Tiga

194 32 12
                                    

Setelah perkenalan dengan Dong Sicheng, Wook Hee melanjutkan larinya satu putaran lagi. selesai dengan waktu lebih baik dua menit dari sebelumnya, hanya terlambat empat menit. Wook Hee  melihat hanya ada sicheng yang menunggunya.

Aduh senang nya. Dengan jantung berdebar tidak tahu diri ia berhenti di depan Sicheng dengan niat untuk bertanya kepada pemuda itu dimana Yifan.

Belum sempat ia melaksanakan niatnya, Sicheng sudah berkata "Terlambat tujuh menit, berarti empat belas push-up"

Tanpa berkata-kata, Wook Hee mengambil posisi  push-up,  melakukan dengan sempurna.

🍁🍁🍁

Wook Hee melangkah menuju ruang kerja Yifan. sampai di depan pintu, ia berhenti. Wook Hee menyentuh gagang pintu, beranjak masuk.

Di dalam ruang kerja itu, Yifan dan Sicheng duduk berhadapan di depan meja kerja, sedang berdiskusi. Yifan duduk menghadap ke arah pintu, sedang kan Sicheng, berseberangan dengan Yifan membelakangi pintu.

Mendengar Wook Hee masuk, Yifan dan Sicheng menghentikan pembicaraan. Yifan pun menyuruh Wook Hee untuk duduk.

Wook Hee berjalan menghampiri mereka dan duduk di kursi sebelah Sicheng. ia memperhatikan map yang ada di atas meja. map yang sama dengan yang ia lihat kemaren.

Yifan membuka pembicaraan.

"Wook Hee, ada urusan yang mengharuskan saya untuk pergi segera. Besok saya tidak ada, dan akan pulang terlambat lusa nanti. Sicheng yang akan menjadi pengawas kamu selama saya tidak ada. latihan kamu malam ini adalah mempelajari tokoh Xuxi lebih dalam lagi. untuk besok, kamu latihan seperti biasa. ada pertanyaan?"

Wook Hee menggeleng.

"Sicheng sudah saya beri tahu apa saja latihan kamu untuk hari ini dan besok." Yifan bangkit dari tempat duduknya. "sampai jumpa lagi hari jumat." ucap Yifan singkat, lalu beranjak pergi.

Wook Hee memperhatikan punggung Yifan yang menghilang di balik pintu ruang kerja.

"Sebelum mulai, aku akan berikan tes" Kata Sicheng sambil lalu seolah itu hal biasa.

Sicheng berdiri dan menutup pintu, kemudian berdiri di depan. tangannya memegang beberapa lembar kertas yang sepertinya berisi informasi tentang Xuxi.

"aku beri kamu lima detik untuk berfikir. untuk setiap pertanyaan yang ku ajukan."

🍁🍁🍁

"Dari empat belas pertanyaan, kamu hanya bisa menjawab benar tujuh pertanyaan saja."

Sicheng melanjutkan, "Tiga push-up untuk setiap pertanyaan yang tidak bisa kamu jawab." ia bersedekap serta menatap Wook Hee dengan lekat.

Wook Hee kemudian mengambil posisi push-up. dan setelah hitungan ke 21, Wook Hee langsung berdiri dan permisi ke kamar untuk beristirahat.

Sampai di kamar, Wook Hee masuk ke kamar mandi dan berganti baju. setelah meminum vitamin, ia mematikan lampu dan langsung tengkurap di atas tempat tidur.

ia sangat lelah.

Sekelebat bayangan Sicheng muncul di benak Wook Hee, ketika pertama kali pandangannya beradu dengan mata cantik pemuda itu. mata yang menatapinya dan menyampaikan hukuman tanpa ragu. mata yang membuatnya melayang-layang dalam rindu.

🍁🍁🍁

Sicheng masuk ke kamar dengan perasaan puas. niatnya untuk menyengsarakan pemuda itu bisa tercapai. walau sebenarnya ia bisa lebih keras lagi kalau mau. tidak hanya itu, ia bahkan diserahi tanggung jawab dengan otoritas yang penuh atas Wook Hee.

Sicheng tersenyum mengingat pamannya tadi memerintahkan Wook Hee untuk melakukan apa yang di perintahkan dirinya. sepertinya ide yang menarik untuk bisa menyengsarakan wook hee.

Yang lebih menyenangkan lagi, ketika ia mendengar pamannya tidak ada besok. ia bisa mendapat kepuasan yang lebih besar. ia bisa mengikuti workshop yang tadinya terancam batal karena harus menjadi mentor bagi Wook Hee, yang sejak awal menjadi pemicu niatnya untuk membuat pemuda itu ikut sengsara bersamanya.

workshop  musik yang akan diikuti Sicheng itu diadakan untuk kalangan terbatas, yang dipilih melalui seleksi ketat di lima negara yang berpartisipasi. Hanya dua orang dari setiap negara yang mendapat kesempatan langka ini.

Dua bulan Sicheng berjuang mengikuti tahap seleksi. perjuangan itu hampir menjadi sia-sia, digagalkan begitu saja oleh satu perintah sederhana dari pamannya lewat telepon pagi itu. penjelasan singkat pamannya di telepon hanya menyebutkan bahwa Sicheng ditugasi menjadi mentor bagi seseorang bernama Hwang Wook Hee.

🍁🍁🍁

Di sore hari ini, seperti biasa pukul empat sore waktunya untuk Wook Hee latihan. namun, Wook Hee tidak melihat Sicheng. Wook Hee pun mencari ke ruang tengah, ke dalam ruang kerja Yifan, tetap saja tidak ada Sicheng di sana.

Sicheng melirik jam nya. sudah pukul setengah enam. ia mendesah.
Sejak tadi malam, baru sekarang ini ia sempat memikirkan kewajibannya. ia harus menghadapi tugas yang diberikan pamannya.

Sicheng termenung.

Sicheng merasakan sendiri, cita-citanya adalah prioritas kedua. ia sendiri sebenarnya tidak pernah terlampau banyak memikirkan pilihan yang ia punya. dibesarkan oleh pamannya sejak kecil, masa depan Sicheng sudah di torehkan di hadapannya. ia hanya tinggal menjalaninya dengan baik, tanpa bertanya. pertanyaan yang tidak pada tempatnya akan menyebabkan dirinya mendapat masalah besar dari sang paman. hukumannya tidak pernah ringan, semakin berat dengan pertambahan umurnya. jadi ia belajar untuk diam dan patuh.

Sekarang, ia harus menjalani perintah pamannya. ia kembali mendesah.

🍁🍁🍁

Wook Hee baru selesai makan malam dan sudah hampir tertidur di tempat tidur empuk kamarnya ketika ia mendengar suara mobil masuk ke pekarangan dan berhenti di depan rumah.

melompat dari tempat tidur, ia menuju jendela dan mengintip ke luar.  ia melihat Sicheng turun dari mobil dengan tergesa-gesa. Wook Hee segera memakai sepatunya dan setengah berlari turun ke bawah saat ia mendengar suara tidak sabar Sicheng meneriakinya untuk turun.

Wook Hee jengkel tentu saja. dia yang terlambat, dia juga yang marah-marah.

Sesampainya di bawah, perasaan jengkelnya langsung hilang. terkesima ia melihat Sicheng berdiri di sana, memakai jas hitam dengan kemeja putih, celana hitam, sepatu hitam. sebuah dasi hitam yang sudah dilonggarkan melingkari kerahnya, yang kini kancing teratasnya sudah terbuka.

Wook Hee mendadak tersadar ia sudah menatapi Sicheng entah dengan pandangan seperti apa dan ia merasakan muka dan telinganya panas.

"tadi kamu sudah latihan lari?"

"belum." jawabnya gelagapan.

"kalau begitu, dua puluh push-up. sekarang!" perintah Sicheng datar.

"tapi itu karena aku menunggu kamu datang."

"itu bukan alasan. lakukan sekarang!"

Hongkong Love Story ~ Luwin ~ CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang