15. Tonight

56 1 0
                                    


Seperti biasa, saat malam tiba, semua akan berkumpul di cottage milik Riza dan teman-temannya ya tentu saja untuk menghabiskan malam mereka bersama. Namun agenda kali ini, mereka tidak hanya sekadar menonton film horror saja tetapi juga minum-minum, sudah kalian duga mungkin apa yang mereka minum sampai membuat Rangga, Bryan, Kenzo mulai teler.

Sementara Riza dan Zeidan untungnya masih kuat untuk tersadar karena mereka ingat kalau ada dua teman wanitanya yang juga ikut dalam acara mabuk malam ini. Mereka takut saja kalau ada yang lepas kendali jika semuanya tidak sadarkan diri.

Zeidan menoleh pada Riza di saat yang lain sudah setengah sadar dan meracau tidak jelas. "Loh, bini lo kemana?"

Riza melirik Zeidan, dia hampir lupa kalau sedari tadi istrinya—Rana, tidak kunjung menghampirinya. Ya, mungkin saja Rana masih marah pada Riza tapi lama kelamaan Riza juga khawatir dengan kondisi istrinya itu. "Gatau."

"Ah, gila lo, niat lo kesini untuk honeymoon bukan? Tapi dari kemarin gue engga liat lo berdua romantis sedikit pun, malah kayak orang ga kenal," celetuk Rangga.

"Nikmatin bos, nganu di pulau orang rasanya pasti beda!" Racau Kenzo.

"Anjing lo," dengus Riza.

"Bener, lo yakin mau sia-siain bini lo yang .... rrrr" Bryan menggigit bibirnya sambil tersenyum miring dengan mata memerah karena mabuk.

Jelas hal itu membuat Riza kesal dan hampir saja dia bangkit untuk selanjutnya menghampiri Bryan kalau saja Zeidan tidak segera menahannya. "Anjing lo, Bri."

"Makanya, samperin tuh bini lo. Minta maaf. Riza yang gue kenal itu gentleman bukan?" Zeidan menepuk bahu Riza.

"Betul, gue liat dari tadi Rana di kamar terus diem. Kasian engga ada temennya," ucap Nada. "Samperin dong."

"Lo juga bukannya nemenin," cibir Riza."

"Loh, kita juga kesini untuk seneng-seneng kan? Bukan buat jagain bini orang?" Theresa mendengus kasar.

Riza pun mengacak rambutnya frustrasi. Dia perlahan bangkit dari tempatnya duduk dengan botol alkohol yang ada di genggamannya, namun belum sempat dia beranjak, suara Rangga menahan lajunya. "Padahal tadinya biar gue aja yang samperin Rana."

Riza melirik sinis pada Rangga, namun Zeidan langsung mendorong Riza. "Udah gausah didengerin, namanya juga kobam, maklum lah."

"Bangsat lo, Kal! Awas aja sampe lo macem-macem!" Mark menunjuk Haikal dengan tatapan mengancam, sementara yang diancam hanya tersenyum sinis.

Mark semakin takut dan dia segera berlari untuk menghampiri cottage sang istri karena dia sedari tadi memang tidak bertemu dengan Anara lagi, lagipula wanita itu masih marah padanya atas insiden tadi pagi. Ah, kenapa jadi Mark yang harus merasa bersalah begini, padahal dia merasa dirinya tidak salah sama sekali.

Setibanya di depan cottage, Riza tidak langsung membuka pintunya, dia mengecek arloji di pergelangan tangannya terlebih dahulu. Pukul 22.00 malam. Dia takut juga kalau rupanya Rana sudah terlelap di dalam sana, namun perlahan tapi pasti dia mencoba membuka knop pintu dan ternyata tidak dikunci oleh wanita itu. Lantas saja Riza langsung masuk ke dalam sana dan mengamati seisi ruangan.

"Rana?"

Riza tersenyum simpul saat melihat sosok cantik yang dicarinya itu tampak sedang bergelung selimut, dia sempat mengunci pintu sebelum menghampiri Rana yang tampak kedinginan walau sudah berbalut selimut itu. Istrinya itu terlelap dengan nyaman bahkan tidak menyadari kehadiran Riza sekarang ini.

DesicionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang