Siapa?☀

5 1 6
                                    

🐸

Hari yang mulai gelap menyelesaikan kerja paruh waktu seorang gadis sederhana. Bekerja sebagai karyawan kafe yang bergaji lumayan.

Tujuannya adalah pulang. Pulang ke rumah adik-adik yang sudah dianggap keluarga sendiri. Dengan membawa satu kantong makanan tak banyak.

Tepat dipersimpangan lampu merah, ada beberapa orang preman yang berwajah sangar. Mereka sedang menyiksa seseorang.

Disaat menyadari hal itu Bulan ingin memutarkan tubuhnya untuk mencari jalan lain. Salah satu seorang preman itu menahan bahu Bulan. Membuat tubuh Bulan menegang gemetaran.

Sontak saja Bulan menepis tangan preman itu dengan memundurkan langkahnya. "Cantik juga dia bang. Bawa gih."

Mendengar penuturan salah satu preman di depan, Bulan berancang berlari tetapi kedua tangan Bulan ditahan preman disampingnya.

"Mau kemana? Jangan coba-coba kabur!" seringai preman didepannya.

"Lepasin aku!" pinta Bulan tidak tau lagi bagaimana.

Kini Bulan sangat ketakutan tidak ingin sesuatu buruk terjadi. Mata Bulan juga mengalirkan airmata.

Bulan berharap seseorang melintas dan menolong dirinya. Sungguh Bulan ketakutan sekarang seakan ada sebuah ingatan terlintas di kepalanya.

Bulan terus saja meronta-ronta untuk dilepaskan tapi sebuah tamparan melesat di pipi kanannya. Yang begitu perih hingga sudut bibirnya berdarah.

"Lo bisa diam enggak!" bentak preman disamping Bulan.

Ketika Bulan ditarik paksa preman itu sebuah pukulan melayang ke wajah preman itu terhuyung kedepan hingga pegangan pada tangan Bulan terlepas.

Mengetahui hal itu Bulan langsung menjauh dan berdiri dekat tiang. Ada orang yang menolongnya membuat Bulan bernafas lega.

"Brengsek. Berani lo kasarin cewek!"

Bulan melihat orang yang menolongnya seperti seumuran dengan Bulan. Cowok itu memakai jaket kulit berlambangkan burung elang dipunggung.

Cowok itu menghajar preman-preman hingga semua tersungkur di tanah. Mereka berusaha bangkit dan berlari menjauh.

Cowok itu mengalihkan pandangannya pada Bulan. Bulan masih diam tidak sadar kalo preman tadi telah pergi.

Cowok itu mendekat dan menyadarkan Bulan dengan menjentikkan jarinya di depan wajah Bulan.

Cowok itu terdiam sejenak menatap wajah manis Bulan.

Bulan tersentak dan menatap wajah cowok di depannya. "Terimakasih sudah tolongin Bulan," ucap Bulan menunduk walau masih sesenggukan.

Sejenak cowok itu menatap wajah Bulan gemas disaat seperti ini terkesan lucu.

"Iya. Udah jangan nangis. Besok-besok jangan keluar malam lagi. Bahaya." saran cowok itu dengan mengelus surai Bulan. Entah mengapa ia bersikap begini kepada cewek baru ditemui.

Bulan menganggukkan kepala saja untuk saat ini. Karena ia malu mengeluarkan suara kembali.

Ketika Bulan ingin bertanya sebuah teriakan menghentikannya. "Dicariin dari tadi ternyata disini lo. Berdua-an lagi."

Terlihat 3 cowok lain muncul dengan motor mereka namun berjaket sama.

"Gue nolongin dia. Enggak usah mikir yang lain." sahut cowok yang menolong Bulan tadi.

Ia menatap Bulan di hadapannya, "Lebih baik lo pulang, bahaya cewek keluar malam-malam."

Bulan menganggukan kepala, "Sekali lagi terimakasih udah tolongin Bulan." beranjak untuk berjalan lagi.

"Gue antar pulang," ujar cowok itu menarik tangan Bulan menuju motornya.

"Eh, enggak usah. Bulan enggak mau ngerepotin kamu."

"Gue tetap maksa. Ayo!" mau tak mau Bulan menurutinya.

Ketiga teman cowok itu menatap temannya cengo. Se humble nya temannya itu tidak sampai bisa sopan ke cewek-cewek.

Cowok itu menoleh pada ketiga temannya tadi, "Lo bertiga ikutin gue. Setelah ini kita ke markas."

Motor mereka melaju kecepatan sedang, "Rumah lo dimana?"

"Lurus aja dulu, nanti belok kiri di depan sana." tunjuk Bulan dengan tangannya dan dimengerti cowok didepannya.

***********

Setelah mengikuti arahan Bulan tadi, akhirnya mereka sampai. Ke empat cowok itu terdiam melihat tempat tinggal gadis ini yang tidak lain ialah sebuah panti.

"Lo beneran tinggal disini?" tanya cowok di depan Bulan. Bulan mengiyakan.

"Emangnya kenapa kalo Bulan tinggal disini? Salah ya?" ujar Bulan menatap cowok di depannya satu persatu.

"Enggak gitu. Jadi tadi lo dari mana sampai keluar malam gitu?"

"Tadi Bulan habis pulang kerja, tiap malam terus pulangnya." ringis Bulan menjelaskan.

Ke empat cowok itu kembali terdiam, "Yaudah kita balik. Jangan lupa itu diobati juga."

"Iya, sekali lagi terimakasih ya." dibalas anggukan cowok itu. Lalu mereka mulai mengendarai motor menjauh.

Disaat itu Bulan teringat belum menanyakan nama mereka "Oh iya nama kamu siapa?"

Percuma karena mereka tidak lagi terlihat.

Bulan berjalan menuju ke dalam bangunan itu yang telah dianggap rumahnya sendiri lantaran Bulan tidak tau siapa keluarganya.

"Assalamualaikum," ucap Bulan saat masuk. Disambut oleh anak-anak kecil lainnya.

"Waalaikumsalam, udah pulang nak?" sahut Ibu Mirna selaku pengurus panti.

"Iya bu. Ini tadi Bulan nyempatin beli makanan." memberikan sekantong makanan pada Bu Mirna.

Bu Mirna menyambutnya sembari melihat sudut bibir Bulan berdarah.

"Lho ini kenapa nak? Kenapa bisa berdarah? Kenapa pipi kamu juga merah?" pertanyaan beruntun dengan nada khawatir pada Bulan.

Bulan menggelengkan kepala dan menatap Bu Mirna, "Tadi sedikit masalah Bu. Untung aja ada nolongin Bulan tadi."

"Lain kali kamu hati-hati ya. Ibu enggak mau lihat kamu terluka." nasehat Bu Mirna mengelus lembut pipi kanan Bulan.

"Iya Bu Bulan akan lebih hati-hati."

"Siapa yang nolongin kamu?"

Bulan meringis kecil dengan cengir "Itu yang kelupaan Bu, Bulan enggak sempat nanya."

"Ya udah kamu ke kamar, mandi biar segar terus tidur. Besok kamu masuk sekolah."

"Iya bu, Bulan ke kamar dulu."

★★★★★★★★★

TBC

Baru dua chapter kalo masih ada kata atau kalimat yang campuradul.
Mohon maaf ya, kadang jari suka meleset 😊

See you next chapter 👋👋

Terimakasih 🙏

Gerhana BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang