"Langit, kalau kamu begini terus, saya gak jamin kamu bisa juara 1. Bahkan juara harapan sekalipun."
Aku menggenggam erat kuas yang barusan ku torehkan, berusaha tidak kelepasan marah. Pak Sanusi memang terkenal dengan mulut tajamnya. Ku kira aku akan terbiasa selama pelatihan ini berjalan, tapi nyatanya tetap saja sakit hati.
"Saya gak tahu apa yang kamu pikirkan, tapi yang saya mau adalah fokus waktu melukis. The time is running. Meskipun kamu tiba-tiba hilang fokus, waktunya tetap berjalan. Jangan hilang fokus atau lukisan kamu gak bakal ada maknanya."
"Maaf, Pak." Hanya itu yang bisa ku sampaikan. Bisa ku lihat Pak Sanusi menghela napas. Dia mungkin ingin marah tapi menahannya demi aku. Haha, padahal lebih baik ia luapkan saja kemarahan itu. Aku 'kan memang tidak berbakat. Hanya bisa merepotkan dan membuat kesal orang lain.
"Hari Jumat kita pelatihan terakhir. Saya harap kamu bisa cari inspirasi sampai hari pelatihan kita nanti. Sekarang kembali ke kelas saja."
Aku mengangguk dalam diam, tidak bisa membantah lebih lanjut. Lagipula memang benar, tanpa inspirasi aku tidak bisa melukis apapun. Tapi bagaimana bisa aku punya inspirasi di saat semua orang menekanku?
ㅡㅡ
Setelah membereskan peralatan melukisku, aku tidak kembali ke kelas. Kelas hanya membuatku jengah. Murid yang berisik, guru yang menyebalkan, semuanya tidak ada yang membantu. Tapi tidak mungkin juga aku pergi ke kantin. Aku bakal ketahuan membolos. Perpustakaan? Tidak. Penjaganya terlalu sering bertanya. UKS? Aku tidak sakit, pasti diusir begitu saja.
Ah, iya. Atap sekolah.
Tempat itu jarang dikunjungi karena ada rumor yang mengatakan bahwa siapapun yang datang kesana akan mengalami hal yang buruk. Ck, zaman sudah modern tapi masih percaya rumor. Palingan jarang dikunjungi karena dijadikan tempat merokok murid yang bandel.
Dengan peralatan melukis dan roti isi di tangan kananku, aku mendorong pintu menuju atap dengan tangan kiri. Cukup sulit ternyata, pintunya lumayan berkarat karena mungkin jarang dibuka.
Hembusan angin menyambutku begitu aku membuka pintu. Udaranya sejuk sekali, tidak terlalu panas dan angin berhembus sepoi-sepoi. Tempat yang cocok untuk mencari insㅡ
"Mau ngapain kesini?"
Aku berjengit kaget, sampai tas berisi peralatan melukisku terjatuh dan isinya berhamburan. Untung saja roti yang ku pegang tidak ikut jatuh. Tapi dibanding itu, ada hal yang lebih penting.
Ada orang lain di sini!
“A-ah ... maaf... g-gue kira enggak ada orang ....” ucapku terbata-bata.
Siswa itu menatapku bingung. Aku juga bingung dibuatnya. Siapa yang bilang di sini tidak ada orang sih?? Kan aku malu tertangkap basah bolos kesini. Tapi sepertinya siswa itu juga berniat bolos. Di sekitarnya ada bekas bungkus makanan dan juga tas gitar yang tersandar. Oh, mungkin dia juga mencari inspirasi musik di sini.
“Alat lukis lo jatuh tuh, gak diambil?”
Aku langsung tersadarㅡjadi sedari tadi aku memandanginya??ㅡdan memunguti alat lukisku. Untung saja catnya tidak berhamburan.
“Lo mau cari inspirasi buat ngelukis ya di sini?”
Aku mendongak untuk melihat siswa itu lagi. Rambutnya yang gondrong ituㅡapa dia tidak takut kena razia rambut?ㅡia sisir ke belakang menggunakan jari-jarinya. Ditambah sinar matahari yang menyorotnya, entah kenapa pemandangan ini terasa begitu ethereal.
KAMU SEDANG MEMBACA
キヅアト ㅡ Scar
FanfictionIn those scar-like memories, there were treasure-like days I spent with you. ⚠BxB, boys love. don't like don't read Winkdeep © 2021, kkum-kkuji