Slowed

5.4K 269 9
                                    

Menikah bukan hanya perihal pasang cincin di jari manis masing-masing, bukan cuman mempersatukan dua orang yang saling mencintai, bukan pula cuman daftar di KUA, tapi menikah itu perlu punya rasa untuk saling percaya dan menghargai.

Bukan pula cuman status.

"Kamu bisa pergi ke mana aja asalkan kasih tau saya, biar kalau orang tua kita nanyain kamu saya bisa jawab."

Gadis jangkung yang duduk di sofa sambil bukain berkas laporan dan handphone yang senantiasa terselip di telinga sama bahu terus bicara perihal peraturan 'pernikahan', sedangkan gadis lainnya yang duduk di ujung sofa sembari memeluk bantal hanya mengangguk-qnggukan kepalanya.

"Kalau gue mau pergi ke pesta?"

Semua yang sedang dilakukan gadis jangkung mendadak terhenti, ia menutup berkas yang sedang dilihatnya, mematikan sambungan telpon dan membenarkan duduknya menghadap gadis berambut pendek.

"Kamu tetap harus kasih tau saya. Jam berapa kamu selesai pesta, biar saya bisa jemput kamu."

"Tapi bukannya itu malah ngerepotin.... Ya?"

Gadis rambut pendek bernama Gracia itu terdengar ragu-ragu, menundukkan kepala dan mengeratkan pelukannya pada bantal sofa.

"Liat saya, Gracia."

Gracia mengangkat kepalanya dan bertemu pandangan tajam namun tegas milik seseorang yang sejak kemarin sudah sah menjadi istrinya, Agatha Shani Indira.

"Kamu sekarang udah jadi istri saya, yang berarti kamu tanggung jawab saya. Saya gak nikahin kamu buat main-main meskipun kita dijodohin."

Deg!

Rasanya detak jantung Gracia meningkat, dan hawa hangat menyelimuti pipinya. Terima kasih pada hari yang sudah malam, membuat kemungkinan Shani dapat melihat rona pipinya menjadi tidak mungkin. Gracia praktis memalingkan wajahnya.

"Jawab saya, Gracia."

"I-iya, Kak. Aku bakal kasih tau Kakak kalau mau kemana-mana."

"Bagus...."

Ini.... Hanya perasaan Gracia atau suara Shani terdengar lebih berat. Gracia mendongakkan kepalanya dan praktis kepalanya terasa pusing saat Shani mendekat kearahnya untuk menyatukan bibir mereka.

Ya Tuhan

Kenapa rasanya sangat manis, bibir tipis Shani terasa lenbut dibibirnya. Apalagi saat bibir tipis itu melumat bibir bawahnya yang lebih tebal. Gracia merasa semakin pusing. Bahkan bantal yang Gracia peluk sejak tadi sudah dilempar Shani entah kemana.

"Lingkarin tengan kamu di leher saya." Bisik Shani di depan bibir Gracia.

Suara Shani sudah seperti mantra bagi Gracia hingga gadis rambut pendek itu hanya bisa mengikuti Shani. Tubuh mereka berdua praktis saling menekan.

Gracia mendongakkan kepalanya saat Shani mengecup ringan lehernya, terus menghirup, menggigit ringan dan menjilat bekas ulahnya. Gracia rasanya hanya bisa pasrah, tidak menarik diri tetapi semakin menekan tekuk Shani untuk mencium lehernya lebih dalam.

"Nghh~ Kakhh."

"Di sini atau di kamar?"

Ucap Shani di telinga kanan Gracia dan terasa makin dalam, tercampur dengan hasrat dan keinginan. Shani menarik diri untuk menatap mata cokelat bulat yang sayu itu, ada kegelapan dan keinginan terselip pada pandangannya. Nafas mereka berdua pun tidak stabil dengan aura ketegangan seksual yang menyelimuti.

"Di kamar."

Tanpa pikir panjang Shani menyelipkan tangan di pundak dan bawah lutut Gracia, menggendong gaya pengantin dan membawa Gracia ke kamarnya. Tentunya dengan diselingi ciuman penuh gairah.

Blam!

Menikah karena dijodohkan bukan berarti tidak bisa skidipapap kan?!




FIND OUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang