Dukuh Kembang 4

92 8 4
                                    

Ki Joyo mengantar sampai ujung desa tepat di gapura tempat tadi kami masuk kedalam dukuh, halimun masih pekat menghias, namun di sebalik sana sudah terlihat benderangnya cahaya menandakan siang hari di alam fana.
Setelah berpamitan dan mendapat sedikit wejangan kami berdua pun melangkah keluar dari dimensi lain ini.

Kaki menapak keluar, dan berdiri dialam nyata, sebuah dunia manusia. Namun pertanyaan disini kembali muncul; karena kami berdua telah berdiri dipuncak Syarif, puncak tertinggi di gunung Merbabu.
Berbeda ketika masuk masih di persimpangan Trianggulasi, namun keluarnya dipuncak.
Semua itu hanya menjadi pertanyaan dalam hati saja tanpa aku pertanyakan.

Kami berdua pun bertemu dengan rombongan pendaki yang jumlahnya empat orang, bertujuan menayakan hari, juga mencocokan jam tangan yang berhenti bergerak dengan sendirinya.

Sudah dua hari ternyata kami berdua berada didalam dukuh, padahal apa nyang kami lalui serasa tidak sampai satu hari, bahkan pergantian suasana didalam sana juga secara tiba-tiba juga ganjil. Apa yang terlihat masih melekat dalam ingatan, sampai sebuah pertanyaan aku utarakan.

"Kang, apa sebenarnya yang terjadi didalam Sana? Dan apa yang kang Armani lakukan ketika semua menghilang tanpa aku tau?"
Kata ku bertanya.

"Aku melakukan permintaan dengan pemimpin Dukuh, aku harus mengantarkan semua jiwa-jiwa yang tersesat didalam sana menuju alam barzah yang selayaknya."
Jawaban itu terdengar.

"Terus kenapa dibatu nisan itu tertulis nama kang Armani?"
Aku masih terus bertanya.

"Karena aku menggantikan mu bro, dan juga menggantikan mereka semua dengan jiwa ku."
Sebuah jawaban terucap dengan sunggingan senyum diwajah nya.

"Kang, seharusnya tidak begitu caranya, bagai mana dengan kehidupan selanjutnya? Bagai mana aku kasih tau ke semua orang?"
Sesalku kini terucap dalam pertanyaan.

"Ceritakan yang perlu kamu ceritakan, cukup kasih tau Armani masih ada disini, sebagai penuntun jiwa yang tersesat. Dan nanti aku sendiri yang akan bilang ke keluarga, ke emak, bapak, juga yang lain. Jika aku masih mengemban tugas dilereng Merbabu."
Jawab kang Armani.

Sangat membuatku merasakan berbagai kesedihan, sebuah sabetan luka yang menorehkan memar tanpa prisai dalam hati.
Keputusan nya, sangat tidak bisa aku terima, hanya demi rasa kepedulian terhadap sesama maghluk Tuhan yang disebut manusia.

Tidak pernah terfikir oleh ku kenapa sampai dia bisa sejauh itu memiliki iba terhadap yang lain, andai orang lain yang datang bersama ku pasti hanya akan memikirkan keselamatan sendiri tanpa peduli apa yang terjadi dengan jiwa para pendaki itu.

"Kamu sudah aku anggap seperti adik ku sendiri bro, kakak mu teman sependakian dengan ku sejak dulu, sudah saatnya aku menjadi perantara antara dua dunia, ini semua kembali dalam takdir. Semua karena Allah. Jangan berfikir yang tidak perlu kamu fikirkan, di dunia ini, juga di dunia lain kita semua hanya menjalani perjalanan, sampai kita kembali mati."

Pernyataan itu hanya bisa aku tangisi tanpa mampu berbicara, andai bisa melarang nya sudah aku lakukan saat itu. Namun kepentingan diri tidak pernah dia miliki, selalu mementingkan sesama agar layak menjalani kehidupan juga kematian dengan tatanan nya.

"Sudah, jangan menangis, ini garis hidup bro tujuan, aku memilih agar hidup yang aku jalani tidak sia-sia ada manfaat untuk yang lain nya. Dan tidak hanya di sini ada Dukuh, disebrang sana nanti kita turun, aku harus masuk juga melihat keadaan disana."
Ucapnya memberi tahu ku.

"Aku ikut kang, dimana kamu akan masuk Dukuh aku harus ikut."
Jawabku.

"Tidak, saat ini kamu masih raga kasar bro, beda dengan ku."
Imbuhnya.

"Maksud kang Armani apa?"
Tanya ku dengan bingung.

"Jasadku sudah terpendam didalam Dukuh bro, ini jiwa ku, jiwa yang hanya mengantar mu pulang. Jiwa yang akan mengantarkan semuanya pulang, semuanya harus pulang."

"Astagfirullah kang. "

Mendengar itu aku hanya bersimpuh ke bumi Allah dengan tangis.
Sangat menyesali pendakian ini, pendakian yang mana harus mengorbankan sahabat yang seperti saudara ku sendiri.

Pelan dia mengelus punggungku sambil mengucapkan.

"Sudah kita sholat berjamaah disini, dan kamu harus yakin kalau aku masih hidup tanpa raga di alam lain, aku akan selalu menjaga mu bro, ada untuk mu dimanapun kamu berada."

Setelah mendengar itu kami berdua sholat aku sebagai makmum nya, entah sholat ku bisa tumakninah khusuk atau tidak yang jelas air mata terus menetes, hati masih sangat pilu mendengarkan pernyataan-pernyataan dari kang Armani.

****

Kami berdua turun setelah beberapa saat mengamati alam untuk berpisah dan meninggalkan sekilas rundungan kelam.
Menyebrangi jalur melalu jalur sisi lain via Selo kami lalui, karena di sana ada tujuan untuk sahabatku yang ingin melihat Dukuh lain, memastikan seberapa banyak lagi jiwa yang harus dihantarkan menuju peristirahatan.

Savana dua, disitulah menjadi tempat terakhir aku berpisah dengan kang Armani, dia harus masuk kedalam gapura lagi yang sudah terlihat disebalik kabut.

"Bro, hati-hati turun, sampaikan pesan ku ke keluarga, aku akan turun dimalam keempat puluh. Selalu doakan aku agar bisa menjadi penyebrang jiwa. Aku akan tuntun mereka semua yang sudah di alam Sana, juga yang masih dialam ini agar tidak ada lagi jiwa yang tersesat."
Kata ucapan terakhir.

"Ya kang, hati-hati, apa yang menjadi pilihan mu semoga dirahmati Allah."
Aku menjawabnya.

"Amiin, nanti dimalam ketiga aku Akan hadir menemui mu. Sudah aku pamit bro."

Langkahnya pergi memasuki gapura lain, aku hanya mengamati dengan rasa sedih, bangga, terharu, semua campur aduk. Memiliki sahabat yang sehebat ini, kuat, tanpa memiliki sifat egois sedikit pun.
Setelah ia menghilang dibalik kabut aku hanya berlahan turun meninggalkan nya, meninggalkan lereng Merbabu menuju pulang.

****

Dimalam ketiga kang Armani datang meski hanya dalam mimpi, menceritakan kalau aku terlehir waktu setan bergentayangan, yang menjadikan aku disukai oleh bangsa mereka.
Lahir ku pas adzan magrib, yang membuatku special dimata lelembut karena kejadian dimana pas usia ku dua tahun pernah mengalami yang namanya mati suri.

Dimalam keempat puluh secara zahir permujutan tanpa perubahan kang Armani pulang ke rumah keluarganya. Menginap satu malam, untuk menceritakan pilihan hidupnya, dan kang Armani pulang tidak sendiri melainkan dengan seorang wanita yang membawa anak laki-laki yang diberi nama Muhammad Uli'nuha.

Menurut keluarga beliau istrinya sangat cantik, karena sudah berkeluarga dan memiliki momongan sang keluarga juga meridhoi serta merestui, keluarga juga bisa menerima alasan sahabat saya ini.

****

Dan untuk pembaca yang budiman pasti akan bertanya siapa istri kang Armani, terus bagai mana menjalani kehidupannya.
Istri nya juga manusia yang sama hidup di alam lain, menjalani kehidupan normal adanya, dan misi nya juga tetap sama sebagai penuntun jiwa-jiwa manusia yang tersesat.
Gus Uli putra beliau juga mondok di pesantren selayaknya santri pada umumnya yang menimba ilmu keagamaan disalah satu pondok pesantren di kota kami.

Demikian penjabaran saya tentang kang Armani, silaturahmi kami tetap baik sampai detik ini.

Wassallam


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DUKUH KEMBANG (MERBABU) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang