Disebuah toko kopi, atau lebih sering dikenal dengan nama warung. Adnan, age dan bima memilih untuk melanjutkan menulis diwarung pinggir jalan ini.
Pilihannya jatuh disini karena tidak ada tempat lagi, kalau dirumah bima mereka sudah pasti tidak dibukain pintu karena pulang lambat. Atau kalau dirumah adnan, Ibunya pasti akan marah besar karena anaknya lagi lagi dapat hukuman. Sedangkan kalau dirumah age, mama dan papanya sedang ada dirumah dan tidak dinas luar kota. Bisa bisa age akan dipotong uang jajan, dan ia tidak akan rela kalau itu terjadi
Karena age, sayang dirinya. Dia gak mau jadi gembel karena uang jajan yang dipotong.
Adnan menoleh pada age dan bima yang duduk disebuah bangku, dengan buku buku tergeletak bebas diatas meja. Ya, dua anak itu masih sibuk menulis.
Adnan lagi lagi menghela nafas panjang, Ia masih menempelkan ponsel ditelingganya. Menunggu seseorang yang ia telpon mengangkat panggilan darinya.
"Udah setengah jam nan, Lo cuma berdiri disitu sambil nunggu jawaban telpon. Apa gak kayak orang gila begitu?" bima menaikan alisnya
"Karena gue orang gila, sebaiknya lo diam dan kerjain tugas gue." Sahut adnan
"Gak bisa gitu lah,"
"Lo sendiri yang bilang gue orang gila," Adnan berbalik menatap bima sambil tersenyum meremehkan.
Bima menghela nafas kesal, ia cemberut dengan perkataan adnan. Yang berujung memiliki arti, bima lah yang menulis tugas adnan.
Age menggelengkan kepalanya, "Masih gak ada jawabankan? Udah lah, Mungkin putri tidur."
"Tidur?" Tanya adnan, Ia melirik jam diponsel age, "Ini belum waktunya jam tidur." Lanjutnya lagi
"Atau jangan jangan putri nangis," Ujar bima. Adnan dan age menatap bima lekat, "Putrikan anaknya baperan, Gampang nangis. Bisa aja kan."
Adnan kembali menelpon putri, "Sepanik itu lo sama putri nan." Guman age, Suara kecilnya masih bisa terdengar jelas oleh adnan
"Gimana putri mau angkat telpon itu, Dia kan taunya yang telpon terus age. Bukan lo nan."
Ah benar, apa yang bima bilang ada benarnya. Mungkin itu salah satu alasan putri kenapa tak mengangkat telpon sedari tadi.
Adnan merogoh tasnya, Mengambil ponselnya dari dalam tas. Ia menghembuskan nafas, "Ponsel gue mati." Ucapnya sambil menunjukkan ponselnya yang habis baterai.
"Udah ah, Udahan aja." Age merebut ponselnya dari tangan adnan. "Lama lama pulsa gue abis nan," ia merengut kesal
Adnan melirik pada bima, "Gak gak gak, Tar kalau lisa cek. Bisa salah paham, Gak mau gue." ujar bima seperti tau yang adnan pikirkan.
"Lagian udahlah nan, Putrikan gadis yang bar bar. Mana mungkin penculik mau sama dia, yang ada sebelum nyulik udah mati deluan sama putri."
Ah ini juga benar lagi, Adnan sampai lupa kalau putri memang anak yang sangat galak. Apalagi sama orang yang gak dia kenal. Tapi tetap aja adnan, tetap panik kalau belum mendengar suaranya.
Adnan menyipitkan matanya, Ia melihat surya yang masuk kedalam rumah makan bersama elsa. Adnan tersenyum tipis.
"Eh mau kemana lo?!" Tanya bima
"Bentar." Balas adnan tak menghiraukan panggilan dua temannya itu, Ia terus saja berjalan menyebrang. Karena memang rumah makan yang dimasuki surya tepat disebrang warung.
Adnan masuk kedalam, ia menghampiri surya dan elsa. Mereka baru saja mulai memesan makanan.
Surya dan elsa seperti lagi berbicara, mungkin temu kangen. Karena kan elsa belum lama pergi keluar kota.
Surya melotot kaget saat ada seseorang yang mengambil ponselnya dari atas meja. Tidak hanya surya, elsa yang menatap pun ikut kaget.
"Kabar baik sa?" sapa adnan pada elsa, sambil tersenyum tipis
Elsa mengangguk sambil tersenyum,"Baik nan."
Adnan melirik pada surya, "Gue pinjem bentar."
Adnan langsung mencari kontak putri diponsel surya, Setelah ia menemukan. Langsung adnan pencet tombol untuk menelpon.
Adnan menempelkan ponsel surya pada telinganya, Tak lama panggilan itu terhubung. Yang berarti diangkat oleh putri
"Hallo Surya."
"Udah ah, gue lagi malas bicara. gue tutup telponnya ya."
"Lagi malas bicara, tapi lo angkat?" Tanya adnan lewat panggilan itu.
"Hmm Gue..."
"Ternyata surya lebih penting ya dari pada gue," Lanjut adnan dan melirik pada surya yang sedang menatapnya bingung.
"Jadi yang tadi telpon lo? Bukan age?"
"Menurut lo?!"
Sedangkan dilain tempat, putri sudah menepuk nepuk kepalanya. Ia merasa bodoh kali ini, saat mendengar suara adnan hampir jantungnya mau copot. Untung adnan hanya menelpon, kalau adnan ada disini putri pasti malu abis.
Surya menarik narik kemeja adnan, Maminta adnan mematikan telpon itu. Bukan karena putri, hanya saja ia tidak enak karena ada elsa disini.
Meskipun elsa hanya diam saja, dia pasti sudah tau kalau itu putri yang ditelpon adnan.
"gue mau tidur!" Balasan putri, dan mematikan telpon secara sepihak.
Adnan menyodorkan ponsel itu pada surya, Surya mengambil dan langsung memasukan kedalam kantong celana. Adnan melirik pada elsa, lalu ia ngambil kentang goreng didepan surya dan elsa.
Adnan memakan kentang itu santai, "Ternyata lo sering telponan ya sama putri." Ujar adnan sambil mengangguk angguk. Surya menatap elsa yang sudah menatap tajam kepadanya.
© a k u s a r a
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Adnan (SELESAI)
Fiksi Penggemar"Siapa yang bisa memilih untuk mencintai siapa, Siapa yang bisa memilih untuk tidak mencintai siapa. Sejatinya cinta, hadir tanpa memilih." Follow dulu yuk, sebelum membaca! Rank: 📍# 1 in muvon 13-03-21 📍#209 in rasa 12-01-21 📍#139 in fiksiremaj...