O7

97 24 6
                                    

Dengan memakai earphone yang menyala sebelah, Isabella memejamkan matanya sembari menikmati alunan musik di telinganya. Dia menghela napas berat, ini kesekian kalinya cewe itu menghela napas, berasa punya beban yang berat.

Di malam minggu ini, harusnya dia lagi main bareng pacarnya sekerang. Tapi akhirnya di sini lah dia menghabiskan malam minggunya, di rumah. Firasat Isabella beneran terjadi, dia udah mikir dari kemarin kalo agenda pacaran mereka pasti batal.

Namun, alesan mereka gak jadi main bukan seperti yang dikatakannya kemarin. Tadi siang, akhirnya Seunghun mengabari dirinya. Sedikit lega karena pacarnya membalas pesannya, sisanya kecewa dan sedih karena Seunghun ngebatalin janji jalannya setelah menghilang selama 3 hari.

Isabella udah mau ngamuk pas baca chatnya. Rasanya dia kaya lagi dimainin semesta. Dari pacarnya yang tiba-tiba ngilang dan pas muncul malah ngebatalin janji, trus dighosting sahabatnya sendiri. Jujur aja, Isabella sedih banget.

Dia sampai nangis begitu dikabarin Seunghun. Walaupun dia udah mikir pacarnya bakal ngelakuin ini, tapi gak bisa dipungkiri kalo dia masih berharap cowonya bakal mengusahakan agenda hari ini.

Udah bukan yang pertama kali juga Isabella diginiin pacarnya. Anehnya dia masih memaklumi karena mereka masih sama-sama manusia. Sekarang Isabella mikir, ada benernya jangan berharap sama manusia.

Ia menangis cukup lama, nangisin ini dan itu. Dan sekarang Isabella menyesal karena udah nangis gak jelas yang ngebuat matanya menjadi sembab. Dia gak berani keluar kamarnya karena malas diinterogasi Mamanya, mengingat sifat orang tuanya yang sangat kepo itu.

Namun, dirinya terpaksa keluar dari kamar ketika listrik di rumahnya mati. Selain karena takut sendirian di kamar yang gelap, ia juga berpikir bahwa matanya tidak akan terlalu terlihat di tengah kegelapan ini.

Lagi pula, sekarang Isabella hanya berdua dengan Mamanya di rumah yang lumayan besar dengan sedikit pencahayaan. Papanya lagi lembur di kantor, sedangkan Sejun lagi menikmati malam minggu bersama teman-temannya di luar sana.

Matanya terbuka, melihat langit-langit ruang tamunya dengan penerangan yang terbatas. Suara hujan di luar sana terdengar ke telinganya. Hujan udah turun dari satu jam yang lalu. Sepertinya semesta sangat mendukung kesedihan Isabella sekarang.


Di tengah kegiatannya yang lagi menikmati alunan musik dari handphone-nya, samar-samar suara ketukan terdengar di telinga Isabella. Ketukan jendela, ada seseorang yang mengetuk jendelanya dari luar. Jarak dari dirinya duduk itu gak terlalu jauh dengan pintu masuk di ruang tamu, makanya dia bisa mendengar suara ketukan itu.

Matanya melirik pintu yang tertutup rapat, lalu ia memastikan kembali kalo dia gak salah dengar setelah melepaskan earphone yang menyangkut di telinganya. Sebenarnya, Isabella penakut. Dan sekarang dia benar-benar ketakutan, takut kalo yang ketuk jendelanya bukan manusia karena gak terdengar suara sama sekali selain ketukan jendela.

Dengan perlahan Isabella bangun dari duduknyasembari menetap jendela serta pintunya dengan tatapan horror, dan beranjak mendekati pintu. Jendelanya diketuk lagi, tapi gak ada suara orang memanggil. Lagian, siapa yang mau bertamu di tengah deresnya hujan sekarang?

Ia berdiri di depan pintu, gak langsung membuka pintunya, tapi mengintip sedikit dari jendela. Dari tempatnya, Isabella cuma melihat punggung yang terasa gak asing di matanya.

Pelan-pelan Isabella membuka sedikit pintunya dan mengarahkan senter handphone yang telah dihidupkan ke arah seseorang yang lagi berdiri tidak jauh dari pintu rumahnya. Kalo diliat, kakinya napak di lantai sih. Jadi harusnya aman, ya.

"Siapa, ya?" Isabella bertanya seraya maju beberapa langkah mendekat ke posisi orang itu berada.

Mendengar suara Isabella, lantas orang itu memutar badannya berhadapan dengan cewe mungil itu. Ketika wajahnya mau disenterin,  orang itu keburu mendekat dan menghambur ke pelukan Isabella. Wajahnya ia sembunyikan di curuk leher cewe mungil dalam peluknya itu.

Isabella tertegun. Dirinya kaget karena dipeluk secara tiba-tiba, apalagi pas tau yang siapa yang memeluknya itu.

"Sa..." Dia memanggil Isabella dengan suara beratnya

Isabella bergeming selama beberapa detik. Kemudian, kedua tangannya meraih kepala yang berteger di bahunya. Menangkup pipi sedikit chubby orang itu dan menariknya mendekat ke wajah Isabella.

Meskipun gelap, Isabella tetap bisa melihat wajah orang di hadapannya itu dengan jelas.

"SUBIN ANJINGGG, muka lo kenapaaa??!!!" tanya Hana kaget melihat wajah sang lawan bicara yang penuh luka.

Orang itu— Subin — tidak menjawab pertanyaan dari Isabella. Yang dilakukannya hanya meraih dan menggenggam tangan Isabella yang ada di pipinya, serta mengusapnya dengan lembut.

Sebelum Isabella sempat mengeluarkan pertanyaan lagi, Subin lebih dulu mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya di bibir Isabella dengan cepat, memberikan kecupan lembut.

Isabella bergeming. Semuanya berjalan dengan sangat cepat. Raut kaget di wajahnya terlihat sangat jelas, tidak bisa disembunyikan. Yang pasti, mukanya memerah. Namun, karena lumayan gelap jadi gak terlalh keliatan.

Setelah beberapa menit, kesadarannya telah kembali. Dia langsung mendorong Subin hingga tubuhnya mundur beberapa langkah.

"????LO NGAPAIN ANJINGGGG???!!!!" serunya setelah memproses apa yang terjadi.

Yang didorong hanya menyengir tanpa dosa, "Sorry, kelepasan." jawabnya dengan santai seraya menarik tubuh Isabella ke pelukannya lagi, "gue kangen banget sama lo, sampe mau mati rasaya."

Isabella menghela napas, lalu membiarkan dirinya dipeluk oleh Subin. Dirinya kembali khawatir terhadap temannya itu.

"Lo gapapa, kan?" tanya Isabella memecah keheningan yang terjadi selama beberapa detik di antara mereka.

Subin menjawab dengan santai, "Gua gak kenapa-napa, malah jadi sembuh abis liat lo."

"Sinting banget, anjing. Tunggu bentar di sini, gue ambilin handuk dulu."

Isabella akhirnya masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Subin sendirian di teras. Cowo itu berjongkok, meraba wajahnya yang terasa ngilu.  Dirinya menjadi emosi kembali setelah tidak sengaja mengingat kejadian yang menyebabkan wajahnya seperti itu.

Dalam hatinya, ia masih memaki dan mengumpati sang pelaku.

"Anjing banget tuh anak. Muka gue jadi sakit, bangsat." gerutunya.

Subin meringis kesakitan begitu merasakan nyeri di bibirnya. Lalu, sedetik kemudian dia terpaku dengan tangan yang megang bibirnya dan muka yang memerah.

"Tadi gua abis ngapain..." dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya,  menahan rasa malu serta seneng di dalam dirinya. Jantungnya juga berdegup kencang ketika mengingat apa yang terjadi barusan, "anjinggggg, jadi rasanya ciuman tuh kaya gitu ya..."

"Udah gila lo, Subin."

Aduh gimana nih? Subin jadi seneng parah karena gak sengaja kepencet tombol ciuman di otaknya. Kali ini, intrusive thoughts menang. Subin beneran ngalakuin itu secara spontan tanpa mikirin akibatnya.

Tapi, gak ada penyesalan yang dirasain Subin sekarang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

friendshit, jung subin.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang