Awal tahun 2021, saat sekolah menengah atas sedang berada di semester 2 seorang anak laki-laki melangkah keluar dari ruangan kepala sekolah.
Jam di tangannya menunjukan angka 9. Dia berjalan menuju sebuah kelas bertuliskan XI IPS 1. Dengan seragam yang terlihat kumal dia melangkah masuk ke dalam kelas.
Tidak ada guru di kelas itu, siswa dan siswi sedang asik menikmati jam kosong. Melihat ada seseorang yang memasuki kelas mereka, manik mata semua orang tertuju kepada laki-laki yang kini tengah berdiri di depan pintu kelas.
Tidak ada yang mengenali siapa laki-laki itu. Sebagian mulai mengalihkan pandangan dari laki-laki yang tak jelas asal usulnya. Sebagian lagi masih menatap laki-laki itu yang belum menjelaskan siapa dirinya.
Tidak ada yang membuka suara sampai laki-laki itu memulai membuka percakapan. Sebuah kalimat basa basi.
"Ini kelas XI IPS 1, kan?" ujarnya pura-pura bertanya padahal di atas pintu ada papan yang sudah jelas ruangan ini merupakan kelas yang dimaksud laki-laki itu.
"Bener, murid baru?" tanya laki-laki yang mulai beranjak dari tempat duduknya, inya mengajak laki-laki dihadapannya untuk berjabat tangan, "Gue Rosehan, panggil aja Rose, ketua kelas XI IPS 1," ujar Rose mengajak berkenalan.
"Gue Abay, Adiyaksa Akbar Wiratanegara, pindahan dari SMA Cahaya Bangsa," ucap Abay membalas jabatan laki-laki dihadapannya yang kini ia ketahui namanya ada Rose.
Mereka berdua pun menuju tempat duduk masing-masing. Abay melangkah menuju tempat yang kosong, di dekat Rose si ketua kelas.
"Lia, kenalin ini ada murid baru namanya Abay," ujar Rose ramah memperkenalkan Abay.
Lia menghentikan aktivitasnya, memandang jengah ke arah dua manusia di hadapannya, "Terus apa hubungannya sama gue." Lia tersenyum sinis, sepertinya tak menyukai Abay di tambah dengan mood-nya yang buruk pagi ini.
"Kali aja lo mau berhubungan gitu," sindir Rose melipat kedua tangannya di dada bibirnya tersenyum simpul, jujur saja Rose kurang menyukai Lia karena dia itu suka sembarangan jika berbicara membuat banyak orang tersinggung.
"Nggak, makasih." tolak Lia yang langsung pergi meninggalkan Rose dan Abay menuju kursinya sendiri.
"Nama lo siapa sih, Suparman? atau Suratman? gue nggak tau nih kenalan boleh lah," pinta Abay berusaha bersalaman dengannya. Ia sengaja beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri Lia yang terus menatap sinis ke arahnya.
"Eh, anak dugong punya mulut nggak di jaga." Lia emosi— bangkit dari tempat duduknya menunjuk wajah Abay. Pagi ini mood-nya benar-benar hancur gara-gara murid baru.
"Gue Abay," ucapnya singkat.
"Ya terus?"
"Iya nama gue Abay kalau lo?" ucapnya menyisir rambutnya menggunakan tangan dan membetulkan kerah bajunya, merasa percaya diri.
"Dih, sok ke gantengan banget sih lo," sindir Lia mengangkat sebelah alisnya.
"Emang ganteng." pujinya pada diri sendiri.
"Gantengan juga genderuwo."
"Bisa liat?" tanya Abay memastikan.
"Nggak!" jawab Lia dengan ketus.
Selesai mereka berdua berdebat mereka duduk di bangku masing-masing Lia sibuk dengan handphone nya sedangkan Abay sibuk memperhatikan Lia dari kejauhan. Merasa di perhatikan, Lia menatap tajam ke arah Abay, "Kalau lo terus merhatiin gue, gue kutuk lo jadi kodok!"
"Eh, jangan!"
"Derita lo!"
"Eh, boleh deh, soalnya kalau gue jadi kodok lo bakalan cium gue." Tingkat kepercayaan diri Abay memang sangat tinggi setinggi gedung-gedung di Dubai, Uni Emirat Arab.
"Dih!"
"Kalian bisa nggak sih nggak ribut," protes Ayu tak terima. Konsentrasinya dalam belajar terganggu akibat Abay dan Lia.
"Gue bisa! dia yang nggak bisa!" ketus Lia, dia juga paham kalau Ayu itu tidak bisa diganggu.
"Iya deh, gue ngalah," ucap Abay melembutkan suaranya.
"Assalamualaikum anak-anak," ujar pak Alif guru fisika masuk secara tiba-tiba. Ia berjalan menuju singgasananya.
"Waalaikumsalam pa," ucap mereka serentak.
Rose, si ketua kelas mengangkat tangannya memberitahukan, "Pak, ada murid baru."
"Oh nanti saja, bapak cuma mau bilang, hari ini seluruh guru rapat. Bapak akan memberi kalian pr."
"Anjay gue di singkirin," batin Abay. Padahal ia sudah ingin sekali maju ke depan dan memperkenalkan dirinya.
"Saya kan baru masuk pak masa udah di kasih pr," ujar Abay tidak semangat.
"Mau di keluarkan kamu di sekolah." ancam pak Alif yang memang orangnya notabenenya humoris. Dia hanya bercanda.
"Nggak pak."
"Bagus deh, ada pertanyaan?"
"Ada pak."
"Silakan."
"Kata orang orang bapak belum nikah ya, padahal udah kepala tiga. Kenapa pak?" Abay bertannya asal-asalan. Yang penting ia sudah bertanya.
"Abay!" tegur Lia yang kesal.
"Berdasarkan perhitungan luas antara ruang dan waktu, menggunakan rumus hukum medan gravitasi cinta, jarak pertemuan antara saya dengann jodoh saya masih bergerak lurus beraturan, belum ada percepatan," ucap pak Alif seraya terkekeh.
"Sama tante saya mau?" Abay berusaha menawarkan tantenya yang selama ini sudah lama menjanda.
"Umurnya berapa?" tanya pak Alif memastikan di dalam hatinya siapa tau mungkin ini jodohnya.
"Punya anak murid ngajak gelud," batin pak Alif kesal.
"Lahir tahun 1969 pak."
Mendengar itu pak Alif berucap, "Kamu ini, ibu saya juga lahir tahun itu."
"Nanti saya buka biro jodoh deh, pak." tawar Abay lagi.
"Ya sudah, nanti pr kalian bapak kirim melalui e-mail saja bapak sibuk."
"Bapaknya nggak tahan."
"Lo juga sih," ucap Lia kesal.
"Biarin."
"Bapaknya tertekan," tambah Rose diiringi gelak tawa mereka berdua.
Minggu, 3 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Perempuan yang Sedang Merindu
Jugendliteratur[REVISI] Tentunya, jika ada kompetisi untuk "pria paling sial dalam urusan cinta," gelar itu pasti akan dimenangkan oleh Adiyaksa Akbar Wiratanegara. Sedangkan dalam kategori "wanita paling naif dalam hal cinta," tidak ada yang bisa mengalahkan Nair...