Selamat membaca !
.🌿🌿🌿
Suasana rumah Abdullah sedang ramai- ramainya. Setelah makan siang tadi, kini mereka berkumpul dimana-mana. Ya dimana-mana, bukan hanya di satu tempat tapi diberbagai tempat.
Kubu para ibu berada di dapur, bercerita dan membersihkan bekas makan tadi. Kubu bapak-bapak berada di teras depan membicarakan pekerjaan ditemani kopi dan makanan kering, lalu kubu para anak muda di ruang keluarga mengobrol ringan sesekali bercanda. Selanjutnya, kubu anak-anak di depan tv bercanda dan bermain kejar-kejaran.
Setelah sebelumnya menyalami saudara-saudara Aminah. Anggita sudah berkumpup bersama saudara-saudaranya. Yang kini ia sedang menggendong Rey anak dari sepupunya-- Lila.
"Masuk berapa bulan Lil?" Tanya Anggita, tatapannya sibuk memandang Rey yang di dekapannya.
"Masuk lima bulan mbak minggu depan." Anggita memang setahun lebih tua dari Lina.
"Wah dikit lagi abang Rey udah bisa maam ya.. iyaa." Tanya Anggita yang asik bermain dengan Rey.
"Iya onty" suara Lina yang dimirip-miripkan seperti anak kecil itu menjawab pertanyaan Anggita.
"Wah, Rey anteng banget sama kamu nggit." Isna-- adik kedua dari bundanya itu duduk disebelah Anggita. Tak lama kubu para ibu mengikuti dibelakangnya.
"Anggita udah cocok ya jadi ibu." Kali ini Husna-- adik ketiga Aminah. Para ibu bergurau, sedang sang empu hanya tersenyum.
"Gimana mau punya anak mbak, kan belum ada suaminya toh." Jelas sekali ini perkataan siapa, yang julid dan tanpa perasaan Dara-- istri dari adik terakhir Aminah- Abu. Seakan-akan perkataan itu hanya lelucon, Dara tertawa. Sedangkan yang lain diam memperhatikan si Dara.
"Dara, jaga ucapanmu." Tegas Isna.
Lila yang melihat situasi ini berinisiatif mengambil alih Rey dalam gendongan Anggita dan pergi menjauh. Tak ingin anaknya itu mendengar perkataan kejam dari tantenya itu.
"Lho, memang benarkan. Gimana akan memiliki anak ka--" ucapan Dara terpotong.
"Kamu jangan aneh-aneh Dara, lagi pula Anggita sebentar lagi akan menikah. Ya kan Nggit? " Bela Isna mematahkan omongan Dara.
Anggita yang sedari tadi hanya menunduk mengangkat kepalanya terkejut dengan ucapan Isna. Bukan Isna saja yang sedang menatapnya, Aminah, Husna, dan tentu saja Dara dengan wajah terkejutnya juga.
"I-In Syaa Allah Tante." Jawab Anggita sekenanya.
"Udah-udah, Anggita tadi Umi buat es di dapur, tolong bawakan kesini ya nak." Anggita mengangguk, bersyukur dengan perintah uminya, karena ia bisa cepat-cepat pergi dari keadaan ini.
.
.
.
.Di vote yaa
To be continue..

KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian Terindahku
SpiritualSudah kesekian kali orang-orang bertanya tentang hal ini. Pertanyaan yang selalu membuat dirinya enggan untuk bertemu sanak saudaranya. "Umurmu sudah 25 kan le?" "Kapan kamu rencana menikah, nggit? "Jangan mau kalah dengan adikmu itu." "Mau sampai...