Lisa yang berada di ruang tengah mendengar tawa di kamar Abay. Dia mengernyitkan dahi, merasa sedikit penasaran dengan apa yang sedang mereka lakukan di kamar. Seperti biasa, rumah mereka selalu ramai dengan suara-suara riuh dari Abay dan teman-temannya. Meskipun terkadang menyebalkan, Lisa merasa bahagia memiliki adik seperti Abay yang selalu membawa keceriaan di rumah.
Dia memutuskan untuk menyusuri lorong menuju kamar Abay. Tapi sebelum bisa mencapai pintu kamar, suara mereka berdua dengan cepat terdengar lebih keras.
"Bay! siapa sih?!" pekik Jefri, suaranya terdengar cemas dari bawah kolong tempat tidur yang penuh dengan sarang laba-laba dan nyamuk berkumpul. Jefri merasa tidak nyaman dengan kondisi itu, tapi rasa takutnya terhadap Lisa tampaknya lebih besar.
Abay tersenyum tipis, sambil menggaruk kepala, "Monster dari Mars," jawabnya asal. Pikirannya berputar mencari cara untuk meyakinkan kakaknya agar mengizinkan Jefri menginap.
Sebenarnya ia tidak perlu menyuruh Jefri bersembunyi di bawah kolong kasurnya. Tapi itu hanyalah akal-akalan Abay biar suasana seru saja.
Jefri menggeliat di bawah tempat tidur Abay, mencoba bernapas di udara yang pengap, "Kakak lo ya?" tanyanya, memastikan bahwa Abay sedang berbicara tentang kakaknya sendiri.
"Udah tau nanya," sahut Abay, tidak terlalu fokus. Ide untuk meyakinkan Lisa, kakaknya, mulai terbentuk di pikirannya.
Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar langkah seorang perempuan yang mendekati mereka dengan langkah anggun. Dia tampak seperti model, sambil menatap tajam ke arah Abay, dia bertanya, "Kenapa lo?" dengan sebelah alis terangkat.
Abay menghela napas, mencoba untuk tetap tenang, "Anu kak," ucapnya ragu.
"Anu apa?" tanya Lisa, kakaknya yang semakin penasaran dengan alasan Abay.
Abay berdebat dengan dirinya sendiri sebelum akhirnya mengeluarkan pertanyaan penting, "Temen gue boleh enggak nginep di sini?"
Lisa mengerutkan kening, "Mana temen lo?" tanyanya, masih ragu.
"Jef, keluar lo!" perintah Abay, sambil menggedor tempat tidur.
"Bentar," kata Jefri, sambil membetulkan bajunya yang terjepit di antara paku.
Abay memalingkan pandangannya, "Cepetan!"
"Sabar napa!"
"Boleh aja sih kalau modelannya kayak gini," kata Lisa, dengan nada sedikit usil. Dia tahu benar bahwa teman-teman Abay sering kali membuat keributan di rumah, tapi itu hanya berlaku jika kedua orang tua mereka sedang tidak ada di rumah.
"Mirip kaya pemain sinetron azab!" celetuknya lagi.
Abay merasa lega dan tersenyum, "Alhamdulillah," katanya, mengusap dadanya dalam hati.
"Istighfar napa! dunia udah mau kiamat!" protes Lisa.
"Apa lo bilang!"
"Nggak apa-apa," kata Jefri, mencoba untuk menenangkan suasana.
"Susah-susah juga mikir, ternyata setuju juga," batin Abay, menggerutu dalam hati.
"Bilang apa tadi Bay?" tanya Lisa, ingin memastikan bahwa Abay tidak menyembunyikan sesuatu darinya.
"Nggak gue nggak bilang apa-apa!"
"Siapa nama lo?" tanya Lisa, menatap tajam ke arah Jefri.
Jefri merasa tertekan, menundukkan pandangannya, lalu mengucapkan namanya, "Jefri."
Lisa menatapnya tajam, "Jangan ngabisin makanan di kulkas, ya?"
"Oh tidak bisa!" protes Jefri, dengan tegas menolak larangan Lisa.
"Mau gue makan mentah-mentah lo!" gertak Lisa.
Jefri membulatkan matanya, "Ampun! Janji dah nggak bakalan habisin yang di kulkas!" Dia berjanji, mencoba untuk menenangkan Lisa.
"Lo temen SMP Abay kan?" tanya Lisa, mencoba memastikan.
"Iya," jawab Jefri singkat.
"Yang dulu berak di celana terus enggak bisa jalan?" goda Lisa, tersenyum melihat wajah Jefri yang merah karena malu.
"Masa lalu itu," jawab Jefri, mencoba menepis kenangan memalukan itu.
"Enggak mau ngulang lo, kayak pelajaran sejarah gitu?" tanya Lisa, tertawa menikmati momen lucu itu.
"Kalau bukan kakaknya Abay udah gue banting nih cewek," batin Jefri, kesal dengan pertanyaan Lisa yang dianggapnya tidak sopan. Jefri memang sensitif terhadap masa lalu.
"Lo suka makan mi ya?" tanya Lisa asal.
"Iya kok tau, sih? " ucap Jefri dengan nada lebay seperti waria di jalan raya.
"Pantes rambut lo kribo," ucap Lisa ia langsung tertawa terbahak-bahak.
"Kirain mau ngegombal," batin Jefri. Ternyata pemikiran meleset.
"Kribo-kribo gini tapi ngangenin kan," ujar Jefri yang memuji diri nya matanya ia kedipkan sebelah bermaksud menggoda Lisa.
"Ekhemm." Keadaan Abay sepertinya tak di harapkan ia berusaha ikut berbincang-bincang tapi tidak tau harus mulai dari mana.
"Berasa kayak jadi obat nyamuk gue," ujar Abay protes.
"Nggak usah gitu deh, Bay obat nyamuk lama kelamaan habis lho!"
"Iya benar kata kakak lo," ucap Jefri yang ikut menyudutkan Abay.
"Ikut-ikutan lo."
Setelah Lisa pergi, mereka langsung melakukan aktivitas masing-masing.
Senin, 4 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Perempuan yang Sedang Merindu
Teen Fiction[REVISI] Tentunya, jika ada kompetisi untuk "pria paling sial dalam urusan cinta," gelar itu pasti akan dimenangkan oleh Adiyaksa Akbar Wiratanegara. Sedangkan dalam kategori "wanita paling naif dalam hal cinta," tidak ada yang bisa mengalahkan Nair...