8. Jadi Pacar Gue Atau...

4 1 0
                                    

Ini bukan tentang sebuah pilihan untuk menerima, karena ketika Sia sudah memilih Naga; segalanya harus ia terima. Sia bukan gadis dewasa yang telah mengerti banyak hati, tapi ia ingin memahami Naga sekecil apapun usahanya yang terlihat. Sia ingin menjadi gadis kecil juga dewasa di mata laki-laki itu.

Sia bukan cewek yang jijik-an, ia hanya perempuan yang selalu ingin dimanjakan papa walau sekarang pria tercintanya tidak lagi memanjakannya seperti dulu. Dan ketika melihat Naga; Sia kembali menginginkan itu. Sia ingin perhatian yang telah dipalingkan papa untuknya, ia menginginkan itu dari sosok Naga.

Masih di malam yang sama dengan suasana yang sama dan orang yang sama. Sia dan Naga berhenti di warung pinggir jalan, di sana ada beberapa macam penjual; sate, martabak juga seblak. Sia menatap Naga bingung, mau makan apa?

"Lo mau apa?" tanya Naga. Mereka memilih duduk di gerobak martabak karena di tengah-tengah sate dan seblak.

Dahi Sia berkerut, itu juga yang menjadi pertanyaannya. "Apa ya? Ini semua enak?"

Gantian, Naga yang menaikkan alis. "Lo belum pernah makan ini semua?"

Sia menggeleng.

"Jadi, lo makan apa?"

"Gue makan apa aja yang bisa dimakan."

Naga langsung bangkit tanpa menjawab omongan Sia, ia berinisiatif memesan ketiga makanan tersebut dengan porsi kecil-kecil; agar Sia muat mencicipinya. Lalu ia kembali, duduk di hadapan Sia lagi.

"Lo ... Pernah makan di pinggir jalan begini?" tanya Naga mulai penasaran. Dan gelengan dari kepala Sia menjawabnya. Naga menatap cewek itu terpana. "Jadi, ini pertama kalinya lo makan di sini?"

Sia memasang wajah sebal. "Iyaaaa, Nagaaaa. Apa? Mau ngatain gue manja? Sok kaya? Jijik-an? Atau apa? Gue nggak kayak gitu, cuma emang males aja."

"Terus apa?"

Sia menunjuk sekeliling. "Lo liat, tempat dan orang-orangnya bikin gue takut."

Naga ikut menperhatikan, yang makan padahal orang-orang biasa, berwajah biasa, berbadan biasa dan tidak ada hal-hal yang aneh bahkan penjualnya pun terlihat biasa. Tapi, Sia bisa ketakutan? Wah-wah-wah. Inikah kebohongan dari orang kaya?

"Apa yang lo takutin?" tanya Naga membuat Sia yang sedang memainkan hp jadi menoleh.

"Takut aja." jawabnya, "nih ya gue bilang, kalau orang miskin ke mall pasti mereka fine-fine aja, nyaman-nyaman aja. Kalau--

"Kalau orang kaya ke tempat kayak gini, comfort-nya beda? Sekarang? Lo ngerasa risih?"

Sia diam. Menatap Naga beberapa detik. "Nggak." jawabnya cuek.

"Kenapa?"

"Karna gue sama lo."

Gantian, Naga yang diam. Cowok itu berdehem dan melipat tangan di atas meja. "Kalau bukan karna gue, lo nggak akan makan di sini 'kan?"

"Iya, dan gue berterima kasih sama lo karena malam ini udah bawa gue nyoba hal yang belum pernah gue coba." Ia menunjuk dirinya. "Pakaian sesimple ini, pertama kalinya gue pake." Ia menunjuk sepeda. "Ini pertama kalinya gue naik sepeda malem-malem, pertama kali dibonceng cowok, pertama kali makan di pinggir jalan, pertama kali jatuh cinta. Liat, sama lo banyak hal yang pertama di diri gue. Lo nggak terharu, gitu?"

Naga speechless. Tapi pertanyaan Sia benar-benar membuatnya mual. Terharu, katanya?

"Oh, iya. Gue juga belum pernah ciuman. Lo mau nggak jadi yang pertama buat gue?"

Tuk.

Satu sentilan mendarat di kening Sia membuat cewek itu menutup mata.

"Sakit!" pekiknya tidak terima.

When You Were Nothing [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang