Perkenalan

7 0 0
                                    

Bab 1
Perkenalan

"Cieee ... yang mau ketemu calon suami, wajahnya berbunga-bunga nih!" Suara Sherly membuyarkan lamunanku. Aku hanya tersenyum menanggapinya.

Sudah hampir sepuluh menit aku dan Sherly berada di sebuah kafe di bilangan Jakarta. Kami menunggu dua orang yang akan menemani makan siang. Bagiku, ini bukan makan siang biasa. Ya, karena tujuan dari pertemuan ini adalah perkenalan dengan calon suamiku. Calon? Entahlah.

Kemarin, tiba-tiba saja Sherly menelepon semenjak kurang lebih seminggu tidak ada kabar. Ia memintaku untuk berkenalan dengan seseorang. Awalnya aku menolak, tetapi Sherly bilang kalau temannya ini ingin sekali bertemu denganku. Pasalnya, Sherly sudah beberapa kali mempromosikan--menceritakan tentang--aku pada lelaki itu.

Tak lama setelah pelayan membawa pesanan kami, dua orang yang ditunggu akhirnya datang. Setelah mengucap salam dan menyapa, kemudian mereka duduk.

"Maaf ya, kalau sudah menunggu lama," kata lelaki berbaju marun sembari menarik kursi, lalu duduk setelahnya. Diikuti pria berparas tampan di sebelahnya.

"Nggak lama kok. Iya, kan, Ri?"

"Iya," jawabku dengan kepala mengangguk.

Kami pun saling berkenalan. Teman Sherly namanya Bayu, dia teman satu kampus sewaktu kuliah. Bayu dan Sherly ingin menjodohkan aku dengan teman Bayu, Arkan namanya.

Arkan? wajahnya itu, mengingatkan dengan seseorang yang pernah kukenal. Dugaanku pun ternyata benar, aku memang mengenalnya. Pantas saja dari awal datang, wajahnya seperti tak asing bagiku.

Bayu memperkenalkan Arkan denganku. Arkan adalah seorang guru di salah satu SMA Negeri di Jakarta Timur. Sekolah itu adalah tempatku menimba ilmu delapan tahun yang lalu. Tepat sekali, aku semakin yakin kalau ia adalah Arkan yang kukenal. Arkana Putra, seorang guru Bahasa Inggris.

Wajahnya tak banyak berubah, alis tebal dan hidung mancungnya belum lagi sorot tajam matanya. Masih sama seperti enam tahun lalu saat ia menjadi guru baru di sekolahku. Kalian tahu kan? kalau ada guru baru, masih muda, dan wajahnya tampan, pasti bakalan jadi idola para siswi.

Ingatanku kembali ke zaman di mana aku masih mengenakan seragam putih abu-abu. Waktu itu hari senin, Bahasa Inggris adalah pelajaran pertama setelah upacara selesai. Minggu lalu, Pak Arkan tidak mengajar karena sedang sakit. Hari ini, sejak di lapangan tadi aku tahu kalau Pak Arkan sudah masuk kembali.

Seperti biasa,  Pak Arkan selalu menanyakan kabar kami sebelum mulai pelajaran. Khusus hari ini ia pun meminta maaf sebab minggu lalu tidak bisa masuk karena sakit.

"Students, have you finished your home work?" tanya Pak Arkan sambil mengambil spidol dan menuliskan sesuatu di white board. Tanpa menunggu jawaban, ia perintahkan kami untuk mengumpulkan PR.

Aku mencari buku Bahasa Inggris di dalam tas, tetapi apa yang dicari tak kudapat. Sampai semua isi tas kukeluarkan. Tiba-tiba Pak Arkan datang menghampiri.

"Kenapa? Buku kamu ketinggalan lagi?"

"I-iya, Pak." Duh, gimana ini? sudah dua kali aku ketinggalan buku Bahasa Inggris. Aku baru ingat, setelah mengerjakan PR semalam ketiduran. Bukunya pasti masih ada di meja belajar. Kenapa sih, bisa sampai lupa lagi?

"PR-nya sudah kamu kerjakan belum?"

"Sudah, Pak," jawabku dengan kepala menunduk.

"Ok, sama seperti yang lalu, hukumannya kamu jadi asisten saya selama jam pelajaran berlangsung!"

"Iya, Pak!"

Itulah perjanjian kami sekelas dengan Pak Arkan, waktu pertama kali ia menginjakkan kakinya di kelas ini. Jika ada yang tidak mengerjakan PR atau tidak membawa buku, maka harus dapat hukuman. Bagiku, hukuman ini adalah sesuatu yang menyenangkan. Aku bisa menikmati wajah tampannya dari jarak lebih dekat. Ya, ada satu kursi yang disiapkan di depan meja guru untuk siswa yang dapat hukuman. Tentu saja dengan senang hati aku menempatinya.

I Love You, My TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang