Aku suka hujan. Suka petrikor. Suka makan. Suka bercanda dengan Abang. Suka Ayah menceritakan hari-harinya. Dan, suka pria bernama Hoshi.
Wonwoo tahu itu semua. Jika dihitung-hitung mungkin kita berteman sudah 1 tahun lamanya. Semenjak hari di mana ia menanyakan perasaanku, tidak ada yang berubah. Masih sama.
Ia masih mengeluarkan kata-kata pedas. Kadang mengejekku seperti anak kecil saat main hujan. Namun, pada akhirnya malah bergabung dan besoknya bolos sekolah.
Sakit berjamaah.
"Daftar sukanya tambah satu, suka ngelamun."
Hadirnya kadang menghidupkan aroma petrikor menjadi semakin candu. Ku alihkan atensi dari jendela buram, di sampingku Wonwoo berdiri sambil membenarkan letak kacamata.
"Nu, lo ga lagi sibuk?"
"Ga, kenapa, Hosh?"
Ada Hoshi rupanya. Semburat merah muncul di pipiku. Aku mengumpat sopan karena tidak terlihat bagus sekarang.
"Cuma nanya kok lo jarang ngumpul? Tim kita kalah mulu ngelawan kelas 3."
"Gue fokus ke lain hal. Salah satunya jadi guru privat nih anak."
Aku melotot karena Wonwoo merangkul ku. Gawat, bagaimana perasaan Hoshi? Ini tidak bisa dibiarkan.
"Napas dong, jangan gara-gara ada dia lo jadi lupa cara napas."
"Gue-"
Aku menutup mata rapat, seketika suara gerimis deras menusuk telinga.
187 kata
KAMU SEDANG MEMBACA
perihal kita yang ternyata hanya angan saja || revisi
Roman pour AdolescentsMenilik sejeda senggang di bawah naungan teduh awan berona malang. Jika kedua insan itu sudah tahu, seharusnya segera menepi dari perahu. Perahu beralas cinta yang terombang sedetik saja sudah menyurutkan asa. "Hujanku, kenapa berlari? Payungmu keti...