarapan, setelah itu bersiap hendak pergi bekerja. Lelaki bersurai hitam itu benar-benar semangat untuk menjalankan tugasnya hari ini. Ini adalah hari pertama Jeno bekerja. Dia tidak boleh membuat masalah.

Menggoes sepedanya dengan tenang, Jeno menghirup udara pagi hari yang masih bersih dari polusi. Menikmati setiap hembusan angin yang menerpa wajahnya. Jarak rumah pamannya menuju kafe tidak terlalu dekat. Maka dari itu Jeno sudah berangkat pagi-pagi sekali agar tidak terlambat.

Dia hanya memiliki sepeda sebagai satu-satunya alat transportasi untuk menuju kesana. Jika harus menaiki bus, dia hanya akan menghabiskan uang untuk membayar ongkos. Tidak, Jeno harus hemat demi menyambung hidup.

Berada di dalam perjalanan selama kurang lebih 25 menit, akhirnya Jeno sampai di lumiére café. Dia segera memarkirkan sepeda di parkiran tempat para pekerja. Lantas masuk ke dalam sana.

"Oh..sudah datang, selamat pagi," sapa wanita paruh baya yang mewawancarai Jeno kemarin. Setahu Jeno, namanya Sunmi. Iya, bibi Sunmi. Jeno yang baru saja ingin masuk ke dalam ruangan, langsung berhenti dan tersenyum saat wanita itu menyapanya.

"Pagi bi.." jawab Jeno sesopan mungkin.

"Duduk dulu di situ, sebentar." Ucapnya lagi yang membuat Jeno mengangguk. Sepertinya Jeno sering sekali mengangguk hingga dia lupa cara berbicara 'iya' sebagai jawaban.

Tak ada pilihan lain selain menurut, Jeno duduk pada salah satu kursi yang ada di ruangan itu. Tak lama, bibi Sunmi datang bersama seorang lelaki seumuran dengannya yang memakai pakaian seragam. Di tangan lelaki itu juga ada pakaian sama persis yang ia kenakan.

REVENGE : Maple Leaf Sheets || Ljn  [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang