M11. Cara Menggunakan Hidup

387 23 2
                                    

Pintu kereta itu terbuka. Tidak begitu banyak orang yang mengantri masuk ke gerbong ini, tak banyak juga yang hendak keluar dari kereta yang membelah malam ini. Aku melangkahkan kakiku yang terbalut boots coklat ke dalam kereta ini dan duduk di salah satu bangku empuk di sana.

Aku memasang earphone putih milikku yang terhubung ke iPod unguku. Kutekan terus tombol forward terus menerus hingga kutemukan lagu yang pas. Aku lalu menatap nanar jendela kaca didepanku yang memperlihatkan langit malam. Kurenungi kegiatanku yang membosankan seharian tadi.

Banyak hal-hal tidak menyenangkan terjadi hari ini. Entahlah, aku bagaikan hidup sebatang kara. Aku lalu mulai membenci kehidupanku. Sudah berapa lama waktu yang kuhabiskan sia-sia selama aku hidup. Aku membenci kesia-siaan itu.

Musik yang berdengung di telingaku pun bagaikan tak dapat memperbaiki apapun. Seandainya ada orang-orang baik yang dapat menyelamatkanku. Suatu tempat di hati ini sepertinya telah berakarat.

Aku sampai di stasiun terdekat dari rumahku. Kakiku pun melangkah perlahan menuju ke rumah yang terletak di ujung jalan. Jalanan sepi ini memang menakutkan, apalagi tengah malam begini. Angin yang berhembus menusuk bagian kakiku yang hanya terbungkus kaus kaki panjang dan rok lipit pendek.

Aku terus melangkah walaupun merasa diikuti oleh seseorang. Lagu AKB48 yang mengalun lembut di telingaku masih menemaniku memecah keheningan jalanan pulang. Aku terhenti sejenak, menoleh ke belakang. Terang saja ada seorang lelaki bertubuh tinggi tegap berbalut jaket abu-abu tengah mengikutiku.

"Siapa kau?" Tanyaku.

"Aku tidak ingin menyakitimu, Nona, tenanglah," katanya.

"Aku tidak menanyakan apa maumu. Aku menanyakan 'siapa kau?'" Kataku lagi.

"Kau tidak perlu mengenalku, Nona," jawabnya. Aku tidak puas.

Pria itu perlahan mendekat padaku. Aku membalikkan badanku dan melanjutkan acaraku pulang ke rumah. Aku baru melangkahkan kakiku beberapa langkah, ketika laki-laki itu menarik lenganku dan membalikkan badanku menghadapnya. Lengan kirinya mencengkeram bahuku kuat.

"Sakit," rintihku.

Tangan kanannya membuka resleting celananya. Aku melotot dan kakiku bergerak dengan sendirinya menendang dan menginjak kaki lelaki itu dan bergegas lari ketika cengkeramannya melemah.

Aku terus berlari tanpa menoleh ke belakang, mengarah ke rumahku. Beberapa menit saja aku telah sampai ke depan rumah yang besar dengan pagar tinggi menjulang. Ya, aku anak orang kaya yang kesepian.

Aku menekan interphone yang terhubung ke pos satpam di dalam rumahku.

"Ini aku," kataku di depan interphone itu.

"Ah, Nona Rena," jawab seorang laki-laki tua.

Detik berikutnya, gerbang tinggi menjulang itu terbuka dan aku melangkah masuk ke dalamnya.

***

"Rena! Ini sudah jam berapa, dan kau baru pulang?" Seorang laki-laki menyambut kedatanganku dengan bentakan keras.

"Tadaima," kataku yang tidak mengindahkan perkataannya dan menaiki anak tangga menuju kamarku.

"Rena!" Teriaknya.

Aku terus menuju kamarku dan membanting pintunya begitu aku berhasil masuk ke ruang pribadiku ini.

***

Aku berbaring di atas kasur empukku, kembali merenung.

Bahkan orang tadi, bahkan ayah juga. Mereka bagaikan angin. Aku tidak bisa merasa tidak sendiri di dekat mereka. Mungkin yang kubutuhkan sekarang adalah kau, pangeran yang menaiki unicorn.

Mungkin jika kau menyapaku, rasa sepi ini akan sedikit hilang. Siapapun, tolong aku. Pada kenyataannya, tak semuanya dapat menemaniku. Padahal, jika saja ada yang bisa membuatku tak merasa sendiri, akan kuberikan apapun, akan ku lakukan apapun.

***

"Rena," wah, raut mukanya berseri.

"Kau siapa?" Tanyaku.

"Pangeranmu," jawabnya.

Untuk saat ini, duniaku tak lagi sepi. Kedatangannya begitu membawa perubahan dalam hidupku. Dia hanya seorang, tapi aku merasa bak dikelilingi banyak orang.

"Kau mau apa, Rena?"

"Ingin dicintai oleh seseorang."

"Aku akan mencintaimu."

"Ajari aku."

"Apa yang bisa kuajarkan?"

"Cara agar hidupku bisa kugunakan dengan baik. Agar bisa menggunakan jiwaku dengan benar."

"Bukalah matamu, Rena. Syukuri apa yang ada, sadarlah akan sekitarmu, cintai itu dan mereka akan mencintaimu."

Tak sadar, aku meneteskan air mata.

"Terima kasih."

***

Kubuka mataku. Tetap saja, aku ingin dicintai.

-----------------------------------------------------------

Btw, selamat hari air!

22.03.2015

Pajama DriveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang