Bab 7

4 2 4
                                    

Ada banyak hal yang Ellena lalui. Setelah dia tahu siapa dirinya, rasa sayangnya untuk Inggit tak ada yang berubah, meski Inggit tak pernah benar-benar menyayanginya, baginya Inggit tetaplah ibu. Begitupun dengan rasa sayangnya pada Aditya, meski dia tidak tahu siapa ayah kandungnya. Tapi baginya Aditya tetaplah ayahnya.

"Ell?" Nuri--teman sebangku Ellena--menyikutnya. "Akhir-akhir ini aku lihat kamu sering melamun."

Ellena tersenyum tipis. Apa yang terjadi pada Rena membuatnya benar-benar syok. Apalagi setiap Rena melihatnya, kakaknya itu selalu menjerit histeris. Ada trauma dalam diri Rena, itu yang Ellena rasakan. Namun, kenapa harus Ellena yang jadi kambing hitamnya?

"Kamu kok melamun lagi?" Nuri tahu apa yang terjadi pada Ellena adalah sesuatu yang tidak biasa, karena saat dia melihat Ellena menyiksa Rena tempo hari, dia yakin itu bukan Ellena.

"Nur, aku--" Ellena menarik napas, "akan ceritakan semuanya sama kamu." Ellena memang butuh seseorang untuk mendengar keluh kesahnya. Nuri memang sahabat setianya, di saat semua orang menjauhinya karena satu hal. Justru Nuri-lah yang tetap ada di sampingnya dan tetap mempercayainya.

Ellena menarik napas, mulai dari mana? Hatinya diliputi kebimbangan. "Nur, entah kenapa aku merasa selalu ada yang mengikutiku."

"Maksudnya?"

Ellena menarik napas, dia menceritakan mulai dari keanehan di malam ulang tahunnya. Juga mimpi-mimpi yang sering menyambangi tidurnya setiap malam, bahkan teror yang akhir-akhir ini sering menyerang keluarga Wijaya.

Nuri setia mendengarkan tanpa memotong satupun kata yang sedang Ellena utarakan. Sesaat dia merasa bulu romanya meremang.

***

Sepulang sekolah Nuri memang menjanjikan Ellena untuk menemui seseorang yang bisa membantunya. Menurut Nuri sepupunya itu memiliki kemampuan dalam hal supranatural. Kemampuan istimewa yang dimiliki sepupunya itu, dirasa bisa membantu Ellena mencari jalan keluar.

Ellena mengikuti ide Nuri, mungkin Nuri akan mempertemukannya dengan pria gondrong, jarang mandi, dengan deretan cincin batu di sepuluh jari tangannya.

Nuri tertawa mendengar ungkapan Ellena. "Kamu kira sepupuku mirip Ki Joko Bodo?"

Seorang pria bersetelan semi casual berdiri di depan mereka. Ellena merasa terpukau melihat bagaimana cara pria itu tersenyum.

"Hai, Nur?" Pria gagah dengan rambut ikal itu menyapa Nuri yang sedang menikmati es teh manisnya.

"Hai, Kak." Nuri berdiri di susul Ellena. "Kenalin ini temanku, namanya Ellena yang kuceritakan di telepon barusan."

Pria itu mengulurkan tangan pada Ellena yang hanya menatap uluran tangannya itu dalam diam. Sehingga gadis itu terkesiap saat Nuri menyikutnya. Tergugup, Ellena meraih tangan pria yang Ellena perkirakan usianya mungkin saja baru 21-22 tahun.

"Arga."

Ellena tersenyum ramah. Kemudian melepaskan tangannya dan duduk kembali di sebelah Nuri. Dia tak menyangka ternyata tak semua paranormal memiliki penampilan yang nyentrik, buktinya Arga, dia berpenampilan layaknya orang biasa. Karunia kodrati yang dimiliki Arga, mungkin saja akan banyak membantunya.

"Jadi, apa yang bisa kubantu?" Suara bariton Arga menambah kegugupan Ellena.

"Mau minum dulu nggak? Mau aku bikinin teh? ucap Nuri menawarkan diri.

"Kopi," ucap Arga singkat.

Nuri mendengkus, "Ditawarin teh minta kopi." Dia melenggang pergi ke dapur.

Ellena tersenyum kecil pada Arga.

"Jadi, kamu kenapa?" tanya Arga tetap pada posisinya.

Ellena menarik napas. Agak tidak nyaman jika dia harus mendadak terbuka pada orang yang baru dia kenal, sementara di rumah saja, Ellena tak pernah terbuka pada ayah dan ibunya.

Misteri Jati Diri EllenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang