Merasa diasingkan sejak kecil membuat Grassiela Stamford membenci keluarganya sendiri. Baginya, tak ada yang tersisa di Newcastle selain kekecewaan serta bayang-bayang di masa lalu tentang kepergian seseorang. Memilih untuk hidup seorang diri mungki...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Satu."
"Dua."
"Tiga."
"Kau curang!" Cetus seorang anak lelaki berusia delapan tahun. Ia menatap kesal pada adiknya yang baru saja membuka kedua tangan yang semula menutupi wajah.
"Aku tidak curang," kilah gadis kecil itu tanpa rasa bersalah.
"Kau mengintip barusan."
"Aku tidak melakukannya."
Nicholas mendesah. Ia melihat bagaimana gadis itu diam-diam mengintip dari jemari mungilnya. Tapi Grassiela tidak mau mengakuinya.
"Sudahlah. Bermain saja dengan Anna dan Bella," pungkas Nicholas sambil melengos pergi.
"Mereka dan Zack sedang berada di keluarga aunty Eveline dan baru akan kembali besok pagi," tutur Grassiela menghentikan langkah kakaknya.
"Kalau begitu carilah Bianca."
"Kau tidak mau bermain denganku?"
Nicholas kembali berbalik. "Bermainlah dengan anak perempuan."
"Kau mau ke mana?" tanya Grassiel dengan nada memprotes. "Aku melihat Arthur bersama guru privatnya di perpustakaan. Sementara Dave masih mengurung diri di kamarnya," ungkap gadis itu. Grassiela jelas tak ingin kakaknya pergi meninggalkannya. Maka ia mengumpulkan berbagai informasi mengenai semua sepupunya agar Nicholas mau menemaninya bermain.
Sejenak Nicholas terdiam. Semenjak kepergian aunty Antonia, semuanya berubah. Ia beserta seluruh keluarganya harus berkumpul dan tinggal di kediaman neneknya di Cestershire. Saat itu Nicholas tak mengerti apa yang terjadi melihat ayahnya mendadak sangat sibuk hingga ia berpikir bahwa ini adalah pekan liburan yang sangat buruk.
Seluruh anggota keluarga Stamford dirundung duka. Semuanya merasa kehilangan atas kepergian aunty Antonia. Terlebih lagi David. Nicholas merasa turut prihatin melihat sepupunya berlarut-larut dalam kesedihan.
"Kalau begitu aku akan menemui Dave," ujar Nicholas mengingat bahwa sudah berhari-hari sepupunya itu mengurung diri di kamarnya.
"Dave tidak akan mau menemui siapa-siapa," Grassiela berpendapat.
"Aku akan mencoba berbicara dengannya." Namun sebelum ia beranjak pergi, raut wajah Grassiela yang cemberut dan menunjukkan kecewa membuat Nicholas mengurungkan niatnya.
Nicholas mendesah. "Baiklah, Grace. Satu putaran lagi."
Lantas sebuah senyuman merekah di wajah gadis kecil itu. "Hanya satu?" ujarnya mencoba menawar.
"Iya dan ini yang terakhir."
Grassiela mengangguk. Tak apa, meski satu putaran, itu leboh baik di banding Nicholas tidak menemaninya bermain sama sekali.