Pandangan Pertama

190 11 8
                                    

IBUKU mengantar ke bandara, jendela mobil yang kamitumpangi dibiarkan terbuka. Suhu kota Jeju 23° Clangit cerah biru tanpa awan. aku mengenakan kaus favoritku tanpa lengan berwarna putih aku mengenakannya sebagai lambang perpisahan. Benda yang kubawa bawa adalah sepotong parka.

Di Semenanjung Korea ditenggara Seoul, terdapat sebuah kota kecil bernama Gyeongju berdiri di bawah langit yang nyaris selalu tertutup awan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di Semenanjung Korea ditenggara Seoul, terdapat sebuah kota kecil bernama Gyeongju berdiri di bawah langit yang nyaris selalu tertutup awan. Di kota terpencil ini hujan turun lebih sering dibandingkan tempat lainnya di Korea Selatan. Dari kota inilah dan dari bayangan nya yang kelam dan kental, ibuku melarikan diri bersamaku ketika aku baru berusia beberapa bulan. Di kota inilah aku telah dipaksa menghabiskan satu bulan setiap musim panas sampai aku berusia empat belas tahun. Ketika itulah aku akhirnya mengambil keputusan tegas dan sebagai gantinya selama tiga musim panas terakhir ini ayahku Johnny, berlibur bersamaku di Jeju selama dua minggu.

Ke kota Gyeongju lah sekarang aku mengasingkan diri keputusan yang kuambil dengan ketakutan yang amat sangat. Aku benci gyeongju. Aku mencintai Jeju. Aku mencintai matahari dan panasnya yang menyengat. Aku mencintai kotanya yang dahsyat dan megah.

"Channie..." ibuku berkata untuk terakhir kali dari ribuan kali ia mengatakannya sebelum aku naik pesawat. "Kau tidak perlu melakukan ini."

Ibuku mirip aku, kecuali garis usia di sekeliling bibir dan matanya. Aku merasa sedikit panik saat menatap mata kekanak kanakannya yang lebar. Bagaimana aku bisa meninggalkan ibuku yang penuh kasih, labil, dan konyol ini sendirian? Tentu saja sekarang ia bersama Kun, jadi ada yang membayar tagihan-tagihannya, akan ada makanan di kulkas,mobilnya takkan kehabisan bahan bakar, dan ada orang yang bisa diteleponnya bila ia tersesat.

tapi tetap saja...

"Aku ingin pergi," aku berbohong. Aku tak pernah pandai berbohong tapi aku telah mengatakan kebohongan ini begitu sering hingga sekarang nyaris terdengar meyakinkan.

"Sampaikan salamku buat Johnny."

"Akan kusampaikan."

"Sampai ketemu lagi" ibuku berkeras. "Kau bisa pulang kapan pun kau mau aku akan segera datang begitu kau membutuhkanku."

Tapi di matanya bisa kulihat pengorbanan di balik janji itu.

"Jangan khawatirkan aku," pintaku. "Semua akan baikbaik saja. Aku sayang padamu Mom." Ibuku memelukku erat-erat beberapa menit, kemudian aku naik ke pesawat, dan ia pun pergi.

Makan waktu empat jam untuk terbang dari Jeju ke Pohang, satu jam lagi menumpang pesawat kecil menuju Daegu, lalu satu jam perjalanan darat menuju gyeongju.

Perjalanan udara tidak mengusikku tapi satu jam dalam mobil bersama Johnny-lah yang agak kukhawatirkan.

Secara keseluruhan Johnny lumayan baik. Perasaan senangnya sepertinya tulus, ketika untuk pertama kali aku datang dan tinggal bersamanya entah selama berapa lama.
Ia sudah mendaftarkan aku ke SMA dan akan membantuku mendapatkan kendaraan pribadi. Secara keseluruhan Johnny lumayan baik. Perasaan senangnya sepertinya tulus, ketika untuk pertama kali aku datang dan tinggal bersamanya entah selama berapa lama. Ia sudah mendaftarkan aku ke SMA dan akan membantuku mendapatkan kendaraan pribadi.

Twilight || MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang