“Lo beneran lagi semangat banget pelatihan ya? Ada apaan sih?”
Aku yang sedang membereskan peralatan melukisku merasa tertangkap basah gara-gara ucapan Fajar. “Ya ... bagus dong? Hehehe,” tawaku agak gugup.
“Aneh banget. Kemaren juga lo tumben banget beli yogurt, biasanya roti doang.”
“Ih, merhatiin amat sih lo??” Agak kaget juga karena dia hampir tahu semua kebiasaanku.
“Hidup lo terlalu stagnan sampe gue bisa nebak semua kebiasaan lo, Langit.” Oh, berarti memang aku orang yang mudah ditebak.
“Kali-kali berubah 'kan bagus, Fajar.”
“Lo bukan tipe orang yang gampang berubah masalahnya. Gue tahu pasti ada sesuatu yang nggak lo kasih tau ke gue.”
Skakmat. Aku benar-benar tertangkap basah. Kadang seram juga berteman dengan orang yang pengamat seperti Fajar.
“Hehehehe ... Nanti gue kasih tau deh ya. Bye!” Dan dengan secepat kilat, aku segera pergi dari ruang kelas menghindari Fajar.
Tidak, bukan ke arah atap sekolah. Aku berniat mampir ke kantin sebentar. Selain membeli roti isi selai stroberi kesukaanku, aku juga membeli sebotol yogurt yang (sepertinya) Kak Bumi suka. Hitung-hitung mengganti miliknya kemarin.
“Kamu tuh ya, harusnya bisa jadi contoh yang baik dong buat adik kelas kamu yang lain.”
Sayup-sayup, kudengar suara guru perempuan yang sepertinya tengah mengomeli seorang siswa. Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya karena terhalang guru itu, tapi aku merasa familiar dengan tas gitar yang dibawanya.
Astaga, itu benar-benar Kak Bumi ternyata.
“Meskipun udah lulus, tapi kan ini masih lingkungan sekolah.” Guru ituㅡkalau tidak salah beliau mengajar di jurusan IPSㅡmasih mengomel saat aku berusaha mendekat. Aku bisa melihat Kak Bumi tidak merasa takut atau menyesal sama sekali, malah ia menyeringai kecil.
“Hehehe, iya Bu, kalau udah masuk kuliah juga saya cukur kok.”
“Haduh, untung aja kamu udah lulus. Kalau nggak, udah saya cukur rambut kamu di tengah lapangan.”
“Aduh, jangan dong Bu. Nanti citra saya jadi jelek di depan adik kelas.”
Aku menahan tawa melihatnya panik seperti itu, tapi tiba-tiba matanya bertemu dengan mataku. Ia langsung melemparkan senyum, dan mau tak mau aku juga membalasnya.
“Yaudah, Ibu mau ke ruang guru lagi. Kalau di lingkungan sekolah rambutnya harus diikat, kaya siswi yang lain.”Setelah berucap begitu, guru itupun pergi meninggalkan Kak Bumi yang masih tidak percaya disamakan dengan siswi lainnya. Aku akhirnya melepaskan tawaku saat melihat ekspresi wajahnya.
“Tuh Kak, kalo di sekolah harus diiket rambutnya,” ledekku. Ia menatapku sinis, dan aku kembali tertawa. “Bercandaaa, galak banget.”
“Lagian orang abis dimarahin malah diketawain bukannya dikasihanin,” katanya sambil cemberut.
“Dih, itu masih tahap diomelin tau, belom dimarahin,” sanggahku.
![](https://img.wattpad.com/cover/258539069-288-k334513.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
キヅアト ㅡ Scar
FanfictionIn those scar-like memories, there were treasure-like days I spent with you. ⚠BxB, boys love. don't like don't read Winkdeep © 2021, kkum-kkuji