[ rabu ]
Pria itu berdiam tepat di depan rumahnya. Tampak menunggu seseorang, sampai rela membuang waktu.
Ia dengan agak khawatir berulang kali mengecek jam tangan dan rumah di seberang.
Dari tempatnya berdiri, tepat depan rumah itu terlihat seorang gadis berlari dengan terpingkal-pingkal keluar rumah. Namun sebuah senyum tergurat di wajah si penunggu.
Broom! Broomm!
Suara motor menghentikan langkah Jay yang hendak menghampiri Lie. Dengan sigap ia kembali diam di titik awal berdirinya.
Sesekali mata Jay menangkap gadis itu lagi. Gadis yang ditunggunya. Secara faktual, Jay memperlambat waktu demi Lie untuk berangkat bareng naik bus. Sayangnya ia lupa sesuatu.
Gadis yang ia prioritaskan, sudah diprioritaskan oleh laki-laki dengan status resmi sekarang.
Meski kecewa, Jay menghela napas lega. Setidaknya Lie maupun Jake tidak menyadari presensi Jay. Keputusan ia untuk naik bus, terlambat.
[,,,,...]
Saat di parkiran, kami turun dari motor dan melepas helm masing-masing.
"Beli roti di kantin dulu," ajak Jake.
"Masih pagi begini, ngapain jajan?"
"Kamu belum sarapan."
Aku merinding. "Ih, kok tau, sih? Kamu ada keturunan indra keenam ya?"
"Engga, Cyt." Jake menggeleng.
Katanya, kalau pacaran harus punya panggilan spesial. Lantas dari kemarin ia memanggil 'Cyt' dari nama akhiranku.
"Kalo papa kamu bukan dukun, berarti mama kamu ya?!" Em ... aku harus tau ini. Karena bahaya kalau dia bisa baca pikiran kotorku...
"Jangan nebak omong kosong deh."
Akhirnya kami ke kantin. Wah, Tuan Muda ini tak perlu diragukan lagi isi dompetnya. Bukannya matre, tapi sebagai anak yang dompet pas-pasan dan pekerja paruh waktu ini can't relate.
Jake membelikanku lima roti coklat dan dua kotak susu coklat. Dan ia duduk di sampingku.
Oleh sebab itu, atensi serta bisikkan buah bibir tentang kami mulai menghantui seluruh kantin.
"Aku ngga nyaman. Duduk di depanku aja," bisikku pelan.
"Bukan sama aku, tapi ngga nyaman sama mereka, 'kan?" tanyanya lancang.
Aduh. Alihkan aja deh.
"Jake, kamu belinya kebanyakan. Ini mah bisa buat bekel sampe besok."
"Kamu betah sakit perut, ya?"
"Kok bahas itu lagi sih?! Itu kan gara-gara period!" bantahku, tetapi tetap mengontrol volume suara. Ini orang ungkit hal kemarin terus.
'Wah mereka benar-benar pacaran.'
'Murahan banget si Lie.'
'Pasti dia terima karena manfaatin Jake.'
'Kasian Jake-nya dipelet.'
"Gua denger, anjir." Tuhkan, misuh. Salah mereka sih.
Tiba-tiba, aku bisa merasakan kedua telapak tangan seseorang yang menutup kedua indra pendengaranku. "Nikmati aja sarapan kamu," titah Jake.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 𝘁𝗲𝘀𝘁𝗶𝗺𝗼𝗻𝗶
Fanfiction❝Bukan FWB, cuma testimoni.❞ Pura-pura jadi pacar Jake, testimoni yang buruk. 24 / 02 / 21 - 18 / 03 / 21 © 2021, kuinach.