0.4 - Nyuwun Pirsα

41 7 2
                                    


Ora ana kukus tanpo geni

_K a t a T e m u_

Ainaya bergerak gelisah dalam tidurnya, keringat dingin yang keluar disekitar pelipisnya. Perempuan itu akhirnya terjaga dalam keadaan tak tenang.

Ia mengucap istighfar, berharap bisa menenangkan hatinya yang merasa tak enak. "Sebenarnya ada apa?"

Ainaya menghembuskam napasnya pelan, melirik pada jam dinding di sebelah lemari. Masih pukul dua dini hari, tapi ia sudah terjaga, perempuan itu beranjak dari tempat tidurnya, berjalan ke arah kamar mandi dengan harapan semoga esok hari semuanya akan terjawab.

Ketika jarum jam menunjukan pukul setengah enam, Ainaya keluar dari kamarnya seperti pagi hari biasanya. Membantu Ratih, sang Mama yang sedang menyiapkan sarapan bagi anggota keluarga yang lain.

Dean masih belum terlihat tanda-tanda akan membawa calon mantu kepada Ratih. Ainaya sendiri sedikit heran dengan Masnya itu, bagaimanapun juga usia Masnya sudah matang untuk menikah, belum lagi ia juga sudah mapan, memiliki pekerjaan yang tetap.

Namun, jika Dean ditanya Ratih perihal pernikahan, ia dengan tenang akan menjawab. "Menikah bukan cuma karena Dean sudah mapan Ma, tapi juga kesiapan Dean mengemban tanggung jawab sebagai kepala keluarga nantinya."

Ya, terserahlan dengan Masnya itu, Ainaya tak ambil pusing toh juga Masnya tidak pernah neko-neko dengan dunia luar.

"Nay!" Panggilan Ratih menyentak Ainaya untuk kembali pada dunianya. Sempat separuh pikirannya pergi ke dunia entah dimana.

"Iya, Ma?"

"Pagi-pagi kok sudah melamun, itu bawangnya diiris yang bener to nduk."

"Iya, Ma." Ainaya kembali mengiris bawang yang ada di depannya. "Eh, iya Ma. Papa tumben enggak nemenin di sini, biasanya sudah magrong di depan meja makan sambil minum kopi. Godain Mama juga sih seringnya." Ainaya memelankan suaranya pada akhir kalimat.

Salah-salah, sutil yang ada di tangan Mamanya akan melayang mengenai dirinya. "Keluar sebentar tadi dipanggil Pak RT, Nay."

Ainaya menyerahkan bawang yang diirisnya pada Ratih untuk dijadikan bawang goreng. Sedangnya Mamanya tengah menyiapkan makanan di rantang seperti biasanya.

"Kasih ini Isrya sama Nisa, ya?"

"Kenapa mereka gak makan di sini aja, Ma? Kan lebih enak, rame juga tuh." Ainaya bertanya setengah memberikan usul.

"Jarang mau mereka, Nay. Kamu kaya gak tahu Isya aja. Udah kamu kasih saja habis itu lansung pulang, jangan nyangkut di rumah sebelah."

"Iya, Mama." Ainaya menyalimi tangan Mamanya setelah pamit. Perempuan itu hanya berjalan sebentar, karena rumah yang akan ia sambangi hanya berjarak satu rumah di sebelahnya. Dekat.

"Assalamualaikum, ada kehidupan di dalam?" Tangannya mengetuk pintu kayu itu beberapa kali, hingga terdengar sahutan dari dalam rumah.

"Waalaikum salam, Wah! Mbak Sya, kali ini bawa apa lagi, Mbak?" tanya Nisa menggoda.

"Bawa rantangnya aja, Nis. Nih, bagi-bagi sama Masmu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kata TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang