8. Menjadi orang asing

0 0 0
                                    

Setelah kejadian terus terang nya Vier ke Biya, hari ini ke sekolah Biya di jemput oleh sopir baru. Vier tidak lagi menjemputnya, kemarin malam Biya memaksa Papa nya untuk tidak lagi menyuruh Vier menjadi bodyguard nya lagi iya mau disebut dengan panggilan apalagi cowok yang dibayar oleh Papa nya untuk menjaganya di sekolah tanpa sepengetahuannya.

Raid jadi tahu kenapa Vier tidak mau menceritakan sebenarnya kepada putri nya, ternyata ini alasannya. Raid yakin kalaupun Biya -putri nya tahu sebenar nya tentang Vier 5 tahun yang lalu dia pasti akan kembali kepada Vier. Raid sungguh yakin kepada Vier.

Di dalam mobil Biya hanya diam, kalau disebelahnya Vier mungkin enak ya bisa marahin tu cowok. Isshhh ngapain mikirin cowok brengsek itu sih nggak beres otak gue.

"Mbak nya nggak papa? Kepalanya pusing atau--" Sopir yang kelihatan masih muda itu bersuara ketika melihat Biya yang geleng-geleng.

"Enggak kok Mas. Saya panggil Mas aja ya keliatannya masih muda gitu." Celetuk Biya melirik Mas solir di sebelahnya. Memang masih muda wajahnya aja terawat banget kinclong duh bisa-bisa Biys terpikat sama sopirnya ini. Pa mending jodohin aku sama Mas Sopir ganteng ini.

Mas sopi itu tertawa sebentar, gila senyum nya manis banget woy. "Saya sudah tua mbak sebentar lagi kepala 3 sudah beristri pula."

Hiksss mampus lu Biy. Bisa-bisa nya naksir sama orang yang beristri.

Biya tertawa hambar mencoba meratapi nasibnya untung belum jatuh terlalu dalam. "Wah awet muda ya Mas beruntung banget nih istrinya dapet Mas hehe."

"Ohya namanya Mas siapa?"

"Saya Fegas mbak."

"Oke Mas Fegas dikarenakan Biya gak punya kakak cowo aku panggil Mas Fegas aja ya."

"Terserah mbak Biya deh."

"Jangan kaku gitu mas panggil aku Biya aja biar akrab."

Dan dari situ keduanya mulai akrab.

"Mas Fe bentar deh berhenti dulu."

"Ada apa Ya?" Fegas mengikuti arah pandang Biya yang mengamati cowok yang sedang membantu ibu nya kalo nggak salah tebak sih.

Eh tunggu dulu Fegas kayak mengenal cowok itu. Dia fokuskan pandangannya. Nggak salah lagi itukan atasannya di kantor rental.

"Itu Vier kan kepala Rental di kantor kenapa merhatiinya gitu banget."

Biya tersadar, dia langsung merubah  duduknya. "Ehmm siapa yang merhatiin sih." Terang Biya nggak mau ngaku.

"Iyain deh cewek mah gitu sok-sokan gak peduli padahal hati nya mah care banget cuman gengsi." Ucapan Fegas mendapat pelototan dari Biya membuatnya tertawa kikuk.

"Dia gak sekolah apa." Gumam Biya pelan.

"Ini jadi jalan gak?"

"Bentar ya Mas Fe." Biya masih memantau kegiatan Vier yang mengangkat karung besar entah apa isinya sepertinya berat.

.
.
.

"Bu barang nya saya taruh sini, saya pulang dulu nanti biar suami Ibu nyamperin kesini ya." Vier menaruh karung berisi lembaran kain untuk di jual di pasar oleh Ibu yang setiap pagi Vier bantu.

"Makasih ya Vier ini ongkos buat kamu naik angkot." Ibu itu menyodorkan uang didepan Vier.

"Ibu ya masih aja, Vier nggak usah dikasih apa-apa cukup doain aja Ibu Vier sehat selalu panjang umur."

Ibu itu tersenyum lalu mengusap kepala Vier dibatinnya merapalkan doa untuk Vier.

"Yaudah Vier berangkat dulu Bu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Di dalam mobil Biya.

"Vier dikantor emang suka membantu gak jarang banyak yang suka sama Vier terkecuali--" Fegas menjeda menatap Biya usil.

Biya menaikkan alisnya menatap garang Fegas. Baru pertama bertemu mereka berdua seperti sudah seperti kakak dan adik yang lama tidak bertemu.

"Mas Fegas aku suka sama Vier dihh nggak lah ya, aku benci banget sama dia." Biya meluapkan emosinya terang-terangan.

"Hey Mas Fegas pernah muda tatapan matamu itu sungguh jelas perasaan cintamu itu dibutakan oleh kebencian awas loh nantin nyesel." Fegas lagi-lagi meledek.

Biya memberengut kesal.

.
.
.

Biya buru-buru turun ke mobil tanpa menghiraukan gurauan Fegas dibelakang, gini ya rasanya diusilin sama kakak cowok.

Gerbang sudah ditutup. Ini bukan pertama kalinya Biya telat cuma dia nggak mau jika dihukum menyapu lapangan yang luasnya hampir satu hektare. Nggak kuat dirumah aja gak pernah nyapu.

"Pak bukain dong ada ujian praktek nih di Lab." Biya memelaskan wajahnya semoga aja trik nya berhasil.

"Sudah tahu ada ujian masih aja berangkat siang!" Tegas bapak penjaga.

Tiba-tiba disebelahnya ada seseorang yang berdiri santai. Biya menoleh ingin tahu siapa.

Vier telat.

"Kamu lagi Vier sering sekali telat, bapak nggak butuh alasan hari ini cuma kalian yang telat segera menghadap ke ruangan BK untuk dimintai keterangan serta hukuman." Nasib sekolah kayak kantor polisi aja dimintai keterangan segala heh.

Biya mendengus.

Mereke berdua berjalan beriringan. Persis seperti orang yang tidak kenal.

Setelah masuk ke ruang BK dan ditanyai hal-hal yang begitulah mereka diperbolehkan masuk ke kelas masing-masing. Untung udah mau lulus.

Vier kali ini diam memperhatikan Biya dari belakang entah mau menjelaskan apalagi kepada cewek itu sudah tidak ada gunanya. Sombong keras kepala pula.

"Biy." Vier mencoba memanggil.

"Biya!" Kali ini teriakan Vier lebih keras.

"Bisa gak sih kalo dipanggil itu ngrespon!" Vier menarik lengan Biya kasar menghindari plang yang akan jatuh.

"Lo apa-apa an sih." Biya berdiri sekaligus kaget melihat kaki Vier yang tertimpa plang berukuran sedang tapi cukup sakit jika kejatuhan.

Gimana sih orang yang kerja nggak becus banget bangunan udah nggak layak masih aja belum diperbaiki untuk cuma plang doang. Biya menggerutu dalam hati.

Vier berdiri sedikit tertatih menatap Biya tidak bersahabat. Dada nya naik turun nafas nya memburu.

Biya menatap biasa seperti tidak ada apa-apa.

Tega lo Biy.

Vier pergi meninggalkan Biya dengan kaki yang sedikit terseret.

"Sorry Vier kalau gue tega, gue cuma gak terima lo bohongin gue."

Biya menatap nanar kepergian Vier. Sungguh hatinya kecil nya sakit melihatnya ingin rasanya memapah cowok itu mengobati lukanya.

























Minggu, 28 Februari 2021

Salahku ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang