Aku Pikir Kenapa? Ternyata....

343 10 10
                                    

Seperti biasa, setiap dua minggu sekali di hari jumat merupakan jadwal rutinku pulang ke Jombang. Dari kos, aku harus berjalan ke pertigaan dekat rel kereta api untuk mencegat angkot, karena setiap pagi angkot tidak diizinkan lewat depan Royal Plaza. Beruntung, aku mendapat angkot berwarna hijau tua dengan tujuan Rungkut. Itu artinya, angkot itu lewat DTC belakang, bukan depan.

Selepas turun dari angkot, membayar, aku segera menuju jembatan penyeberangan. Sinar mentari pagi menerpa kepalaku yang terbalut kerudung hijau tua. Dari atas jembatan ini, kalian bisa melihat ramainya kendaraan di bawah sana, ramai namun lancar. Kota Pahlawan yang selalu sibuk.

Dari jembatan penyeberangan, aku harus berjalan lagi sekitar lima puluh meter untuk sampai di stasiun Wonokromo. Sepanjang tepi jalan, berjejer bapak-bapak tukang ojek, tukang becak, dan pengemudi taksi.

“Ojek, Mbak?” Seorang bapak dengan segelas kopi di tangan kanannya menawariku. Aku menggeleng pelan.

Sesampainya di stasiun, aku mengedarkan pandanganku, mencari bangku kosong. Tak jauh dari tempatku duduk, sekumpulan gadis sedang eksis berfoto menggunakan tongsis. Bisa kutebak, mereka mahasiswa yang juga pulang kampung.

Aku meminum air putih untuk menghilangkan dahaga. Duduk bersandar sembari menyelonjorkan kaki. Kukeluarkan tiket dan KTM dari dalam tas. Memeriksanya sekali lagi. Lantas berdiri, membenarkan ransel, dan mengantre untuk pemeriksaan tiket.

Inilah kejadian yang membuatku takut dan konyol seketika.

Tiba giliranku, aku menyerahkan tiket dan KTM pada bapak pemeriksa tiket. Laki-laki itu berseragam biru dongker, bertopi, dan berkumis.

“Ummi?” katanya.

“Iya, Pak.”

Bapak pemeriksa tiket itu mengamati KTM, menatapku, kemudian kembali lagi ke KTM.

“Wah, nggak bisa ini, Nduk!” ujarnya dengan wajah menyesal.

Aku tergelak. Berbagai pertanyaan muncul di otakku.

Kenapa? Apa yang salah? Bagaimana bisa? Apa karena aku menggunakan KTM sebagai kartu identitas? Apanya yang tidak bisa?

“Tidak bisa?” Hanya itu yang keluar dari mulutku.

Mukaku sudah pucat. Aku sedang malas-malasnya naik bus di waktu pagi menjelang siang begini. Karena aku harus menunggu bus kota yang menuju terminal Bungurasih. Ditambah lagi, uangku tidak cukup jika harus pulang menggunakan bus.

Bagaimana ini?

Di saat aku sedang memikirkan apa yang akan aku lakukan jika benar-benar tidak bisa naik kereta, dengan entengnya bapak pemeriksa tiket itu berkata, “Karena kerudungnya tidak sama! Hahaha....”

Aku melengos. Ya Tuhan... lihatlah! Bapak pemeriksa tiket itu tertawa terbahak-bahak. Sedangkan aku? Aku hanya bisa menatapnya dengan muka konyol ketakutan. Aku pikir kenapa, ternyata hanya masalah kerudung. Memang, di foto KTM aku mengenakan kerudung abu-abu.

Setelah menstempel tiketku sebagai tanda bukti sudah diperiksa petugas, beliau menyerahkan tiket dan KTM dengan senyum hangat yang menghiasi wajahnya. Aku menerimanya.

“Terima kasih, Pak!” ujarku seraya membalas senyumnya.

Aku melangkah masuk. Segera mencari tempat duduk yang kosong. Lagu “Sakitnya Tuh Di Sini” yang dinyanyikan oleh seorang ibu-ibu dengan permainan keyboard-nya seolah menyambutku. Setelah kudapatkan tempat duduk yang pas, aku melepas kacamata. Kemudian mengeluarkan novel untuk kubaca selama menunggu kereta yang akan membawaku pulang.

FIN

 ****

Note:
Cerita ini adalah kisah nyata yang saya alami beberapa bulan lalu. Pernah saya share di akun facebook. Jadi, jika ada yang pernah membaca sebelumnya, itu cerita yang sama. Milik saya. Pengalaman saya.

Dan bagi siapa pun yang sengaja atau tidak sengaja membaca cerita ini, saya minta vommentnya, ya. Jujur, saya penulis pemula yang masih harus banyak belajar.

Terima kasih :)

Regards,

Ida Mahmudah

Rangkaian KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang