▪︎heeseung kenapa?

1.4K 178 15
                                    

○○○








"Kak, aku berangkat ke ibun dulu, ya?"

Tidak ada sahutan dari dalam kamar. Sunghoon maklum. Sejak kemarin malam, suaminya itu mengeluh sakit. Jadi Sunghoon tetap berangkat ke rumah ibun dan meninggalkan Heeseung dengan rumah yang terkunci rapat.

Tujuan utama Sunghoon pergi ke rumah ibun karena dia mau minta diajarkan memasak bubur. Heeseung yang sakit begini biasanya manja, mintanya bubur atau sayur sop.

Rumah ibun tidak begitu jauh, lima belas menit berkendara dengan mobil dari rumah. Sunghoon datang saat si adek sedang memotong rumput di taman.

"Adek!"

"Eh, Mas?"

Si adek merangkul kakaknya itu kuat-kuat. Sebulan setelah menikah dengan Heeseung, memang belum sempat Sunghoon berkunjung ke rumah.

"Ibun di dalem kan, Dek?"

"Iya, Mas, lagi di dapur kayaknya. Mas ke sini mau minta diajarin masak, kah?"

Sunghoon tersenyum, "Emang adekku yang paling cantik ini serba tau. Mas masuk dulu, ya?"

Laki-laki itu masuk ke rumah dan disambut ibun yang memeluk anak laki-lakinya dengan erat. Sepertinya ibun rindu berat.

"Mas makin bersinar ya, kayaknya? Diapain kamu sama Heeseung?"

"Diciumin, Bun, tiap hari," kekehnya.

Menu sederhana itu dikerjakan oleh ibun dan Sunghoon. Sang anak mencatat dengan jeli semua yang diucapkan oleh ibun. Jangan kebanyakan garam, jangan lupa diaduk, jangan kebanyakan kecap. Sunghoon berusaha mengingat semuanya di otaknya.

Bubur buatan ibun wanginya paling juara. Sunghoon sampai terkagum-kagum karena buburnya sempurna tanpa gosong sana-sini. Anak laki-laki itu bertepuk tangan untuk ibun, mulutnya sibuk mengunyah.

"Nggak susah lho, Mas."

"Takut gosong, Bun."

Ibun membungkuskan dua porsi untuk Sunghoon bawa pulang. Beliau teringat Heeseung yang sedang sakit dan menitip salam pada menantunya.

Langit menggelap di perjalanan. Sunghoon tiba di kediamannya tepat pukul tujuh. Tidak ada hal yang berubah dari rumahnya–tidak juga lampu depan yang biasanya menyala saat petang–yang berarti Heeseung belum keluar sama sekali.

"Kak, aku pulang–kak Heeseung?"

Heeseung yang sedang duduk di sofa tersedak cola saat melihat Sunghoon. Dia sedang bertelanjang dada, entah karena apa, Sunghoon tidak akan tanya soal itu.

"Kamu kenapa di sini? Udah sembuh?"

"Jadi gini, Hoon. Ini tuh sekarang tanggal delapan, ya?"

"Iya. Kenapa?"

Yang lebih tua mengusap tengkuknya sambil tertawa canggung, "Hehe. Ternyata jadwalnya aku rut."

Kalimat Heeseung barusan masih diproses oleh Sunghoon. Rut? Jadi penyakit Heeseung datang karena rut?

"Aku nggak punya suppresant lagi ternyata. Jadi ya, kesakitan."

"Kok nggak bilang sih, Kak? Harusnya aku beli tadi pas pulang–"

"I don't need it anymore. Di seluruh penjuru rumah ini ada bau kamu yang calming."

"Did it really works?"

"Yes, fortunately," balas Heeseung.

Sebenarnya, Heeseung sama bingungnya dengan Sunghoon.

Orang-orang bilang, satu-satunya penyembuh bagi rut seorang alpha adalah omega and the sex activity. Tapi hanya dengan dikelilingi bau kayu manis Sunghoon, Heeseung bisa kembali tenang.

Sungguh ajaib! Mungkin mereka memang sudah ditakdirkan bersama.

"Ibun bikin bubur. Aku angetin dulu."

Sunghoon meninggalkan Heeseung sendirian di ruang tamu. Laki-laki itu meneguk sisa cola-nya, kemudian menuju dapur menyusul suaminya.

Heeseung tidak bisa menahan senyum.

Punggung Sunghoon dari sini terlihat sangat cantik.

Yang lebih tua tanpa permisi memeluknya. Sunghoon terkejut karena perilaku spontan Heeseung yang cukup aneh. Suaminya itu menghirup lehernya kuat-kuat, mengusakkan kepala di perpotongan itu, dan mengulanginya berkali-kali.

"Kenapa, sih?"

"Kamu enak."

"Hah?"

Dia masih memeluk sambil bergumam, "Biarin gini dulu, ya? Wangi kamu bikin nggak pusing."

Sunghoon tidak bisa mengelak lagi. Dia justru menyamankan diri dengan Heeseung yang masih menciumi kulitnya di belakang sana.

Selama Heeseung tenang, bukan masalah besar untuk Sunghoon.










○○○

What Happened with The Lees?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang