P E R T A M A

102 13 0
                                    

       ʙᴇʀʙɪᴄᴀʀᴀ soal hidup memang tak akan ada habisnya. Peluang yang melekat semasa batas alam yang biasa kita sebut usia, mendorong kepribadian seseorang untuk mendalami peran dalam peradaban dunia. Kental darah muda pada diri yang padat lencana negara tersemat pada seragam sebagai bentuk pengabdian sehidup semati untuk tanah air. Laki-laki itu berdiri di depan lautan manusia tangguh, entah itu pria atau wanita, mereka tercatat sebagai relawan. Di antaranya sejumlah tentara pasukan khusus yang ditugaskan mengkoordinir lokasi perihal bencana alam bersama dua ratus lima puluh anggota tim medis turut sigap membantu.

       Tidak ada satu pun yang dapat menduga datangnya jutaan mili air laut menelan habis pemukiman kota setelah seorang peneliti tsunami menemukan laut Timur menunjukkan tanda-tanda aktivitas yang mirip dengan Samudera Hindia saat tsunami 2004 silam di salah satu wilayah Asia Tenggara. Gelombang mematikan itu menyapu pantai Gwangalli dan seisinya.

       Semua mata tertuju pada seseorang yang disebut-sebut sersan termuda sedang menjelaskan maksud berkumpulnya mereka di aula militer Busan. Sang Mayor, pemimpin dengan kekuasaan tertinggi di militer angkatan laut Korea Selatan. Sorot mata serta wajah tegas cukup meyiratkan kerja keras yang terpikul di bahunya.

       "Akibat gempa bumi dan gelombang pasang tsunami sebesar 7,5 skala richter yang terjadi di wilayah pantai Gwangalli—kampung halamanku—kita semua perlu melakukan pencarian korban dan orang yang hilang terdampak gempa dan tsunami pukul empat dini hari ini juga." Ujar si pemilik tanda nama Kim Taehyung, sersan muda itu.

       Hening sesaat, wira itu menaruh tangannya di belakang punggung dengan perasaan cemas seraya melanjutkan. "Oleh karena itu, kita—tentara angkatan darat, laut, dan udara—bertugas untuk memantau dan segera mengevakuasi korban bencana alam di lokasi secara langsung selama delapan pekan ke depan."

       "Sediakan stok bantuan makanan di lokasi pengungsian agar distribusi dari para donatur tidak terhambat. Pastikan mereka menghemat air bersih, karena air yang didapatkan untuk keperluan mandi yang dikelola di wilayah pantai masih sangat terbatas, gempa berkekuatan besar menyebabkan pipa dan saluran air hancur."

       Sudah dirasa cukup, netra tajamnya melirik penjuru ruangan. "Ada yang ingin ditanyakan?"

      "Pak!" Seorang laki-laki dengan seragam militer melambaikan tangan ke atas, berusaha mendapat perhatian agar pendapatnya mau didengar.

       "Ya?" Taehyung terpusat ke tempat orang itu berdiri, tepat sepuluh kaki jauh di depannya. "Katakan."

       "Saya Park Jeongseong, Letnan Angkatan Udara. Mengenai keputusan yang baru diturunkan oleh pemerintah pusat negara, kami mendapatkan bantuan tentara AS untuk misi pencarian korban bencana menggunakan helikopter selama dua pekan."

       "Kabar bagus, Jenderal Park. Kita memang membutuhkan pasukan tambahan, karena jumlah korban mungkin tidak terkira jika dibandingkan dengan apa yang kabar berita sampaikan."

       "Lalu, pemadaman listrik total sudah diatasi. Selama perbaikan, untuk sementara waktu mungkin kita bisa memakai alat bantu penerangan semacam senter, lampu minyak, obor, atau lilin."

       "Iya. Tidak ada listrik saat ini, kerusakan berat terjadi pada wilayah pesisir pantai. Siapkan kebutuhan pokok untuk korban yang mengungsi di tenda darurat Suyeong-Gu."

       Satu menit kesempatan untuk bertanya hampir saja lenyap sebelum seorang paramedis wanita mengusung tinggi tangannya ke udara, berusaha mendapat fokus sang wira jauh dari belakang sana. "Permisi, Mayor Kim!"

       Para tentara dan relawan bertukar pandang sejenak. Agak terganggu. Sedikit.

       Dari seruannya bahkan barbar sekali.

       Seperti bilah mata pisau, rungu wira itu sangat tajam hingga tidak memerlukan kekuatan berarti untuk mendengar suara kurcaci dengan snelli putih mencoba berbicara padanya. Dengan sepenuh hati, Taehyung mempersilakan wanita itu agar maju ke depan.

       Berjalan melewati barisan padat manusia kokoh membuat tubuh wanita itu merasa kecil, pasalnya tinggi badan tentu menjadi jurang hidup bagi dirinya yang tumbuh dengan kurang kalsium untuk tulang. Dia menyesal, tidak mendengarkan nasihat ibu untuk mengkonsumsi susu hangat setidaknya satu gelas setiap hari. Tinggi wanita itu mungkin bukan apa-apa jika dibandingkan dengan podium aula tempat Mayor Kim itu berdiri menatapnya.

       Kyumi merasa dirinya seperti akan dieksekusi mati detik ini juga, mengirim desir aneh di dalam dadanya yang bergemuruh hebat. Sebab, Kim Taehyung adalah pria bermata hazel gelap yang berhidung seperti jarum dengan postur badan cukup berisi dan tinggi. Wira itu tampak tenang di antara sekeliling tentara. Untuk yang pertama kali Kyumi melihat manusia seindah Taehyung, darah di tubuhnya mengalir tanpa hambatan begitu cepat saat sang wira angkat bicara.

       "Apa yang ingin kau tanyakan, Nona?"

       Suara berat itu menjadi melodi kesukaannya yang baru ketika tugas pendidikan dokter spesialis mempertemukannya dengan Taehyung, sungguh mengalun indah seketika menggema dalam sekejap pikiran yang memabukkan. Lupakan, sekarang dia akan berbicara.

       "Terima kasih, Mayor Kim. Namaku Ahn Kyumi, dokter residen dari Universitas Nasional Seoul yang sedang ditugaskan di rumah sakit darurat Suyeong-Gu."

       "Teruskan."

       "Kita semua tahu, selain manusia, hewan-hewan yang terdampak juga tak kalah penting untuk diselamatkan. Jadi, barangkali jika tim pencari menemukannya, bawa saja pada teman-temanku yang berdiri di belakang sana." Kyumi menunjuk segelintir gadis yang menatap Taehyung penuh permohonan di selatan aula. "Mereka spesialis hewan, jadi aku memohon kepadamu sebagai pecinta hewan, tolong kabulkan permintaanku, Mayor."

       Ini seperti keinginan kecil yang menciptakan desas-desus miring. Orang-orang mungkin menganggapnya terlalu banyak tawar-menawar. Kyumi berdebar. Menanti jawaban.

       "Boleh saja. Aku tidak keberatan," kata wira itu kalem.

       Kyumi tersenyum lega. Melanjutkan kalimatnya, "Baiklah. Kemudian, kampusku telah memberiku perintah dan karenanya aku datang ke sini sejak pengumuman bencana itu terjadi. Maka, aku dan anggota tim medis lainnya yang bersamaku akan ikut terjun ke lapangan dengan tim pencari untuk memberikan pertolongan pertama pada korban bencana."

       "Manusia atau hewan?"

       Kyumi agak sewot, namun berusaha ditahan. "Tentu saja manusia, Mayor Kim."

       Taehyung menggeleng. "Tidak perlu, Dokter Ahn." Dia menyembunyikan lengan di dalam saku celana panjang yang terkesan dingin. "Maaf, tapi aku tidak mengizinkanmu dan teman-temanmu pergi."

       Kyumi melotot; Apa-apaan dia? Membiarkan nyawa orang terpenggal di tengah jalan, begitu?—"Apa?"

       "Terlalu berbahaya kalau sampai ada gempa susulan dan gelombang pasang. Kau masih mengenyam status mahasiswa, sebaiknya kalian urus korban yang akan tiba di rumah sakit darurat. Biarkan paramedis senior lain yang melakukan pekerjaan lapangan."

       Netra Taehyung berbinar penuh ketulusan. Kyumi tidak tahu, setiap kata-katanya terdengar seperti satir. Dalam arti yang baik.

       "Ada yang lain lagi?"

       Kyumi mengerjap. "Aku mengerti, Mayor. Terima kasih."

       "Silakan kembali ke tempat, Dokter Ahn."

       Menatap lawannya dengan suntikan penyemangat, Kyumi agak terkejut dan panik ketika Taehyung melempar satu garis senyum dengan keindahan luar biasa. Kyumi kehilangan dirinya saat menemukan separuh wajah sang wira ditempa cahaya bulan.

       Satu-satunya wanita yang tanpa ragu berbicara langsung di depan wira, Kyumi memecahkan rekor itu. Well, ini baru saja permulaan. Alasan logis terkait bencana dalam bencana yang lain sedang menanti, kelak mendekatkan mereka menjadi sebuah kesatuan utuh seperti bumi dan langit. Meskipun berjarak ribuan kaki dari permukaan tanah, mereka tetap berada pada ruang lingkup yang sama, bukan?[]

U Ar-My ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang