3. Angkat Tangan

47 17 90
                                    

"Jangan egois! Sudah ada yang mengatur takdir setiap orang."

-Anara Ditya

Happy reading🍃

.
.
.
.
.


Wajah Deon kini sudah babak belur, tiga kancing baju atasnya pun sudah terlepas dari bajunya. Rambutnya yang awal rapi, kini berantakkan dan basah oleh keringatnya. Aku dan Azra langsung berlari ke arahnya dan mencekal kuat kedua tangan Deon.

Sementara satu orang lagi yang kini sudah ada di bawah lantai ia terus memegang bibirnya dengan napas yang tidak menentu. Ia mulai mendudukkan dirinya dan mengusap darah yang keluar dari ujung bibirnya itu.

"Ini semua pasti rencana Abang, 'kan?" bentaknya sambil tersenyum licik.

Aku tidak berniat menjawab pertanyaan Tara, aku hanya menatapnya dengan tatapan biasa, tanpa ada rasa marah menyelimuti.

"Ini bukan rencana Nara, ini murni rencana Deon. Kakak kelasmu!" Bentakan Deon tidak kalah menyeramkan.

"Sudahlah, Yon! Untuk apa kamu berkelahi seperti ini, tidak ada untungnya untukmu!" seruku sambil mengajak Deon pergi.

"Ayo cepat ke kelas! Pak guru matematika sedang menunggumu!" ajak Azra.

Saat kami membalikkan badan, ternyata Pak guru matematika sudah berdiri di sana dan sedang memotret kami berempat.

"Katanya kalian ingin mencari teman kalian yang satu, tetapi kenapa kalian malah berkelahi seperti ini? Di belakang toilet pula! Sungguh tidak memiliki kedisiplinan sebagai murid perhitungan. Bapak perintahkan kepada kalian, pergi ke kantor sekarang!" teriak Pak guru sambil menarik tangan Azra yang sedang memapah Deon.

Aku yang melihat Tara kesulitan berdiri pun berjalan ke arahnya dan mengulurkan tangan berniat membantunya. Namun, Tara hanya meliriknya dan menepis tanganku dengan kasar.

"Aku tidak butuh uluran tangan Abang yang kotor itu!"

Tara langsung pergi dengan tangan yang memegang perutnya. Tanpa mengucapkan kata ajakan sedikit pun padaku.

***
Setelah sampai di kantor, Tara dan Deon duduk sebangku di depan Pak guru matematika. Sedangkan aku dan Azra hanya duduk di bangku tunggu belakang Tara.

"Sebenarnya, masalah apa yang menimpa kalian?" tanya Pak guru sambil memegang pulpen dan buku.

"Dia ini adik kelas yang tidak sopan, Pak!" seru Deon.

Brak!

"Tidak sopan bagaimana?"

Tara mengebrak meja dan mengepal kerah baju Deon dengan emosi. Deon tersenyum sambil berdiri dan membalas kepalan di kerah Tara.

"Kau masih tanya tidak sopan bagaimana? Tadi kamu melewat di depanku, kenapa tidak menyapaku? Semua siswa-siswi di sini tahu, jika bertemu denganku harus menyapa!" teriak Deon.

Aku yang mendengar ucapan Deon pun hanya bisa menggelengkan kepala. Gara-gara hal sepele pun Deon keras seperti ini, apalagi kalau masalah besar. Sudah tidak bisa dibayangkan lagi bagaimana nasib Tara tadi.

"Karena apa? Memangnya kau siapa?"

Ucapan yang Tara lontarkan membuat kepalan tangan Deon semakin mengeras, semua kuku-kukunya terlihat putih. Aku langsung berdiri dan menarik Deon agak jauh dari hadapan Tara.

"Zra, bawa Deon ke kelas, ya!"

"Deon kan nurutnya sama kamu, Nar. Bukan aku!" seru Azra sambil berdiri.

Rahasia di Atas AnganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang