[ senin ]
Menjadi anak pertama itu, punya beban tersendiri. Selain harus jadi panutan untuk adik, juga dituntut lebih mandiri.
Setelah meninggalnya papa, aku jadi semakin merasa... diasingkan?
Sambil bertanya-tanya, apa aku beneran anak kandung? Tapi secepat juga, pikiran negatif itu aku tambal. Mungkin karena adikku masih kecil, jadi pusat perhatian mama ke dia.Wajar.
Kata wajar untuk hal yang selalu terjadi, mengubah perspektif aku pada hubungan. Seakan tidak percaya ada orang yang tepat, berstatus sendiri sampai sekarang bukanlah masalah.
Yang menjadi masalah, ketika pengalaman 0% itu dan cita-citaku menjadi musuh.
Lalu bus ini berhenti, menandakan segera ada penumpang baru.
Kututup buku catatan kecilku sambil menggerutu kesal. Memutar otak dari tadi, pagi jadi terasa penat."Geser."
Titah seorang pemuda tiba-tiba padaku. Positif thinking aja, dia hanya ingin duduk. Anehnya saat itu, dia tidak hanya menempelkan pantat di tempat duduk sampingku, tapi dia juga meletakkan kepalanya di atas bahuku seperti berpura-pura tidur.
"Mas? Misi, mas? Salah orang ya?" Lagi-lagi aku hanya bisa positif thinking, mungkin wajahku mirip sama ibunya.
Namun, dia diam. Malah menutup wajahnya dengan sweaternya.
"Hei, Tuan muda!" seru pria tua tiba-tiba. "Tuan muda ngapain naik bus? Ayo, turun selagi busnya belum jalan!"
Tuan muda yang dimaksud, adalah pria berjas hitam ini. Ya, dia yang duduk di sampingku.
Secara refleks aku singkirkan bahu dari kepalanya yang masih bersandar. Tetapi dia malah memeluk lenganku. Sangat erat. Sangat modus!
"Kau ngga liat aku sedang bersama pacarku?" katanya tiba-tiba kepada si bapak itu.
"Ah, tapi Tuan―" Bruk!
Sial. Pemuda itu membuat buku catatanku terjatuh.
"Kau melayaniku. Jadi, ikuti mauku," pungkasnya kepada si bapak.
"Wah. Kamu memiliki kepintaran dalam mengatakan hal kasar dengan cara sopan." Pada akhirnya mau tidak mau bapak itu turun dari bus. Lantas bus yang ku naikki berjalan lagi.
"Bisa lepas ngga?" tanyaku, sengaja menekan setiap intonasi kata.
Dia pun melepas. Bahkan menjauhkan tubuhnya. Gila nih orang, kenapa tidak dari tadi coba.
Sampai akhirnya turun dari bus, dia masih bungkam.
Apa dia punya amnesia mendadak? Masa lupa kejadian tadi?
Kiranya terima kasih karena sudah kubantu, atau minta maaf gitu karena ngerepotin. Berlebihan banget lagi, memangnya aku disewa jadi pacar pura-pura apa? Mana ngga ada bayarannya.
Untung sudah sampai tujuan. Aku berjalan menuju sekolah, tetapi lagi dan lagi... itu anak ganggu banget. Dia ngestalk apa gimana? Masa dia ikut dari belakang? Ngapain coba?
"Heh! Lo ngapain ngikut-ngikut gua? Modus ya?!"
Ketika aku ajak bicara pun, dia enggan menatap. Matanya berkeliling ke kiri dan kanan, seolah mencari orang yang aku ajak bicara.
"Elo! Gua ngomong sama lo!" Jari telunjukku mengarah padanya, seperti orang dungu.
"Gua ngga punya alasan dan tujuan untuk ngikutin lu," katanya datar. "Jadi, jangan ge'er."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 𝘁𝗲𝘀𝘁𝗶𝗺𝗼𝗻𝗶
Fanfiction❝Bukan FWB, cuma testimoni.❞ Pura-pura jadi pacar Jake, testimoni yang buruk. 24 / 02 / 21 - 18 / 03 / 21 © 2021, kuinach.