•Chapter 1•

2.6K 255 2
                                    

Nahyuck Sphere #014136
"End Game"
Length : 3667 words
.
Written by : johnj_
BxB | Fantasy | Blood
Don't Like, Don't Read😊

Haechan menghentikan laju larinya dari kobaran api yang menjilat gedung apartemen sederhana di hadapannya, sembari mengatur nafasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haechan menghentikan laju larinya dari kobaran api yang menjilat gedung apartemen sederhana di hadapannya, sembari mengatur nafasnya. Ditariknya nafas panjang dengan susah payah berulang-kali, hingga napasnya kembali teratur seperti sedia kala.

Sesekali tangan kurusnya yang basah akan darah, bergerak gemetar mengusir peluh yang menetes dahinya. Namun ia tak peduli. Entah darah siapa yang berada di tangannya, ia tidak akan bertanggungjawab untuk kematiannya. Asalkan dirinya dapat bertahan hidup, tak masalah jika ia harus membunuh beberapa orang lagi.

Begitu pikirnya.

Terkesan biadab memang.

Akan tetapi, hukum alam memang berlaku kembali di tempat berantah ini. Tempat yang disebut orang-orang sebagai arena, dimana para manusia berusaha memenangi sebuah permainan kartu yang telah diatur oleh master permainan agar dapat bertahan hidup lebih lama.

Siapa yang kuat, ialah yang akan memenangi permainan. Begitu aturan tak tertulis yang diterapkan sang master semenjak ia terjebak di dalam mimpi buruk ini.

Sinting.

Setidaknya Haechan berterima kasih pada otak pintarnya yang dapat menyerap alur permainan kartu sialan ini dengan cepat. Sebentar lagi jika permainan ini usai, ia yakin dirinya akan kembali ke dunia nyata. Ya, pasti.

"Haechan?"

Laki-laki bersurai cokelat muda itu reflek mendongak, tatkala suara berat yang terkesan familiar di benaknya menyapa gendang telinganya. Ia cukup terkejut mendapati sosok laki-laki bertubuh jangkung dengan kemeja bercorak darah di sana sini, mendekatinya sembari melangkah terseok-seok. Sejujurnya, Haechan tak berekspetasi tinggi jika akan bertemu orang yang dikenalinya di situasi sulit seperti sekarang. Namun, sepertinya Tuhan hendak membuatnya terkejut dengan mengirimkan mantan kekasihnya di tengah-tengah permainan sialan ini.

Lucu sekali. Sampai-sampai ia tidak tahu, mau merespon kebetulan macam ini dengan reaksi apa.

"Kau masih bertahan, Jaemin? Kupikir kau sudah mati" ujarnya seraya melempar ponsel yang dipakainya sepanjang permainan ke jalanan lengang.

Jaemin, lelaki bertubuh semampai yang menyapa Haechan barusan itu hanya menanggapi penuturan Haechan dengan tertawa paksa ketika mendengar intonasi tak percaya bercampur meremehkan meluncur bebas dari bibir ranum milik si laki-laki Juni. Sepertinya Haechan enggan beramah tamah dengan dirinya, setelah perpisahan tak mengenakkan mereka.

Jaemin terdiam maklum. Lagipula, siapa yang akan bersikap baik pada tukang selingkuh sepertinya?

Jelas tak ada.

"Apa kabar?"

Haechan mendongak kembali, sambil menatapnya tak percaya. Membuat Jaemin langsung merutuki dirinya sendiri setelah menyadari pertanyaan yang terlontar dari bibirnya, membuatnya tampak begitu tolol.

"Aku baik-baik saja," jawab laki-laki bersurai cokelat itu kemudian. "Setidaknya hingga masa sulit ini tiba. Kau sendiri?"

"Aku merindukanmu."

"Aku baik-baik saja."

Jaemin mengangguk mantap. Ditatapnya Haechan yang beranjak dari duduknya sembari menelan ludah. Mana berani dirinya mengucap rindu di depan laki-laki mungil ini.

Terkadang ia menyadari bahwa dirinya terlalu pengecut.

"Permainanku akan dimulai esok lusa. Kau sendiri bagaimana?" tanya Haechan. "Sama. Aku harus beristirahat untuk memulihkan kakiku."

"Kau terkilir?"

"Huh, ya. Karena terjatuh tadi."

Haechan lantas melangkahkan kaki mendekati laki-laki bertubuh jangkung yang tengah bersandar di dinding toko tersebut seraya meringis sesekali itu. Ditatapnya pergelangan kaki Jaemin yang mulai membiru dengan pandangan mengasihani.

Bagaimana pun juga, kaki yang terkilir jelas-jelas tak dapat membantumu untuk bertahan hidup di tengah situasi seperti ini. Haechan yakin sekali jika lelaki bermarga Na itu akan menjadi peserta yang mati pertama kali di dalam permainan, apabila kakinya tak kunjung sembuh.

Menyedihkan sekali.

"Kemari. Biar kubantu berjalan," tawar laki-laki Juni itu setelah berpikir masak-masak dan membuat Jaemin cukup terkejut.

"Kau yakin? Aku hanya akan menyusahkanmu nanti."

"Kau sudah biasa menyusahkanku selama empat tahun."

Jaemin tak menyanggah lagi. Jawaban judes yang terucap dari birai ranum Haechan cukup mempan untuk membuatnya otomatis bungkam. Diam-diam ia meringis di dalam hati. Hampir dua tahun berlalu semenjak perpisahan mereka, namun laki-laki ini masih mengingat apa yang terjadi di antara mereka dengan begitu jelas. Ah, Jaemin jadi merasa tak enak hati.

"Kita bisa beristirahat di toko furnitur. Semoga saja barang-barang di sana terutama kasur dan senjata tajam masih lengkap, sebab itulah yang kita butuhkan sekarang karena kondisimu sedang seperti ini."

"Mungkin kita juga harus mengambil makanan kaleng di minimarket, sebelum kita benar-benar kelaparan."

"Kau benar. Dan juga obat-obatan." Haechan mengangguk setuju, lantas meraih lengan Jaemin dan mengalungkannya ke leher, mulai memapah lelaki itu sembari melangkah perlahan namun pasti. Manik madunya bergerak menyisir jalanan lengang, membaca satu persatu plakat toko, ruko maupun minimarket sebelum akhirnya memasukinya tanpa ba-bi-bu.

Dengan cekatan, Haechan segera mengambil wadah plastik dan memasukkan beberapa kaleng makanan sekaligus sejumlah kotak susu tawar beserta air mineral sambil mencermati tanggal kadaluarsa yang tertera. Tak lupa diambilnya banyak obat-obatan, terutama peralatan P3K untuk berjaga apabila sewaktu-waktu salah satu di antara mereka terluka.

"Kau masih membenci stroberi?"

Jaemin terkejut sejenak sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan. "Ya, aku masih membenci stroberi. Sama seperti dulu."

"Kalau begitu aku akan mengambil nanas kalengan saja."

"Terserah kau saja, asalkan itu mengenyangkan."

Manik mata laki-laki bertubuh jangkung itu kemudian mengamati gerak-gerik sang mantan kekasih dengan seksama. Sesekali dicermatinya tubuh Haechan yang jauh lebih kurus dari pertemuan terakhir mereka dengan perasaan sedikit berat, sebelum akhirnya mengalihkan pandang ke sembarang arah tatkala Haechan membalikkan tubuh menghadapnya.

"Kita menginap di toko furnitur seberang jalan saja. Semoga saja tidak ada penjarah di malam hari," tukas Haechan sejurus kemudian. Ia lalu kembali memapah tubuh tegap Jaemin, sembari membawa kantung plastik besar berisi makanan keluar dari minimarket dengan sedikit susah payah.

Ia betul-betul kerepotan sebenarnya. Namun, dirinya tak setega itu menyuruh Jaemin membawakan kantung plastik di tangan kirinya. Terlebih lagi, tampaknya laki-laki berparas rupawan itu mulai terserang demam. Makin tak tegalah dirinya.

 Makin tak tegalah dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
End Game • JAEMHYUCK✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang