Bagian keempat

9 3 0
                                    

Selamat membaca ~

Pagi itu di ruang keluarga, semua tengah berkumpul bercanda ria. Setelah pulang shalat ied yang dilanjutkan dengan saling bermaaf-maafan, mereka, Abdullah, Aminah, Anggita dan Aini tengah mengesap teh bersama kue kering bersama-sama.

Anggita, kini masih berada dalam pelukan abinya-- Abdullah. Bukan saling pelukan, tapi Anggita sendiri yang enggan melepaskan Abdullah. "Mi jangan cemburu ya sama anakmu yang manja ini." Ujar Abdullah meledek Anggita, sedangkan Aminah-- uminya hanya terkekeh. Setelahnya melenggang pergi ke dapur, menyiapkan makanan untuk kedatangan para keluarga nanti.

"Abi, orang Anggit juga anak Abi." Jelas Anggita, bibirnya menekuk tak rela diledek begitu.

"Ih kak Anggita manja ih." Kali ini Aini. Masih dengan cekikikannya.

"Tauk ih, Anggita kan kangen." Masih dengan mode sebalnya, Anggita melepas pelukannya. Abdullah yang melihat itu mengelus lembut kepala Anggita.

"Udah udah, dikit lagi keluarga umi akan sampai, kalian lebih baik bantu umi di dapur sana." Anggita mengangguk, kemudian berjalan menuju dapur diikuti Aini.

.
.
Di dapur.

Aminah tengah sibuk memindahkan masakan dari wajan ke piring yang telah dihangatkan dengan hati-hati. "Mi biar Anggit aja." Ujar Anggita mengambil alih.

"Oiya mi, kok lebaran tahun ini kumpulnya di rumah umi sih biasanya di rumah kakak umi di Bandung mi." Tanya Aini, dengan tangan sibuk menata lauk pauk di meja makan.

"Seperti yang kita tahu, kak Dewi-- kakak Umi yang tertua kan tahun lalu sudah berpulang, jadi keluarga bersepakat kumpul di rumah umi sebagai kakak tertua setelah kak Dewi ni." Aini manggut-manggut.

"Semua keluarga umi dateng?" Aminah mengangguk.

"Termasuk... tante Dara mi?"

"Tentu." Aini melirik Anggita, melihat responnya. Anggita yang memang sedaritadi tidak ikut menimbrung bergegas membawa makanan yang sudah di pindahkan menuju meja makan. Tak lama izin pamit menuju kamarnya.

Aini paham apa yang membuat kakaknya itu--Anggita begitu. Tentu saja setelah mendengar nama Dara, adik ipar Aminah yang selalu memojokkan Anggita perihal pasangan. Memanas manaskan adik Aminah yang lain tentang Anggita yang tak laku-laku. Yang belum menikah juga diumurnya yang cukup matang ini.

Hal itu membuat Anggita sering kali enggan mengikuti kumpul-kumpul bersama keluarga besar. Tetapi apa daya mulai tahun ini, setiap tahun keluarga akan berkumpul di rumah Aminah. Dan Anggita tidak dapat mengelak akan perkumpulan yang terjadi di rumah Aminah.

.
.

Sekarang pukul 11, semua anggota keluarga mulai berdatangan ke rumah Aminah. Bermaaf-maafan dan bercanda ria.

Acara makan-makan akan dilakukan setelah shalat dzuhur nanti, tetapi sebagian sudah ada yang mulai mengambil makanan terlebih dahulu, apalagi anak-anak.

Anggita masih di dalam kamarnya, setelah membantu Aminah tadi, ia bergegas berganti pakaian. Tetapi jiwanya enggan turun ke bawah menemui sanak keluarga.
Anggita fokus pada handphone digenggamannya, tangannya sibuk membaca wa dari teman-temannya yang mengirimi ucapan selamat idul Fitri.  Ada dari teman-teman Rubeb-- Widya, Daus, Abyan dan terakhir matanya terpaku dengan satu nama Irfan.

Lelaki yang setahun lalu berjanji akan datang ke rumahnya untuk melamarnya. Tetapi batal dengan masalah yang tidak bisa dimaafkan.

Flashback On

Saat ini di ruang tamu, orang-orang tengah tegang dengan kedatangan seorang wanita yang kini berdiri di depan pintu rumah keluarga Abdullah Arafah.

Seorang wanita itu dipersilahkan masuk yang dengan sedikit memaksa berkata  ingin berbicara dengan anak tertua keluarga ini, Anggita.

"Jadi ada apa, apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Anggita perlahan, setelah membawa secangkir air minum untuk wanita di depannya.

"Sebelumnya, perkenalkan. Nama aku Soraya. Maaf kalau kedatangan aku tidak dengan baik." Anggita tersenyum menjawab ucapan Soraya.

"Aku mohon padamu untuk tidak menerima lamaran Irfan nggit." Anggita terkejut termasuk sang Ayah yang duduk di sebelah anaknya.

"M-maksud kamu?" Tanya Anggita gugup.

Bagaimana mungkin? Baru saja Irfan pulang setelah datang melamarnya dan kali ini ia dikejutkan dengan kedatangan wanita yang memohon untuk tidak menerima lamaran Irfan.

"Irfan calon suamiku, kami dijodohkan. Irfan tak menerima perjodohan ini, tapi aku mencintainya, jadi kumohon padamu untuk tidak menerima lamaran dari Irfan." Ujar Soraya, menjelaskan dengan sesenggukan. Yap, sedaritadi wanita itu menangis. Matanya merah, menandakan sudah lama sekali ia menangis.

"Bulan depan kami akan menikah, orang tua kami telah memustuskannya. Dan tiba-tiba aku mendengar bahwa Irfan yang berontak ingin membatalkan perjodohan ini dan ingin melamar kamu."

Flashback off

Setelah kejadian itu, Anggita memutuskan untuk tidak menerima lamaran Irfan dan tidak mau berurusan lagi dengannya. Sebab ia tidak mau menjadi penghancur dalam sebuah keluarga nantinya. 

.
.
.
.

Jangan lupa vote yaa..

.

To be continue

Penantian TerindahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang