ʜᴜʙᴜɴɢᴀɴ mereka juga berjalan normal, mereka menjadi sangat akrab. Selayaknya pasutri yang baru memiliki seorang anak laki-laki umur empat tahun; Kyumi menjaga Kook-ie di rumah sakit Suyeong-Gu bersama Taehyung yang kembali dari tugas militernya untuk memulihkan jalur darat di pantai Gwangalli, tak jarang keduanya keterbatasan waktu untuk mengajak Kook-ie jalan-jalan sore di sana. Mereka terlihat sangat akrab. Menemani Kook-ie mewarnai gambar; yang ia interpretasikan sebagai dirinya, Taehyung, dan Kyumi di kertas putih.
Tenda pengungsian di setiap sektor rumah sakit Suyeong-Gu telah berkurang penghuninya. Sebagian besar penduduk kembali ke rumah masing-masing. Bagi yang berkecukupan dan beruntung, mereka bisa memperbaiki atau membangun kembali rumah mereka seadanya yang lebih baik. Bagi yang masih memiliki keluarga di kota lain, mereka pindah ke kota tersebut.
Kehidupan mulai menggeliat; toko-toko kembali beroperasi, pusat bisnis dibuka. Reruntuhan gedung masih di mana-mana bagai jamur yang tumbuh di musim hujan. Sudah cukup lama sejak Kook-ie mengetahui kebenaran dari Taehyung dan Kyumi sebelum ia benar-benar pulih. Saat itu dia ditekan oleh kenyataan bahwa dia telah berpisah jauh dengan ayahnya ketika bencana terjadi. Dia marah karena belum bisa menerima bahwa air laut mengacaukan tidur malam mereka yang seharusnya indah, namun berubah menjadi petaka.
Akan tetapi, semua hanya perkara waktu yang mampu membiasakan agar Kook-ie mau menerima segalanya. Termasuk kenyataan bahwa kini dia tidak bisa menggerakkan kakinya lagi yang mati rasa.
Ke mana pun Kook-ie ingin pergi, Taehyung dan Kyumi senang hati menemaninya. Sebab, sekarang Kook-ie hanya bisa duduk di kursi roda dengan bantuan Kyumi yang ikut mendorong sehingga ia bergerak keluar menuju halaman rumah sakit.
"Terima kasih, Noona*1," ucapnya pada Kyumi yang balas tersenyum hangat.
"Sudah kubilang kalau kita teman, 'kan? Jangan sungkan kepadaku dan Dokter Ahn." Taehyung terkekeh dan berlutut di depan Kook-ie yang mengangguk, kemudian diam saat dia melanjutkan sambil mengulurkan kalung Kook-ie dari saku jaket. "Aku tahu akan sangat terlambat jika aku memberikan kalung milikmu sekarang. Aku sibuk saat itu."
Gelengan kepala menyebabkan rambut mangkuknya bergerak. "Kook-ie senang di sini," ujarnya seraya membiarkan Taehyung memasang bandul kalung di lehernya. "Ada Taehyung-ie Hyung*², Noona Kyumi, suster Clara, dan teman-teman Noona yang merawat Kook-ie. Tapi.."
Kyumi mengusap-usap pundak Kook-ie yang menggantung kalimatnya. "Ada apa? Kenapa Kook-ie diam?"
Ini adalah pekan terakhir. Taehyung dan Kyumi bilang, tugas mereka selesai di pekan ke delapan. Mereka berada di penghujung kebaktian. Tetapi mereka tidak pernah mau melewati hari tanpanya. Nyaman adalah alasan mengapa Kook-ie merasa sedih jika mereka tidak ada di sini lagi.
"Jeon Jungkook!?" Seseorang menyerukan namanya, terperangah melihat Kook-ie di kursi roda.
Kook-ie melihat wanita itu berhambur memeluknya dan menangis di tempat. Mengeluarkan kalimat panjang seperti kereta api. "Nak, apa yang terjadi padamu? Kenapa duduk di sini? Aku panik ketika orang-orang ramai membicarakan bencana besar yang terjadi di Pantai Gwangalli, mereka yang di nurse station bilang padaku kalau ayahmu hilang saat tsunami, aku terlambat setelah kembali dari Jepang."
Taehyung memberi ruang lalu berdiri di sisi Kyumi yang secara bersamaan bertukar pandang dengannya. Mereka bertanya-tanya; Siapa wanita itu?
"Bibi?" kata Kook-ie memberi senyuman lebar dan manis begitu pelukan melonggar. Wanita itu diperkirakan usia kepala tiga, berlesung pipit, dan tampak modis. Pakaiannya terlihat mahal.
KAMU SEDANG MEMBACA
U Ar-My Reason
FanfictionTaehyung, seorang Mayor dari Militer Angkatan Laut Busan yang diharuskan memimpin jalannya proses evakuasi korban pasca bencana gempa bumi dan tsunami di pantai Gwangalli menemukan anak laki-laki kecil berbandul kalung hitam yang nyaris sekarat di a...