D-6

1 0 0
                                    

“Gak mau ke kantin?” Fajar bertanya saat aku sedang bergegas membereskan peralatan menggambar milikku.

“Enggak deh, paling sebelum masuk aja gue beli rotinya,” jawabku. “Ato kalo lo mau beliin gue gapapa banget kok, Jar.”

Fajar menggelengkan kepala, “Enggak, makasih. Lagian lo semangat banget deh mau pelatihan. Tumben banget, biasanya manyun manyun kalo mau ketemu Pak Sanusi.”

Ah, iya. Dia belum tahu kalau aku bertemu dengan Kak Bumi.

“Iya hehehe, soalnya hari ini gue mau gambar hal baru,” kilahku. Sepertinya aku harus menyembunyikan soal Kak Bumi dulu. Atau setidaknya, sampai waktu yang tepat.

“Udah dapet inspirasi emangnya?” tanyanya lagi. Aku menggeleng.

“Belum sih ... tapi semoga setelah pelatihan hari ini gue dapet. Gue duluan ya!” Tanpa menunggu balasan Fajar lagi, aku bergegas keluar kelas dan pergi menuju atap.

Sesuai perjanjian kemarin, aku langsung pergi ke atap sekolah setelah bel istirahat berbunyi. Entah kenapa, rasanya aku bersemangat sekali hari ini. Apa karena hari ini aku merasa punya inspirasi untuk menggambar? Atau karena hari ini aku akan bertemu lagi dengan Kak Bumi?

Apa-apaan, rasanya seperti aku sedang jatuh cinta saja.

Aku mendorong pintu menuju atap, kali ini terasa lebih mudah. Seperti hari kemarin, Kak Bumi duduk bersandar di teralis dengan gitarnya dan ada sebotol yogurt yang belum dibuka.

“Semangat banget keliatannya, gak sabar?”

Aku tersenyum malu. Apakah raut wajahku bisa dibaca semudah itu? Rasanya Kak Bumi selalu bisa menebak apa yang aku rasakan.

“Hehe, ya gitu deh. Kayaknya gue udah lama gak gambarin orang makanya semangat,” kilahku.

Yah, tidak sepenuhnya berbohong sih. Semenjak pelatihan lukisan, aku lebih sering menggambar benda mati atau kegiatan manusia lainnya dibanding potret manusia asli.

“Mau gambar gue sekarang?”

Aku mengangguk semangat, “Boleh. Lo duduk di situ aja Kak, sambil pegang gitarnya.”

“Dipegang aja nih?”

“Yaa kalo lo mau mainin juga gapapa sih Kak, gue belom gambar detail sampe ke jarinya kok.”

“Oke, lo mau gue gitarin lagu apa?”

“Eh?”

Is there any song you want me to play?” ulangnya. Aku agak bingung sekaligus berdebar. Pertama, kenapa dia menanyakan itu padaku? Kedua, KENAPA HARUS LAGU YANG AKU MAU???

“Ng ... gue gak ada lagu yang kepikiran sih Kak ....” jawabku (berusaha) tenang. Tidak lucu kalau wajahku memerah lagi hanya karena dia ingin menyanyikan sebuah lagu untukku.

“Hmm, kalo gitu lagu basic aja ya. Biasanya yang lagi belajar gitar mainnya lagu ini.”

Setelah itu, dia mulai memainkan gitarnya. Ah, lagu ini familiar. Kalau tidak salah, judulnya Semua Tentang Kita.

キヅアト ㅡ ScarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang