3. Other world

183 23 2
                                    

Enjoy your reading

________________________________

"Portal keluar tak dapat diprediksikan berada dimana, karena itu persiapkan diri kalian." Obrolan panjang diakhiri dengan senyuman manis dari Lydia. Selesai menyampaikan hal terakhir setelah sekian lamanya penjabaran panjang yang memakan waktu

"Tunggu dulu," Frankenstein menyela. Tak mau menerima penjelasan yang samar."Apa maksudmu dengan tidak bisa diprediksi?"

Helena berdecak kesal. Semakin lama ia disini, tali kesabarannya semakin menipis. Ayolah, dia ingin segera kembali ke posnya. Helena sibuk mengurus ini itu. Tapi kenapa manusia ini selalu mengulur waktu?

"Dengar, kita tak akan tahu dunia macam apa yang menanti kalian. Bisa saja portal keluar muncul di tengah lautan, kota, atau medan perang mungkin?" Helena menjeda sejenak. Opsi terakhir terdengar seperti kabar baik di telinga."Satu hal yang pasti, itu berada tak jauh dari tempat teman kalian tiba."

Tak ingin mendengar pertanyaan lain, Helena segera memerintahkan anggota regunya untuk mendorong paksa masuk ketiga manusia. Tentu saja mereka mencoba mempertahankan diri di tempat. Namun tenaga mereka kalah kuat. Aquila yang berniat kabur untungnya(?) ditangkap sebelum merealisasikan rencana. Si surai biru merengek-rengek minta tolong pada Lydia yang melambaikan tangan tanda perpisahan. Hal terakhir yang ia lihat adalah sepasang mata hijau pucat mendelik penuh ancaman. Menjanjikan hukuman berat yang menanti kepulangannya dari misi di dunia lain. Aquila mencicit takut. Wajah marah Helena benar-benar mengerikan.

***

Erwin sakit kepala.

Anggota Scouting Legion heboh sejak kembalinya dari tugas membasmi Titan. Salahkan Hanji yang menyebarkan informasi tanpa pikir panjang. Rusak sudah rencana penyelundupan yang disusun sedemikian rupa. Rentetan pertanyaan dilemparkan tanpa henti pada Erwin yang bingung menjawab apa. Levi sendiri lepas tangan, padahal dirinya yang seharusnya bertanggung jawab atas penemuan tak terduga. Objek yang terkait pun diam membisu. Bak patung tak bergerak dari posisi. Hanya memantau kericuhan yang terjadi, sesekali mengedipkan matanya.

Interogasi mustahil dilakukan ketika mereka bahkan tak satu bahasa. Isyarat tubuh pun juga tak cukup agar mampu bercakap-cakap. Yang ada mereka semua dibuat bingung satu sama lain. Raizel tampak berusaha memahami gerakan tubuh, mata tajam memancarkan kebingungan. Lucu. Erwin tak bisa tidak menyamakan tingkahnya dengan balita.

"Um, bagaimana ini komandan?"

Erwin kembali sadar dari lamunannya. Ia melirik sekilas Hanji yang mengoceh tak jelas sendirian. Helaan napas sekali lagi terdengar. Kerumunan bertambah, terutama untuk kaum hawa yang tertarik melihat pemuda jangkung itu. Sedangkan kaum adam berekspresi serius. Tentu waspada dengan adanya ancaman, apalagi jika itu berasal dari manusia yang masih hidup bahkan ketika hutan dihuni oleh Titan. Akan masuk akal jika itu prajurit sama seperti mereka, tapi setelan jas rapi itu tak cocok disandingkan dengan seorang pejuang. Lebih sesuai digunakan oleh orang penting atau keluarga Raja.

Mereka merasa terancam karena orang ini mencurigakan. Bukan. Bukan karena takut wanita yang mereka suka jatuh hati padanya. Seperti halnya Oluo yang menyukai Petra, sementara gadis itu sangat mengidolakan Levi. Ya, pasti itu.

"Levi, untuk sementara ini dia tinggal bersamamu," putus Erwin.

Levi memprotes,"Aku bukan tempat penitipan anak, Erwin."

Tak mau kalah, Erwin semakin mendesak."Kau yang menemukannya, maka dia tanggungjawab-mu sekarang."

"Kau komandan, kenapa tidak kau saja yang mengurusnya?"

Another DimentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang