2. PERTEMUAN

2.8K 88 15
                                    

Selain julukan Fakultas Kebanyakan Gadis, orang iseng bilang FKG kependekan dari Fakultas Kebanyakan Gosip. Wulan membenarkan. Buktinya ketampanan Aidan menyebar sampai seantero kampus. Kabar keretakan rumah tangga karena belum adanya momongan berembus entah dari mana sehingga fans Aidan semakin gencar mengejar.

Wulan melangkah cepat ke mejanya ketika tiba di ruangan dosen Orthodonsia.

"Pagi Wulan," sapa Batari, "aku pesan nanas dan wortel loh sama Mas Aidan."

Mas Aidan? Kenapa suara Batari melembut ketika menyebut nama suaminya?

"Nggak usah panggil 'Mas' segala," sahut Wulan ketus.

"Lho, terus panggil apa? Kan Mas Aidan lebih tua dariku."

"Panggil Pak aja. Sopan sedikit. Dia bukan kakakmu."

"Ya ampun, Wulan. Gitu aja sewot." Batari menggeleng. "Dasar ML," bisiknya.

"Eh, bilang apa?" Wulan memicingkan mata, menusuk Batari yang langsung kabur. Wulan menyibukkan diri dengan menilai tugas paper mahasiswa sampai jadwal kelas skills lab agar tak perlu mengobrol dengan koleganya.

Ketika waktunya tiba, Wulan menuju kelas. Pintu kayu berderit. Mahasiswa yang tadi bergosip kembali ke meja masing-masing, mengunci mulut. Semua mata menatap high heels merah runcing yang kalau dipakai menggetok kepala akan langsung bolong. Naik ke betis putih mulus. Naik lagi ke rok hitam ketat. Terakhir jas putih. Inilah sosok Dokter ML yang membuat umur mahasiswa berkurang satu menit setiap kali mendapat kelasnya.

"Selamat pagi." Wulan menatap tajam para mahasiswa.

Terdengar gumaman, "Selamat pagi, Dok."

"Hari ini kalian belajar membuat finger spring. Guna kawat gigi ini untuk menormalkan gigi yang miring, misalnya pada anak-anak. Dekatkan bangku ke sini."

Para mahasiswa menggeser kursi mengelilingi Dokter Wulan yang mengambil kawat 0.6 dan tang. Tanpa basa-basi langsung mendemonstrasikan cara membentuk kawat. Setiap lekukannya mereka perhatikan baik-baik.

"Coba kalian buat."

Aruna, salah satu mahasiswi yang baru saja kembali dari upacara pemakaman ayahnya sulit berkonsentrasi. Siapa yang bisa fokus dalam keadaan dukacita?

"Aduh!" pekik Aruna ketika ujung kawat menusuk jarinya.

"Pelan-pelan aja," bisik Ilham, mahasiswa laki-laki di sebelahnya.

"Aduh." Kawat itu sepertinya sedang alergi dipegang Aruna. Memberontak terus.

Ilham mencuri pandang kepada Wulan yang sibuk dengan ponsel. Aman. "Sini gue bantu. Punya gue dikit lagi beres," bisiknya.

"Jangan, nanti dimarahin."

"Nggak pa-pa. Eh, tangan lo berdarah."

"Dikit doang."

Gemeletuk high heels terdengar mendekat. "Kalau mau pacaran, di luar."

Saking kagetnya, Ilham menjatuhkan kawat Aruna yang masih tak berbentuk. Wulan memungutnya.

"Punya kamu, Ilham?"

Ilham diam saja.

"Itu yang di meja punya siapa? Punya Aruna?" tanya Wulan lagi.

"Itu punya Aruna, Dok." jawab Ilham takut-takut.

"Kenapa ada dua? Punya kamu mana, Aruna?"

"Itu," ruangan berpendingin udara terasa panas, "yang dipegang Dokter,"

"Kenapa punya kamu dipegang Ilham?"

"Tangannya Aruna berdarah, Dok." Perlu perjuangan ekstra keras bagi Ilham untuk mengucapkan kalimat singkat itu.

SELINGKUHAN CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang