Selamat membaca :))
Siang itu di kediaman Dhanurendra sedang di geger oleh tingkah laku keempat anak lelaki Tjana.
Dua orang nanny yang menjaga mereka pun tampak kewalahan mengatasi segala tingkah laku anak majikannya itu.
Anak-anak nya itu sangat aktif di usianya sekarang. Tjana pun menyetujui itu. Ada-ada saja tingkah mereka di setiap harinya. Membuat semua orang dirumah kewalahan.
Tjana yang baru saja keluar dari kamar mandi dibuat terheran-heran dengan tingkah ke empat anak lelaki nya. Biasanya mereka akan berisik, berlarian kesana kemari membuat nanny nya pusing. Tapi kali ini semuanya anteng memperhatikan adik perempuannya yang masih tertidur di box bayi.
Awalnya Tjana biasa saja melihatnya, mungkin anak-anaknya itu sedang berusaha berperan menjadi kakak yang baik untuk adiknya. Dia berniat membuatkan coklat hangat untuk anak-anaknya sebagai tanda terimakasih karena sudah mau menjadi kakak yang baik dan bersedia menemani adik kecilnya.
Dengan suasana hati yang gembira Tjana berjalan menuju dapur dan mengambil gelas berkarakter milik masing-masing anaknya.
Mba yang kebetulan ada di dapur juga ikut tersenyum melihat sang nyonya yang bersenandung kecil sembari menuangkan beberapa sendok coklat ke dalam gelas anak-anak, pertanda bahwa sang nyonya sedang dalam suasana hati yang bagus.
"Mau saya bantu bu?" tawar Mba kepada Tjana, namun Tjana mengatakan tidak perlu di bantu dan mempersilahkan Mba untuk mengerjakan pekerjaan yang lainnya saja. Selesai dengan kegiatannya Tjana kembali ke kamar nya dimana semua anak-anaknya sedang bersama.
Setibanya di dalam kamar Tjana kembali tersenyum melihat anak-anaknya yang masih anteng menunggu adik kecilnya yang masih tertidur.
"Uhhh kenapa anak-anakku menggemaskan sekali sih" tukasnya gemas melihat Bian, Sean dan Jevi yang berdiri berjejer di dinggir box tidur baby Ara, sementara Jemi yang belum tumuh setinggi ketiga kakak nya duduk di kursi yang dipegang oleh Sean karena takutnya adiknya itu terjatuh.
Tjana menyimpan minuman yang dia bawa di meja kecil yang ada di kamarnya lalu mulai melangkah menghampiri anak-anaknya. Senyum nya semakin mengembang tatkala semakin dekat dengan anaknya, namun di detik berikutnya senyuman yang tadi mengembang kini hilang di gantikan dengan sebuah pekikan yang membuat ke empat anak lelaki nya terperanjat kecil karena kaget.
Baby Ara pun ikut terbangun karena suara sang Buna yang terdengar cukup keras di kuping kecilnya. Bayi itu kemudian menangis membuat Tjana segera menggendongnya untuk menenangkan sang anak. Kasian sekali pikirnya pasti baby kaget karena suara nya tadi.
"Cup cup cup anak Buna sayang jangan nangis yah" Tjana menepuk-nepuk kecil punggung baby Ara berharap tangis anak bungsu nya berhenti.
Ke empat anak lelaki disitu hanya terdiam melihat Buna yang sedang menenangkan adiknya. Di rasa tangis adiknya sudah mereda, Bian selaku kakak yang paling tua mencoba bertanya pada Buna nya kenapa tadi Buna berteriak.
"Buna, kenapa tadi berteriak? Mas sama Abang dan Kakak jadi kaget tadi" Bian bertanya dengan lugu nya sementara ketiga adikya yang lain juga menunjukan raut wajah seolah bertanya hal yang sama.
Tjana rasanya ingin sekali mengomel pada empat anak lelakinya. Bagaimana bisa anak-anaknya ini mencoret-coret tangan dan kaki baby Ara dengan spidol yang mereka bawa. Belum lagi baju baby Ara juga ikut terkena coretan. Rasanya Tjana ingin menangis saja melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhanurendra
Ficțiune adolescențihome [hom] noun a place where you are always welcome and surrounded by those people who love you. --------------------------------- Lokal. Non baku.