Maskumambang.

30 2 0
                                    


    Anda bisa memutar musik yang tersedia untuk mendukung suasana yang dituliskan.


    Pikiran Kresna hancur lebur malam itu. Hujan tiba-tiba mengguyur seisi kota tanpa aba-aba. Kresna belari dan terus berlari menghindari rintikan hujan yang membasahi tubuhnya. Sepatu conversenya juga tidak menolak untuk bermain dalam kubangan air. Ia cepat-cepat merogoh saku celananya yang setengah basah, lalu menangkap dan menggenggam kunci pintu bar dengan kuat, memutarnya pada slop pintu, dan membukanya. Ditarik tuas listrik yang berada tepat di sebelahnya. Lampu-lampu neon mulai hidup satu per satu, menerangi luasnya dan eloknya bentuk bar ini. Kresna sudah bekerja sebagai bartender di bar ini selama 5 bulan, walau Kresna tidak begitu menyukainya. Ia hanya bisa menyuguhkan senyum termanis yang bisa ia bentuk dengan saraf-sarafnya, dan menuangkan vodka ke dalam gelas sloki. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



    Dikeringkannya gagang pintu yang basah terkena tangannya, dan secepat itu Kresna merasa kedinginan. ''Bodoh,'' gumamnya sendiri sambil menyadari bahwa ia masih mengenakan baju dan celana jeans yang basah, sementara pendingin ruangan mengembuskan angin dingin itu tepat ke arahnya. Klinting!  Terdengar bunyi bel pintu yang bergoyang, menandakan ada seseorang yang datang. Kresna berlarian ke sana-kemari, dengan napas yang tidak beraturan, ia keluar dari ruang karyawan dan segera berdiri tepat di depan meja bar. Ada seorang bapak tua, mengenakan kemeja kerja, dengan dasi, dan celana hitam, serta kaus kaki yang terpampang sampai menutupi lututnya. ''Selamat malam. Selamat datang di Castell Bar! Ingin pesan apa, Sr?'' tanya Kresna dengan tersendat-sendat. ''1 Rose Wine saja,'' ucapnya pelan. Diambilnya botol Rose Wine dari rak, botol itu berwarna merah muda indah, tembus pandang kacanya, dengan sentuhan hiasan bunga-bunga mawar merah muda seperti sakura di Jepang. Dituangnya, dan disodorkannya ke bapak tua itu. ''Selamat menikmati ya, Pak!'' kata Kresna dengan intonasi semangat, hampir terdengar seperti suara badut psikopat. 


    ''Hei Kresna, kau sedang apa?" tanya teman bartendernya yang menyadarkan Kresna dan membangunkannya dari tidur singkatnya. Kresna tertidur di kasur ruang karyawan, yang biasa digunakan oleh, ya itulah. ''Bangun hei, sudah ramai,'' kata temannya itu sambil menarik Kresna hingga berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Kresna mencuci muka, dan mengucek-ucek matanya, tidurnya tadi terasa tegang. Kresna membuka slop pintu ruang karyawan, dan seperti melihat satu ton manusia ada di dalam bar. Pusing Kresna tiba-tiba menyambut lagi, seakan pusing tersebut berusaha berkata, ''Hai, aku kembali!" Ia mengenakan rompinya, dan merapikan dasinya yang bentuknya tak karuan. ''Selamat datang di Castell Bar!'' seru Kresna berusaha membangkitkan rasa semangatnya. Lumayan berhasil bisa dibilang. 


    Pintu terbuka lebar. Dalam semenit, terdengar hentakan-hentakan kaki berat dari sepatu boot dan suara resleting jaket yang terbuka. Diarahkannya pandangan Kresna ke arah pintu. Segerombolan squad datang dengan cepat, mengarah ke depan Kresna persis. Atmosfir bar yang awalnya suram dan menyedihkan tiba-tiba berubah menjadi swag seperti menyambut kedatangan mereka dengan penuh hormat. Terdapat, 9-10 orang di kumpulan itu. ''Duh, aku alergi anak muda,'' gumam Kresna dalam hati sambil menggeram dan mengeratkan kepalan tangannya, lalu berubah menjadi seorang Kresna, bartender profesional tapi bohong. ''Hai, selamat malam. Selamat datang di-'' ''Lo mau pesen apa?'' kata salah satu dari mereka yang mempunyai luka di hidungnya. ''Wine aja, wine. Apa amer ya?'' tanya Si Perempuan berkacamata hitam kepada Si Hidung Luka. ''Wine aja. Gue traktir,'' kata Si Hidung Luka. ''Wine 10 botol,'' pesan Si Hidung Luka dengan suara seraknya. ''Okay, pesanan akan segera diantar. Silakan mencari tempat terlebih dahulu,'' kata Kresna mempersilakan. 


    Srett. Kertas itu meluncur dari sebuah tangan bercincin hitam tepat menuju depan tangan Kresna. Tangan itu bercincin hitam, memiliki lebam di sekitar buku-buku tangannya, dan kukunya di cat hitam pekat. Dibuka kertas itu, bertuliskan, ''You cute.'' Dahi Kresna berkerut rumit seperti labirin dalam film, ''The Maze Runner.'' Dilipatnya lagi kertas itu dan dimasukkan ke sakunya. Kresna mengudarkan pandangannya ke arah squad itu lagi. Kresna tiba-tiba kelabakan saat sepasang mata menatap tepat ke matanya juga. Langsung dipejamkan kedua matanya, dan mencoba melupakan kejadian itu. 


   ''Hei, Kresna. Antarkan ke gerombolan anak muda keren tadi,'' kata teman bartendernya. Ah, Kresna kurang beruntung hari itu. Ia membawa 10 botol Wine dengan hancurnya perasaan keren. Disambangi tempat anak-anak itu berkumpul. Semuanya sedang bercengkrama dengan seru, dan ada beberapa yang hanya diam, atau sisanya menatap layar ponsel mereka. ''Ini untuk pesanannya,'' kata Kresna dengan gugup sambil meletakkan kesepuluh botol Wine itu di atas meja bundar. Kresna melihat di ujung ekor matanya, ada seorang lelaki yang meliriknya. ''Terimakasih, jika butuh saya, saya ada di meja kasir,'' ucap Kresna lagi, lalu cepat-cepat mencuri pandang ke laki-laki yang meliriknya tadi. Laki-laki itu menggunakan beanie , kalung laba-laba dan pipinya lebam. 


     Kresna cepat-cepat berlari ke belakang, dan kurang beruntungnya,  laki-laki berkalung laba-laba itu memanggil Kresna, ''Hei, tunggu!'' 



to be continued. 


Metanoia ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang