15

4.7K 283 0
                                    

Pukul 7.30 malam.

Aya berjalan ke ruang tengah menghampiri Bunda dan kakaknya.

"Akhirnya yang ditunggu-tunggu, selesai juga nih," ucap Arya melihat adiknya.

"Owalah, anak Bunda kalau pakai gaun cantik juga ternyata," puji Bunda.

"Gimana, Kak? Aya cantik gak pakai gaun ini?" Aya meminta pendapat dari kakaknya.

"Ya cantiklah, lah Kakak yang pilih tuh gaun."

Aya yang mendengar perkataan Arya tersipu malu, dia memang senang dipuji terlebih jika dipuji oleh Bunda dan Kakaknya.

Saat ini, Aya memang menggunkan dree panjang dengan model tanpa lengan berbentu A-line dengan warna navy. Tak lupa pula memakai anting silver panjang dan tatatan rambut model classy bun membuat leher panjang Aya terlihat yang dibaluti dengan kalung cantik. Terlihat simple namun elegan.

Ya, hasil berburu sang Kakak di mall memang tidak pernah sia-sia ternyata.

"Kalau gitu, Arya sama Adek berangkat dulu ya, Bun. Takut kemaleman," ucap Arya akhirnya.

Usai pamit, Arya dan Aya pun berangkat menghadiri acara syukuran teman Arya yang katanya dilaksanakan di rumah sendiri.

Selama perjalanan, Aya tak henti-hentinya bertanya ini dan itu. Seperti anak lima tahunan yang baru keluar kandang, membuat sang Kakak harus ekstra sabar meladeni adik manjanya.

Tak terasa, mereka telah sampai di rumah teman Arya. Arya lalu memarkirkan mobilnya, lalu menggandeng Aya masuk ke rumah besar itu yang seperti istana.

"Eh, hai, Bro! Akhirnya datang juga lo!" seseorang menyapa Arya begitu dia masuk.

Arya menyapa balik, tak lupa pula bersalaman ala teman lama.

"Ini—"

"Adek kesayangan," potong Arya, seakan tahu bahwa temannya menanyakan hal demikian.

Temannya pun mengangguk.

"Yang sering lo cerita di kantor bukan?" tanyanya memastikan.

"Iya. Ini nih orangnya," Arya merapatkan Aya ke dirinya. Sementara Aya hanya tersenyum mengangguk. Tiba-tiba saja dia jadi canggung berada di tempat ramai seperti ini.

"Cantik juga."

"Eiitsss, gak segampang itu, Bro!" cegah Arya.

"Hahahaha, becanda kok." Ia menepuk bahu Arya.

"Btw, yang punya acara ke mana nih?" tanya Arya kemudian, menyadari bahwa ia belum bertemu dengan pemilik rumah.

"Ada tadi, mungkin lagi menyapa tamu-tamu yang lain."

"Oh."

"Iya, mending kalian cicipi aja hidangan yang ada sambil nungguin dia."

"Oke, thanks ya, Rif."

"Sama-sama."

Arya pun mengajak Aya mengambil segelas minuman yang tersaji beserta beberapa menu makanan yang terhidang.

Setelahnya, Arya dan Rifki berbincang-bincang. Sementara Aya hanya diam, mendengar perbincangan sang Kakak dan rekan kerjanya yang sulit ia mengerti. Sejujurnya, ia sedikit menyesali karena telah menyetujui ikut dengan sang Kakak ke acara ini. Ia seperti anak yang kehilangan induknya. Merasa asing dan sepi.

"Kak, Aya mau ke toilet," bisik Aya memotong perbincangan kakaknya.

"Sekarang?"

Aya mengangguk.

"Ya udah sana!"

"Issh, temenin. Aya gak liat, Kak."

Tampak Arya menghela napas, setelah itu mengangguk.

"Rif, gua temenin adek gua dulu ya ke belakang!" pamitnya.

"Oke deh, gua juga mau nyari yang punya acara. Sampai sekarang gak ketemu nih."

Arya mengangguk, lalu mengajak Aya ke belakang.

Dia memang sudah hafal dengan seluk-beluk rumah ini, lantara ia pernah berkali-kali ke mari sejak SMA. Apalagi yang punya acara juga adalah atasannya, jadinya sudah dianggap seperti rumah sendiri.

"Kakak balik ke depan ya? Gak apa-apa kan kalo kakak tinggal?" ucap Arya begitu mereka sudah sampai di salah satu toilet.

"Iya, Kak. Aya udah hafal kok jalannya."

Arya pun meninggalkan Aya, bersamaan sang adik masuk ke toilet.

Ooo

Aya berjalan celingak-celinguk usai dari WC, memastikan bahwa ia tak salah jalur. Pasalnya meski tempat acara syukuran ini adalah rumah, tetap saja Aya kebingungan. Mana lagi rumahnya luas amat kayak lapangan sepak bola.

Fokus dengan mengedarkan pandangan, hingga tak sengaja menubruk punggung seseorang.

"Aaauhhh!!" rintih Aya memegang hidung dan jidatnya.

"Wooyy, kalo jalan tuh pakai mata! Gak liat ada orang di depan?" protes sosok tersebut berbalik. Ia mengusap-usap jasnya lantara minuman yang dipegangnya tumpah mengenai pakaiannya.

"Yeee, nilai bahasa Indonesianya dapat merah ya? Jalan tuh pakai kaki, bukan mata. Wleee," ejek Aya masih memegang bagian yang sakit dengan mata merem.

"Issshh, lo tuh ya emang tahu tata krama!" geram sosok itu menunjuk Aya.

"Terus, lo ngerasa punya tata krama itu?" tantang Aya. Matanya melotot menatap sosok di depannya hingga membuat jantungnya mau copot.

"PAK SETAANN!!!"

"AYAA!!!"

Langsung Aya membuang muka melihat dosen yan tak diharapkan ada di depan matanya.

"Kamu ngapain di sini?"

"Jalan-jalan," jawab Aya asal. Sengaja memang biar dosennya itu emosi.

"Kamu kira ini tempat wisata?"

"Hmmm, harusnya sih begitu. Rumah luas kayak gini mah enaknya dijadiin taman bermain."

Anta geram mendengar jawaban Aya. Cewek ini selalu saja bisa membalas ucapannya.

"Terserah," ucapnya kemudian membalikkan badannya.

"Ya udah," balas Aya acuh tak acuh.

Ia belum beranjak, masih mengedarkan pandangannya mencari sosok sang Kakak.

Di depannya, Anta sedang berbincang dengan seseorang. Mungkin salah satu tamu, pikirnya. Tak ambil pusing, mengambil segelas minuman yang ada di meja dekat Anta sembari mencari sang Kakak.

Ooo

"Ayolah, Pa! Jangan paksain, Anta dong," pinta Anta.

"Papa gak paksa, Papa cuma negoisasi sama kamu. Sebentar lagi Papa akan kenalkan bila kamu belum mendapatkan juga."

Anta mengusap wajahnya kasar.

"Anta belum siap, Pa!"

"Siap tidak siap! Harus dijalani Anta! Kita sudah sepakat kan?"

Anta diam.

Tidak bisa berkutik lagi.

"Permisi, Om!" ucap Aya membungkuk, melewati mereka usai mengambil segelas minuman.

Anta melihat Aya malas, bertemu dengan Aya adalah masalah baginya. Berbeda dengan papanya yang tersenyum melihat Aya yang sopan, takjub melihat anak muda yang masih memiliki tata krama sopan santun, lalu beralih menatap Anta. "Pokoknya Papa gak mau tahu!"

Mendengar ucapan papanya gak gak mau dibantah, sontak Anta menarik lengan Aya yang masih bisa dijangkaunya. Membuat Aya kaget. Apa-apaan ini? Pikirnya.

"Papa mau tahu kan tunangan Anta? Kenalin, Pa, ini Ayara tunangan Anta!"

"AP-APPAAA???" kaget Aya mendengar proklamasi Anta di depan papanya seketika.

Ooo

Dosen Pak Setan! || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang