K E T I G A

54 9 0
                                    

       "ʙᴜᴋᴀɴᴋᴀʜ seharusnya Anda datang ke pemakaman orang tua Anda, Mayor Kim?" Letnan Park bertanya sesaat setelah mengantar korban yang masih hidup kepada petugas medis yang berlalu dari lorong bangsal rawat rumah sakit darurat Suyeong-Gu.

       "Aku sudah."

       Pimpinan tentara angkatan udara itu penasaran karena menemukan Taehyung berdiri sambil menyandarkan kepala pada dinding di luar ruang IGD dengan seraut wajah cemas pada pukul enam pagi. "Apa yang sedang Anda tunggu?"

       Taehyung mengembuskan napas. Baiklah, dia kelihatan seperti keluarga pasien sementara jenazah orang tuanya sendiri diurus oleh orang lain selepas tragedi besar di pantai Gwangalli. "Aku membawa seorang anak kecil yang kutemukan dalam kondisi tidak baik. Tubuhnya terjepit reruntuhan batu besar, ajaibnya dia masih hidup. Sekarang dia sedang ditangani di sini."

       Letnan Park menatap Taehyung dengan perasaan berkelindan, ia lantas mendekat ke pintu kaca IGD; melihat para para perawat dan dokter mengupayakan kesembuhan pasien yang berbaring di atas kasur tunggal di dalam. Di antara empat sekat kain pembatas pasien, dia mendapati anak kecil laki-laki yang terpejam damai bersama alat respirator udara yang menutupi mulut dan hidung dan seutas selang infus. Menyedihkan.

       "Di mana Anda menemukannya, Mayor?" tanyanya bersama mata yang tak lekang sedikit pun dari pemandangan penuh iba.

       Karena rasanya tidak penting untuk orang lain yang sekadar ingin tahu tanpa adanya kepedulian, Taehyung memutuskan untuk tidak memberitahu Letnan itu. Tetapi, dia malah kehilangan kalimat, "Aku.."

       Dari dalam ruangan, Kyumi baru saja selesai memeriksa kondisi Kook-ie. Wanita itu bersiap membuka pintu. Terdengar suara derit pelan. Pintu terbuka. Letnan Park menepi ketika memberi jalan pada dokter residen yang kini bingung dengan presensinya dan Taehyung.

       "Kalian berdua?!"

       Sejurus kemudian, Kyumi menutup mulut. Kaget sekaligus sadar akan perkataannya yang kurang sopan. Astaga.

       Dia membungkuk sesal seraya berkata, "Maaf, Tuan-tuan. Aku terkejut, tapi.." Badannya kembali tegap kala matanya bersinggungan dengan Taehyung. "Anda sedang bersama siapa dan sedang apa di sini, Mayor Kim?"

       Di belakangnya, sang Letnan mengusap wajah lelah. Tertawa ramah. "Dokter Ahn, kita pernah bertemu di aula militer kemarin. Ingat?"

       Saat itulah Kyumi menyadari sesuatu. Benar. Sejak pengumuman bencana hari itu, mereka bercakap-cakap tentang misi penyelamatan manusia dan hewan yang terdampak. Dia balas tersenyum, merasa bersalah. "Maafkan aku, Letnan Park. Aku bingung karena menemui terlalu banyak wajah hari ini. Senang berjumpa lagi dengan Anda."

       "Tentu, terima kasih. Sekarang aku akan pergi," katanya terburu-buru pada Kyumi dan Taehyung. "Permisi."

       Kyumi segera mengalihkan tatapan ke depan. Dia belum terbiasa melihat Taehyung sedekat ini. Selain ia disuguhi aroma disinfektan rumah sakit, mata pria itu menatapnya seperti harimau hendak menerkam kelinci. Kyumi berusaha mengusir bayang-bayang itu sebelum Taehyung menarik lembut tangannya dengan misterius. Apa-apaan?

       "Aku belum selesai denganmu, Dokter."

U Ar-My Reason

- - - - - - - - - - - - - - - - -

       "Jadi, Anda yang membawa Kook-ie?" Kyumi menelan ludah ketika duduk berseberangan di ruangan pribadinya bersama Taehyung. "Kasihan sekali. Dia tidak punya siapa-siapa di sini."

       "Dia punya kita."

       Sepersekian detik lengang. Kyumi menjatuhkan rahang.

       "Maksudku, kita bisa mengurusnya sementara waktu. Tolong, minta pada administrator rumah sakit agar mencatat namaku sebagai wali dari Kook-ie. Setidaknya, sampai anggota keluarganya datang menjemput." Menyadari benar bahwa cuaca mendadak mendung, Taehyung melihat Kyumi yang menatapnya dengan mata kosong. "Dokter Ahn?"

       "O-oh, iya. Kedengarannya bagus." Dia tertawa canggung. Kemudian, ekspresinya berubah seius dalam sekejap. Ini waktu yang tepat. "Mayor, ada yang ingin kusampaikan kepadamu mengenai kondisi Kook-ie sekarang."

       Taehyung menghentikan gerakan jarinya di atas meja.

       "Kook-ie.." Kyumi menghela napas. "Dia tidak bisa berjalan lagi."

       Ruangan itu masih sunyi. Deru napas bersahutan meyelimuti udara dingin sementara di luar sana hujan turun sangat deras. Pagi menjelang siang, sepasang mata bulat menggemaskan perlahan terbuka. Mengerjap-ngerjap. Kook-ie bangun seolah-olah pembicaraan Dokter Ahn dan Mayor Kim sampai ke telinganya.

       Anak laki-laki itu terlalu polos untuk mencerna situasi. Dia pikir, Ayah masih bersamanya di kamar. Mendekapnya sambil medongeng tentang dua pendekar dan keajaiban mereka yang berhasil menyelamatkan negeri kurcaci sampai Kook-ie tertidur. Namun, dia tidak ingat kalau dirinya tertidur di tempat asing. Di mana Ayahnya? Mengapa ia bisa ada di sini?

       Sekujur tubuhnya sakit, tangannya juga dililit jarum infus, Kook-ie sulit bergerak.

       "Oh, kau sudah bangun, kecil?" suara perempuan, entah siapa. Dia baru saja memasangkan seutas nasal kanula di hidung Kook-ie. "Tunggu, ya. Akan aku panggilkan Dokter Ahn kemari untuk memeriksamu."[]

U Ar-My ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang