Prolog

1.2K 117 56
                                    

Zahra dan Leo duduk di taman, terpisah oleh jarak yang menggambarkan ketegangan di antara mereka. Zahra menghela napas kasar, menatap lurus ke depan dengan mata penuh beban.

“Kenapa Leo lakuin itu ke Caca?” tanyanya dengan suara lirih, tetapi tegas.

“Kenapa Leo jadi kaya gini? Caca udah cinta banget sama Leo. Zahra mohon, tolong cintai Caca.” lanjutnya, suaranya penuh harap dan ketulusan.

Leo menatap lurus, pandangannya kosong. “Lo ngajak ketemuan buat bahas begituan?!” tanyanya sambil tersenyum miring, menunjukkan sikap acuh tak acuh.

Zahra mengangguk, tidak berani menatap Leo. Terlalu sakit rasanya jika harus melihat langsung ke dalam mata lelaki yang ia cintai. “Iya.” jawabnya dengan tegas, meskipun hatinya terasa hancur.

Leo menghela napas kasar, lalu menyenderkan punggungnya ke kursi taman. Ia memandang langit biru yang begitu cerah, seolah mencari jawaban di sana. “Lo udah nyerah?” tanyanya tanpa menoleh.

Zahra terdiam sejenak, lalu dengan yakin ia mengangguk. “Iya.” ucapnya pelan, lalu menatap Leo dengan mata penuh kepasrahan. “Zahra nyerah.” lanjutnya, sebelum kembali menatap lurus ke depan.

Leo tersenyum miring, kembali menatap lurus ke depan. “Kenapa?” tanyanya, seolah tidak puas dengan jawaban singkat Zahra.

Zahra menghela napas kasar, lalu kembali menatap Leo. “Zahra sadar. Kalau Zahra sama Leo gak akan bisa bersatu. Leo ibarat seperti langit dan Zahra seperti tanah, jauh berbeda.” ucapnya dengan penuh keyakinan.
Leo tertawa kecil, senyum miringnya tidak hilang.

“Tapi gue belum puas buat lo menderita!” sambil terkekeh kecil.

“Yang artinya kita masih tetap berlanjut!” lanjutnya, seolah menikmati penderitaan Zahra.

Zahra menghela napas dalam-dalam, menahan rasa sakit yang menggores hatinya. Jadi ini alasan Leo bersikap seperti itu padanya. Mencintainya hanya untuk membuatnya menderita.

Cukup sudah!

Zahra tidak bisa menahan air matanya lagi. Dengan kasar ia menghapus air matanya yang mulai membanjiri wajahnya.

“Hidup Zahra udah menderita, Leo. Tolong jangan buat Zahra tambah menderita lagi.” ucapnya dengan suara bergetar, penuh permohonan.

“Zahra capek, Leo.” lanjutnya, menunduk dan terisak dalam tangisnya.

“Udah cukup Leo sakitin Zahra terus.” kemudian, dengan suara yang semakin lirih, ia menatap Leo kembali.

“Zahra tulus sama Leo. Tapi Zahra ikhlas kalau Leo sama Caca.” ucapnya sambil berdiri dan menghapus air matanya.

“Leo jangan sia-siain lagi orang yang tulus sayang sama Leo. Mungkin aja suatu saat nanti Leo bakal kehilangannya.” lanjutnya tanpa menatap Leo, membuat Leo terdiam dan merenungi kalimat tersebut.

Zahra menghela napas kasar sekali lagi. “Zahra harap Leo berubah jadi lebih baik lagi. Zahra tau Leo orang baik.” lalu beranjak pergi tanpa berpamitan.

Leo hanya bisa melihat punggung Zahra yang semakin menjauh, hingga akhirnya menghilang dari pandangannya. Ia menghela napas kasar, ucapan Zahra barusan membuat hatinya tersentuh dan perasaan bersalah mulai muncul. Leo menatap langit biru yang cerah, air matanya perlahan mengalir dari sudut matanya.

“Gue juga gak mau kaya gini. Tapi bayangan masa lalu selalu membuat gue semakin benci sama lo!” batinnya, merasakan dilema yang semakin menguasai hatinya.

Jangan lupa Follow akun wp ini, agar tidak ketinggalan info selanjutnya

Terima kasih Vote dukungannya 😍

Ig: @ine_fn8 (follow yaak)
Tik Tok: @apasaja_42  (author hibernasi)

No plagiat yaa!!

Lukisan Semesta Amerta [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang