01

2.3K 149 15
                                    





Sepasang tangan keriput mengusap lembut foto lama berbingkai di pangkuannya. Seulas senyum tulus tersimpul.

"Ayah?", panggil Hideki dari ruang keluarga. Setelah beberapa saat, perempuan kepala tiga itu menemukannya sedang duduk di atas sebuah kursi goyang di taman belakang rumah.

"Rupanya ayah di sini". Hideki menghampirinya kemudian duduk di sebelahnya, turut menatap foto usang itu.

"Ayah", panggil Hideki lagi, kini bersandar di pundak ringkihnya. Di samping perempuan itu duduk seorang laki-laki pula. Kohta, suami putri keduanya ini.

"Hmm?". Jihoon merespon dengan gumaman, tersenyum simpul saat merasakan tangan Hideki mengelus punggungnya.

"Ceritakan pada kami tentang ayah dan Kim Junkyu".


~


"Ayah pertama kali bertemu dengannya saat SMP tingkat pertama, kebetulan kami satu kelas. Waktu itu, wali kelas menyuruh ayah sebangku dengannya...tapi ayah menolak", jelas Jihoon terkekeh kecil, membuat binar penasaran menyeruak dari mata Hideki.

"Kenapa ayah menolak?",

"Karena aura Kim Junkyu sangat gelap", lanjut Jihoon kemudian disusul dengan kekehannya yang riang.

Hideki menahan napas, terpukau dengan tawa lepas ayahnya, kemudian mengulas senyum haru. Ini adalah tawa ceria pertama ayahnya setelah berpuluh-puluh tahun.

Jadi begini rasanya...melihat ayah tertawa lepas.

"Ternyata Junkyu tidak segelap itu, Deki-chan. Dia hanya....canggung dan pemalu", tukas Jihoon, mengulum senyum sembari mengusap sayang foto berbingkai di pangkuannya.

Hideki manggut-manggut.

"Kami selalu bertengkar. Tidak ada hari damai untuk kami... Kami bertengkar dimanapun dan kapanpun, Deki-chan. Di kelas, di jalan ketika kami berpapasan, di lapangan ketika pelajaran olahraga...kami benar-benar tidak cocok, saat itu", lanjut Jihoon, masih terkekeh.

Hideki kini memeluk lengan rapuh ayahnya. "Lalu...bagaimana kalian akhirnya baikan?".

Jihoon tersenyum sebelum menjawab. "Keadaan yang memaksa kami untuk akur. Guru olahraga menugaskan kami membuat gerakan senam irama beregu dua orang. Di waktu yang sama, guru IPA menugaskan kami membuat maket. Kami terpaksa bekerjasama...supaya kami bisa naik kelas...".

Terkekeh lagi, suara tua Jihoon menjadi satu-satunya yang mengisi tempat itu. "Jika ingin berlatih senam, Junkyu akan ke rumah ayah...begitupun jika harus mencicil maket, ayah harus ke rumah Junkyu...

dari situlah kami menjadi teman", tutup Jihoon, tersenyum kemudian meremas tangan Hideki yang bergelayut di lengan tuanya.

"Kim Junkyu itu...orangnya bagaimana ayah?", tanya Hideki lagi, menatap wajah muda Junkyu di foto usang itu.

Junkyu itu bagaimana, hingga membuat ayah tetap menyimpan semua kenangan setelah berpuluh-puluh tahun lamanya?

Jihoon mengulas senyum lagi, menerawang jauh ke dalam memorinya. "Dia....pertama kali bertemu dengannya, dia terlihat pemalu. Dia benar-benar pemalu, Deki-chan. Telinganya memerah setiap saat hahaha....lucu sekali...

awalnya...dia tak banyak bicara. Bicara hanya seperlunya saja dan menghindari kontak mata dengan orang lain. Dia... membangun dinding yang kokoh, yang mencegah orang lain memasuki dunianya", lanjut Jihoon kemudian terdiam sesaat.

"Itu ketika ayah belum mengenalnya". Jihoon termenung lagi.

"Junkyu itu seperti topi pesulap. Terlihat gelap dan kosong, namun sebenarnya menyimpan banyak hal yang akan membuatmu terpukau...

REUNION || JIKYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang