Buku Yang Terbuka

43 9 1
                                    

KEESOKAN harinya lebih baik... tapi juga lebih buruk.

Lebih baik karena hujan belum turun, meski langit sudah tebal oleh mendung. Itu lebih mudah karena aku jadi tahu apa yang kuharapkan.

Yangyang duduk bersamaku di kelas bahasa Inggris dan mengantarku ke kelasku berikut.
Hyunjin si anggota klub catur memelototinya sepanjang waktu membuatku tersanjung. Orang - orang tidak memandangiku seperti kemarin.

Aku duduk dalam kelompok besar saat makan siang bersama Yangyang, Hyunjin, Renjun, dan beberapa anak lainnya yang nama dan wajahnya bisa kuingat sekarang. Aku mulai merasa seperti air yang mengalir tenang bukan tenggelam.

Lebih buruk karena aku lelah. Aku masih tak bisa tidur karena angin yang terus bergema di sekeliling rumah. Lebih buruk karena Mr.
Suho memanggilku di pelajaran Trigono padahal aku tidak mengacungkan tangan dan jawabanku salah.

Menyedihkan karena aku harus main voli, dan sekalinya tidak terhantam bola, aku malah melemparkannya ke teman sereguku. Dan lebih buruk karena Mark sama sekali tak terlihat di sekolah.

Sepagian aku sangat mengkhawatirkan saat makan siang waswas terhadap tatapan anehnya.

Sebagian diriku ingin mengonfrontasinya dan menuntut ingin mengetahui apa masalahnya. Ketika terbaring nyalang di ranjang aku bahkan membayangkan apa yang bakal kukatakan. Tapi aku mengenal diriku terlalu baik, tak mungkin aku punya nyali melakukannya. Aku membuat Singa Pengecut terlihat seperti sang pemusnah.

Tapi ketika aku berjalan ke kafetaria bersama Renjun mencoba menjaga mataku agar tidak nanar mencari sosok Mark dan gagal total aku melihat keempat saudaranya duduk bareng di meja yang sama, tapi ia sendiri tak ada.

Yanyang menghadang dan mengajak kami ke mejanya. Renjun sepertinya senang dengan perhatian Yangyang, dan teman - teman Renjun langsung bergabung dengan kami.

Tapi sementara aku berusaha mendengarkan obrolan santai mereka, aku merasa sangat tidak nyaman gelisah menantikan kedatangan Mark. Aku berharap ia akan mengabaikan aku kalau muncul nanti, dan membuktikan kecurigaanku keliru.Ia tidak datang, dan dengan berlalunya waktu, aku pun semakin tegang.

Aku menuju kelas Biologi dengan lebih percaya diri. Sampai waktu makan siang berakhir tadi, Mark masih belum muncul juga. Yangyang, yang mirip Golden Retriever, melangkah setia di sisiku menuju kelas.

Sesampainya di pintu aku menahan napas, tapi Mark juga tidak ada di sana. Aku mengembuskan napas dan pergi ke kursi.
Yangyang mengikuti sambil terus membicarakan rencana jalan- jalan ke pantai.

Ia tetap di mejaku sampai bel berbunyi. Lalu ia tersenyum sedih dan beranjak duduk dengan cewek berkawat gigi yang rambutnya keriting dan jelek.

Sepertinya aku harus melakukan sesuatu tentang cowok itu, dan ini takkan mudah. Di kota seperti ini, tempat orang-orang selalu
ingin tahu apa yang terjadi atas orang lain, diplomasi sangatlah penting.

Aku tak pernah pandai berdiplomasi aku tak pernah berpengalaman menghadapi teman cowok yang kelewat ramah.

Aku lega karena bisa menempati meja itu sendirian, berhubung Mark tidak masuk. Aku terus-menerus mengingatkan diriku, tapi
aku tak bisa mengenyahkan kecurigaan bahwa akulah alasan ketidakhadirannya.

Betapa konyol dan narsis mengira diriku bisa memengaruhi orang seperti itu. Tidak mungkin. Tapi toh aku tak bisa berhenti mengkhawatirkan bahwa itu benar.

Ketika sekolah akhirnya usai, dan rona di pipiku akibat kecelakaan waktu main voli tadi mulai memudar, aku buru - buru mengenakan kembali jins dan sweter biru tentaraku. Aku bergegas meninggalkan
kamar ganti cewek, senang karena untuk sementara berhasil melepaskan diri dari temanku yang suka mengekor.

Twilight || MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang